Awal Dari Segalanya(3)

1734 Kata
Happy Reading  Lampu ruang operasi masih terlihat merah, menandakan operasi yang ada di dalam belum usai. Kaila masih di depan ruang operasi menunggu kabar dari kakaknya. Ia sedari tadi tidak berhenti menangis sampai terlihat matanya yang sudah membengkak. Doa pun selalu ia panjatkan kepada Yang Maha Kuasa agar sang kakak bisa bertahan.  *** "Dok, pendarahan dikepala pasien belum berhenti!" "Segera hentikan! Jangan sampai ia kehilangan lebih banyak darah" "Dok, detak jantung pasien melemah!" "Segera siapkan alat AED(automated external defibrillator)!" "Baik" "1, 2, 3!" zrutt "Lagi! 1, 2, 3!" zrutt *** "Kenapa operasinya lama banget, sih?" Kaila sudah gelisah dari tadi menunggu kabar dari operasi Dianti. "KAILA!!!" "PAPA! MAMA!" Kaila langsung memeluk mamanya dengan erat. "Apa yang terjadi? Kenapa bisa kayak gini?" Emran-papanya-langsung menumbrung Kaila mengenai apa yang terjadi. "I-itu terjadi karena...." Kaila yang ingin menjelaskan perihal kejadian itu, harus terhenti karena lampu ruang operasi yang berubah menjadi warna hijau yang menandakan operasi telah selesai. "Keluarga saudari Dianti?" panggil seorang dokter dari ruang operasi. "Saya dok. Saya papanya," ucap Emran dengan wajah yang sudah sembab. "Syukurlah, operasinya berjalan lancar. Walaupun ada sedikit kendala, tapi sudah bisa diatasi. Kami akan memindahkan pasien ke ruangan rawat inap. Nanti di sana baru boleh keluarga untuk menjenguknya. Oh ya, tolong segera diselesaikan biaya administrasinya," jelas dokter itu "Alhamdulillah. Terimakasih dokter," ucap Devi seraya bernapas lega. "Ya udah, papa mau ke bagian administrasi dulu. Kalian duluan aja," pamit Emran "Ya Pa" Kaila dan mamanya-Devi-berjalan menuju ruang rawat inap 'VIP-II'. Di tengah perjalanan, perut Kaila tiba-tiba sakit. "Ma, perut Kaila sakit nih. Mau ke toilet dulu. Mama duluan aja ya ke ruangan kak Dian, nanti Kaila nyusul," ucap Kaila sambil memegang perutnya yang sangat melilit. "Ya udah, nanti nyusul. Kamu hati-hati ya," ucap Devi "Ya, Ma" *** 'Cklek' Pintu ruangan Dianti terbuka dan menampilkan seseorang. "Ma, Kaila mana? Kok mama sendiri di sini?" ternyata yang baru masuk itu adalah Emran yang baru habis dari ruangan administrasi. "Tadi dia bilang perutnya sakit, jadi ke toilet sebentar," jelas Devi "Ohh, terus Dianti masih belum sadar?" tanya Emran balik. "Belum, tapi tadi barusan dokter datang untuk periksa Dianti dan bilang lagi bentar udah sadar, kok," jelas Devi kembali. "Ouh, ya udah. Kita tunggu aja" "Hmhm," terlihat Dianti yang sudah mulai sadar dengan menggerakkan tangannya bahkan suaranya. "Dianti?! Kau udah bangun nak?!" Devi kelewat senang ketika melihat anak sulungnya itu sudah sadar. "DOK, DOKTER!!" Emran yang tidak kalah senang, buru-buru memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Dianti. Dokter pun masuk ke ruangannya Dianti dan mulai memeriksanya. "Bagaimana keadaanmu? Apa yang kau rasakan?" tanya dokter "Masih cukup pusing dok. E-eh, kok kaki aku enggak bisa digerakkin?! Loh, kok enggak bisa. Dok, kok kaki aku enggak bisa digerakkin?!" Dianti yang awalnya hanya merasakan pusing dikepalanya, tiba-tiba merasakan kakinya tidak bisa digerakkan, yang mana membuatnya bingung setengah mati. "Dok, tolong periksa anak saya, cepat!" Emran yang melihat anaknya begitu kepanikan, ikut menjadi panik. "Tunggu ya, sabar. Saya akan jelaskan. Begini, akibat dari benturan yang keras saat pasien jatuh dari tangga menyebabkan tulang kaki pasien patah, sehingga menyebabkan pasien mengalami kelumpuhan," jelas dokter "APA?! LUMPUH?! Enggak, aku enggak mungkin lumpuh. Pa, Ma, aku enggak mungkin lumpuh, kan. Bagaimana caranya aku hidup kalau aku enggak bisa jalan?!" Dianti sangat histeris begitu tahu ia mengalami kelumpuhan di kakinya. "Dok, apa ada cara supaya kaki anak saya bisa berjalan lagi? Tenang, masalah biaya kami tidak akan pikir, yang penting anak saya sembuh." Emran dan Devi juga begitu terpukul akibat kenyataan itu. "Kalian tenang saja, ini hanya lumpuh sementara. Jadi, dengan mengikuti terapi rutin, pasien akan berangsur sembuh," ungkap dokter 'Cklek' Di tengah perbincangan yang penuh ketegangan itu, ada seseorang yang masuk dalam ruangan Dianti. Dan dia adalah.... "KAU?! Ngapain kau ke sini? Lihat aku. Udah puas kau buat aku jadi seperti ini. Kau itu sangat jahat, Kaila. Tega-teganya kau mendorongku dari tangga, hanya karena aku menanyakan kau darimana. Apa salahku padamu!? Aku enggak pernah jahat sama kamu. Sekarang aku enggak bisa jalan, aku lumpuh. Kau itu adik yang durhaka." Ternyata yang baru masuk itu adalah Kaila yang baru habis dari toilet. Begitu masuk ke ruangan itu, Kaila sudah disumpah serapahi oleh Dianti. Dianti menuduh Kaila sebagai dalang dari kejadian itu. Padahal kejadiannya tidaklah seperti itu. "Kok kakak fitnah aku, sih?! Kan enggak gitu kejadiannya." Kaila jelas tidak terima tuduhan dari Dianti, yang jelas-jelas dia-Dianti-yang salah. "Apa benar yang dikatakan Dianti, Kai? Ayo, jujur sama mama." Devi ingin mengklarifikasi pernyataan Dianti itu. "Enggak, Ma. Enggak gitu kejadiannya. Kakak jatuh dari sendiri dari tangga, karena mau menamparku," bela Kaila "Untuk apa aku menamparmu? Kau jangan mengada-ada, deh. Pa, Ma, liat masa Kaila nuduh aku lagi sih. Padahal di sini aku yang jadi korban." Dianti semakin membela dirinya benar. "Kai, ayo. Ceritakan yang sebenarnya. Apakah kamu yang dorong kakakmu dari tangga?" Emram ikut menginterogasi Kaila. "Enggak Pa. Gini ya, Kaila ceritain..." Kaila akhirnya menceritakan dengan detil kejadian saat di rumah. "Hey, kau jangan buat-buat alasan. Aku cuman nanya, kau darimana sama Irsyad. Kau aja yang sewot dan sensi baru aku tanya soal Irsyad. Kau itu orangnya pencemburu, baru ditanyain gitu aja udah marah. Siapa coba cowok yang kuat sama tingkah jelekmu itu." Dianti semakin memprovokasi suasana yang mana membuatnya semakin didukung. "Kaila, papa enggak habis pikir sama apa yang kamu lakukan. Kakakmu kan cuman nanya, kenapa sampai pake dorong-dorong segala. Sekarang liat kakakmu jadi lumpuh kayak gini. Apa kamu mau tanggung jawab? Terus bagaimana kakakmu kuliah nanti? Lain kali kamu harus mikir pakai otakmu kalau bersikap, jangan pake emosi." Emran akhirnya percaya dengan cerita bualan seorang Dianti tanpa melihat kebenaran dari Kaila. "Iya, Kai. Apa yang dikatakan papamu benar. Lagipula Dianti sama Irsyad kan, teman satu sekolah dulu. Jadi, wajar kalau dia nanya gitu sebagai teman. Kamu jangan mikir yang lain." Devi malah ikut menimpali dengan setuju omongan Dianti. "Kok papa sama mama percaya sama kakak sih. Di sini aku yang benar. Kakak lakukan itu, karna dia suka sama Irsyad. Jadi, aku disuruh mutusin Irsyad. Aku enggak mau." Kaila berusaha untuk membela dirinya sendiri karena di sini dia yang benar. "Sudahlah, kamu jangan bertele-tele lagi. Sekarang kamu harus minta maaf sama kakakmu. Dan kamu harus bertanggung jawab sama kesembuhannya Kaila. Pokoknya kamu harus bantu semua keperluan kakakmu." Emran yang tidak mau mendengarkan lagi pembelaan Kaila, malah menyuruh Kaila mempertanggungjawabkan perbuatan yang sama sekali bukan dia yang melakukannya. "Kok aku harus minta maaf?! Bukan aku yang salah, Pa, Ma. Kalian harus liat juga dong dari sisi pandang lain. Jangan hanya satu pandang," protes Kaila  'plak' "Kai. Mama udah cukup sabar sama tingkahmu. Jangan menguji kesabaran mama. Pokoknya kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Kau harus menuruti apa keinginan Dianti," titah Devi  Kaila cukup tercengang karena mamanya menamparnya atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Dan apalagi, ia harus menuruti keinginan Dianti. Heol, ia tahu bahwa kalau ia menuruti keinginan Dianti, itu berarti ia harus kehilangan Irsyad. Dan ia tidak mau itu terjadi. "Enggak, Kaila enggak mau. Kaila enggak mau menuruti keinginan kak Dian. Karena pasti dia mau Kaila putus dengan Irsyad," tolak Kaila "Kau selalu menuduhku yang enggak-enggak. Aku enggak mungkin kayak gitu. Aku senang melihat kau bersama Irsyad. Aku enggak berusaha merebut Irsyad darimu." Dianti semakin memainkan perannya dengan baik, ditambah air mata palsu yang dibuatnya. "Cukup Kaila! Kamu udah salah. Jangan coba lari dari tanggung jawabmu," ujar Emran final. Kaila akhirnya pasrah dengan keadaannya. Ia tak mau memperpanjang masalah lagi. Karena biar gimanapun ia membela. Kedua orangtuanya tetap akan membela kakaknya. *** "Bagaimana rasanya? Sakit, ya?" "Aku udah tau dari awal kalau kakak cuman cari-cari simpati dari papa sama mama," sinis Kaila "Heh, makanya jangan coba-coba lawan seorang Dianti. Kau pasti tidak akan menang," sindir Dianti "Kak, ngapain sih sampai kayak gini. Kakak juga yang sakit. Kakak sebenarnya mau apa sih?!" Kaila sangat kesal dengan tingkah Dianti. Kaila tidak habis pikir dengan kakak satu-satunya itu yang melakukan hal itu hanya untuk menjebaknya. "Kau kan tau apa yang paling aku inginkan," ucap Dianti memandang remeh. "Hanya karena kakak mau aku putus dengan Irsyad, sampai mau-maunya menghalalkan segala cara? Aku beneran enggak habis pikir ya sama kakak," ujar Kaila "Itulah aku. Kau enggak tau aja, aku udah cinta sama Irsyad dari sejak kita SMP. Aku enggak ngerti kenapa dia lebih melirik dirimu dibandingkan aku yang lebih dulu mengenalnya," ujar Dianti "Cinta enggak selalu datang ketika dua orang itu lebih dulu saling kenal. Terkadang ada orang yang baru ia kenal, tapi ia udah langsung cinta. Kita enggak bisa menentukan apakah orang itu harus cinta sama orang yang lebih dulu dia kenal atau tidak. Jadi, kakak enggak bisa hanya karena lebih dulu mengenal Irsyad terus harus jadi yang pertama dicintainya." Kaila menjelaskan hal yang seharusnya dimengerti oleh Dianti karena dia tidak bisa salah tanggap mengenai itu. "Kau enggak perlu nasehatin aku, cukup pikirin bagaimana caranya memutuskan hubunganmu dengan Irsyad," tutur Dianti dengan tidak tahu malu. KAILA POV Aku sungguh-sungguh enggak mengerti dengan jalan pikiran kak Dianti. Kenapa ia begitu egois? Bukankah dia kakakku? Harusnya dia senang jika aku senang? Aku enggak tau apakah aku harus menuruti keinginannya karena jujur aku sulit untuk melakukannya. Karena aku sangat mencintai Irsyad. Tapi aku enggak mau dicap sebagai anak durhaka karena permintaan kak Dianti juga permintaan papa sama mama. Ya Tuhan, berikan aku petunjuk bagaimana harus bersikap. Aku bingung apakah aku harus mempertahankan cintaku atau menuruti keinginan kak Dian. *** Hari sudah larut ketika aku pulang ke rumah. Tadi aku di suruh menjaga kak Dianti di rumah sakit. Makanya ia bebas tadi ngomong sama aku. Ya kali, dia mau ngomong kayak gitu di depan papa sama mama. Jadi, sekarang giliran papa sama mama yang menjaga kak Dian. Sungguh lelah tubuh dan pikiranku karena kejadian hari ini. Aku masih tidak bisa menyangka kalau kak Dianti bisa kayak gitu. Padahal dulu ia tidak seperti itu. Jadi, selama ini perlakuannya padaku hanya pura-pura kah? "Apakah aku harus ceritain ke Irsyad atau Dhira ya? Udahlah besok aja, udah larut. Pasti mereka udah tidur juga" KAILA POV END 'crip-crip' Pagi yang cerah dengan suara burung yang menenangkan hati. Tapi, tidak untuk sesosok gadis yang masih bergelung di bawah selimutnya. Pagi memang cerah, tapi hatinya tidak sedang cerah. Ia masih memikirkan kejadian kemarin. Ia masih bingung untuk mengambil sikap. "Udahlah, aku ada kuliah hari ini. Jangan karena kejadian kemarin membuatku jadi malas kuliah. Pokoknya aku harus tetap semangat hari ini." Kaila berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri. Ia berharap hari ini lebih baik dari hari kemarin. Quote of the day: Tinggalkan pikiran yang membuatmu lemah dan peganglah pikiran yang memberi semangat bagimu  ~TBC~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN