bc

Pemain Yang Dilupakan Dunia

book_age16+
0
IKUTI
1K
BACA
no-couple
campus
mythology
war
like
intro-logo
Uraian

ZeroVoid—nama yang pernah mengguncang papan peringkat dunia. Pemain solo nomor satu di game realitas virtual tercanggih di dunia: TOWER.EXE.Selama lima tahun, ia menaklukkan setiap lantai menara seorang diri. Tanpa guild, tanpa tim, tanpa siapa pun—hanya dirinya dan strategi sempurna.Namun saat mencapai Level 100, game mengalami kerusakan fatal. Layar gelap. Suara sistem yang rusak. Dan ketika ia membuka mata......ia berada di dalam game.Bukan sebagai pemain.Melainkan sebagai karakter.Lebih buruk lagi: Level-nya di-reset. Namanya terhapus. Tak ada satu pun yang mengingat siapa dirinya.Dunia TOWER.EXE telah berubah.Para karakter kini hidup. Mereka memiliki kehendak bebas, emosi, dendam, dan rahasia. Dunia game telah menjadi realitas penuh yang tak bisa ia keluar darinya.Sementara para pemain lain mulai bermunculan dan membentuk kekuatan besar, Zero memilih jalan sendiri.Sebagai sosok tanpa nama.Tanpa guild.Tanpa status.Hanya pengetahuan, pengalaman, dan tekad yang ia m

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1
Suara angin. Itu hal pertama yang kudengar saat mataku perlahan terbuka. Daun-daun hijau bergoyang lembut di atas kepala. Langit biru bersih, terlalu nyata untuk sekadar simulasi. Aroma tanah basah dan suara air mengalir samar di kejauhan. Sensasinya... begitu jelas. Ini bukan VR. Bukan seperti biasanya. Tidak ada loading screen. Tidak ada musik latar. Tidak ada HUD yang muncul di sudut pandangku. Aku bangkit perlahan. Tubuhku terasa ringan, tapi anehnya kosong. Tanganku meraba pinggang. Tidak ada sarung pedang. Tidak ada armor Void Gear. Bahkan pakaian yang kupakai kini hanya setelan hitam sederhana, seperti seorang pemula yang baru keluar dari tutorial. Sebuah suara lirih terdengar di telingaku. Seperti bisikan digital yang retak. [Status Awal Aktif] [Karakter: Zero] [Level: 1] [Skill: - ] [Senjata: - ] [Guild: - ] [Login: Tidak Terdeteksi] Aku terdiam. Level satu? Kepalaku terasa berat. Aku mengingatnya dengan jelas. Aku sudah menaklukkan Lantai 99. Melawan bos Void Revenant sendirian. Menaiki altar cahaya di tengah ruangan terakhir. Aku mencapai puncak. Lantai 100. Harusnya... ini sudah selesai. Tapi sekarang aku berdiri di hutan asing, tanpa equipment, tanpa menu sistem, dan... ...tidak ada jalan keluar. Aku menarik napas dalam, mencoba tetap tenang. Oke. Pikir logis. Kalau ini bagian dari event akhir game, harusnya ada cutscene atau prompt tertentu. Tapi tak ada apa pun. Semua fitur interaktif hilang. Bahkan komando suara pun tak bekerja. Aku mencoba mengucapkan satu nama yang selama ini menjadi identitasku. “ZeroVoid.” Hening. Tak ada respon. Tak ada sistem yang mengenalinya. Aku melangkah keluar dari semak, mengikuti suara air. Di kejauhan, terlihat desa kecil di lereng bukit. Rumah-rumah dari batu dan kayu. Asap mengepul dari cerobong. Karakter-karakter tampak lalu lalang. NPC. Atau... mungkin bukan lagi sekadar itu. Aku berjalan ke arah desa. Setiap langkah menegaskan satu hal. Ini bukan sekadar dunia game yang kupahami selama lima tahun terakhir. Ini sesuatu yang lebih. Di gerbang desa, dua penjaga bersenjata tombak menatapku dengan curiga. “Baru datang ya?” tanya salah satu dari mereka, pria paruh baya dengan bekas luka di pipi. Aku mengangguk. “Aku... tersesat. Namaku Zero.” “Zero?” Pria itu mengerutkan dahi. “Nama aneh. Kau bukan dari Guild Timur, kan? Atau pecahan dari Kelompok Ekspedisi?” “Tidak. Aku... solo.” Yang satu lagi terkekeh. “Petarung solo? Di dunia kayak sekarang? Kau bakal mati di luar sana.” Aku tidak membalas. Tidak perlu. “Kalau butuh penginapan, ada di ujung jalan. Tapi jangan bikin masalah, ya?” Aku mengangguk lagi, lalu masuk ke desa. Semua orang di sini hidup. Bukan hanya skrip NPC biasa. Mereka berbicara. Bertukar barang. Anak-anak berlari mengejar kucing. Wanita tua menjemur pakaian. Dunia ini... benar-benar berjalan. Aku mendekati papan pengumuman dekat plaza desa. Lembar-lembar misi terpasang dengan paku dan benang. Misi level rendah. Buru serigala. Ambil tanaman. Kirim surat. Tidak ada yang istimewa. Tapi di pojok papan, ada satu lembar yang membuatku berhenti. "Dicari: Sisa Informasi tentang Pemain Bernama ZeroVoid (Tidak Dikenali). Hadiah Besar untuk Bukti Nyata." Aku menatap lembaran itu lama. Tanganku terangkat, menyentuhnya. Tak seorang pun tahu siapa aku. Bahkan catatanku telah terhapus dari dunia ini. ZeroVoid tidak ada. Yang tersisa hanya seorang pemula bernama Zero. Level satu. Tanpa skill. Tanpa nama. Tapi aku masih punya satu hal. Ingatanku. Aku tahu letak dungeon rahasia di Lantai 4. Aku tahu bagaimana cara mengalahkan bos bayangan di Lantai 12 tanpa terkena satu serangan pun. Aku tahu jalur cepat ke puncak Lantai 27 melalui terowongan bawah tanah yang tidak tercatat di sistem resmi. Dan aku tahu… Bahwa menara ini menyimpan sesuatu yang lebih gelap dari sekadar error. Aku mengangkat kepalaku, menatap langit. Baiklah. Jika dunia ini telah melupakanku, maka aku akan menulis ulang takdirku sendiri. Dari awal. Sebagai Zero. Langkahku bergema di jalanan batu yang dipenuhi debu. Desa ini kecil, sederhana, tapi terasa… nyata. Terlalu nyata. Tak ada pola gerakan NPC seperti biasanya. Tak ada jalur ulang. Tak ada ekspresi kosong. Anak-anak yang bermain tampak benar-benar gembira. Ibu-ibu yang menjual sayur terlihat lelah dan khawatir tentang cuaca. Aku bahkan mendengar seorang pria mengeluh tentang istrinya yang memaksa pindah ke lantai berikutnya karena ‘ramalan pergeseran realitas’. Game ini tidak lagi sekadar game. Aku melangkah masuk ke dalam penginapan. Interior kayu, kursi panjang, dan lampu gantung dari kristal biru yang berdenyut lembut. Aroma sup menguar dari dapur. “Selamat datang.” Seorang wanita muda menyapaku dari balik meja. Rambutnya cokelat gelap, diikat setengah. Mata hijaunya tajam, seolah menilai siapa pun yang datang. Aku mengangguk. “Satu kamar. Malam ini saja.” “Bayarnya dulu,” katanya cepat. Aku membuka kantong. Kosong. Tidak ada koin. Tidak ada item. Tentu saja. Aku menatap matanya. “Tidak punya uang. Tapi aku bisa kerja. Sementara. Atau ambil misi yang bisa dibayar cepat.” Dia menyipitkan mata, lalu menunjuk ke papan kayu di dekat dapur. “Kalau kau cukup cepat, ambil saja salah satu misi pendek itu. Tapi kembali sebelum malam. Aku tak mau tamu datang dalam keadaan berdarah dan menyeret monster ke sini.” “Terima kasih,” kataku datar. Di papan misi, kebanyakan permintaan biasa. Tapi satu catatan kecil menarik perhatianku. [Permintaan Darurat] Nama: Lyra Lokasi: Ladang Tepi Utara Deskripsi: Anakku belum pulang sejak pagi. Dia mencari kelinci putihnya. Tolong cari. Hadiah: 10 Koin Tembaga dan Roti Gandum Aku mengambilnya, dan seperti yang kuduga, catatan itu menghangat perlahan sebelum menghilang dari papan. Sistem misi masih bekerja—hanya lebih halus. Tanpa berpikir panjang, aku keluar dan menuju utara. Langit mulai redup saat aku tiba di pinggiran ladang. Tanaman gandum bergoyang diterpa angin, memantulkan cahaya jingga senja. Tak ada tanda anak kecil. Hanya suara jangkrik dan dedaunan. Aku menuruni lereng kecil, menyusuri jejak kaki yang samar di tanah basah. Jejak kecil, sepatu anak-anak. Aku mengikuti jalurnya hingga masuk ke celah semak yang lebih gelap. Di sana, suara samar terdengar. “Pergilah... jangan gigit aku…” Langkahku melambat. Aku mendekat. Di balik semak, seorang anak perempuan—rambutnya hitam pendek, pakaiannya robek di bagian lengan—tersudut di bawah pohon, berusaha menjauh dari sosok gelap dengan mata merah menyala. Hound Bertaring Hitam. Monster tingkat rendah. Tapi untuk anak-anak… mematikan. Aku tak punya pedang. Tidak ada senjata. Tapi aku pernah mengalahkan monster ini dengan tangan kosong saat mencoba ‘mode tantangan’ di masa lalu. Dan aku masih ingat titik lemahnya. Hound itu menerkam. Aku melompat ke samping, menghindar. Kaki kiriku menendang sisi lehernya, membuatnya mengerang. Saat ia membalik menyerang, aku melingkarkan lengan ke lehernya dan mengunci tubuhnya dari belakang. “Tiga detik…” gumamku. Hound itu menggeliat. “Dua…” Aku menekan kuat di antara tulang belakang dan otot lehernya. “Satu.” Retakan halus terdengar. Tubuh Hound itu lumpuh, lalu menghilang menjadi partikel cahaya. Bukan darah. Hanya efek sistem lama. Masih ada mekanisme virtual. Anak itu menatapku dengan mata membelalak. “Kau… kau bukan orang desa…” Aku tersenyum tipis. “Aku Zero.” “Zero?” Wajahnya tampak berpikir keras. “Aku pernah dengar nama itu. Dari cerita. Dulu.” “Apa yang kau dengar?” “Dulu katanya ada pemain yang naik sampai lantai seratus… namanya ZeroVoid…” Aku menegang. “Tapi… katanya dia cuma legenda.” Aku kembali ke penginapan saat langit benar-benar gelap. Wanita resepsionis melihatku dengan kaget. “Kau… bawa anak ini dari ladang utara?” “Ya.” “Dan kau masih hidup? Sendirian?” Aku hanya mengangguk. Dia menyerahkan kunci kayu dengan ukiran nomor. “Ini. Gratis. Malam ini saja.” Aku naik ke lantai dua dan masuk ke kamar kecil. Kasur jerami, meja kayu, dan jendela kecil. Aku duduk. Menghela napas panjang. Tak ada sistem. Tak ada kekuatan. Tapi perlahan, aku mulai menggores jejakku kembali. Hari ini hanyalah langkah pertama. Besok… mungkin aku akan naik level. Atau… mungkin aku akan menghadapi kenyataan baru: dunia ini mulai berubah. Dan aku tak lagi satu-satunya yang tahu rahasia-rahasianya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Rise from the Darkness

read
8.6K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
31.0K
bc

FATE ; Rebirth of the princess

read
36.0K
bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
51.2K
bc

Rebirth of The Queen

read
3.7K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook