"Apa kau enggak menginap aja di sini?" tanya Kaila seraya memeluk tubuh Arcel dengan wajah yang nampak cemberut.
Melihat wajah Kaila yang seperti itu membuat Arcel jadi enggak tega untuk meninggalkan tunangannya itu. Namun, ia harus pergi saat ini. Tadi Tony sudah menghubungi dirinya kalau pria itu sedang menunggunya saat ini. Ia harus membuat sahabatnya itu mengerti dengan apa yang telah ia putuskan.
"Maafkan aku yah sayang. Aku masih ada kerjaan yang mesti aku segera selesaikan. Kau tau kan tugasku sebagai dosen. Aku masih harus merekap laporan kepada rektor nanti," jelas Arcel sambil mengelus pelan pipi tunangannya itu.
Kaila menganggukkan kepalanya paham. Ia tentunya tahu tugas dari tunangannya itu. Tentunya ia tak boleh egois saat ini.
"Ya udah, kau pergi saja. Kau hati-hati di jalan yah," timpal Kaila dengan senyum lebar.
Arcel memeluk erat tubuh tunangannya itu.
"Makasih yah, sayang. Kau sudah mengerti diriku," ujar Arcel
Kaila menganggukkan kepalanya pelan. "Iyah! Aku ini kan tunanganmu. Aku pastinya tetap akan mengerti dirimu. Kau jangan terlalu lelah bekerja yah. Kau harus ingat waktu," balas Kaila
Arcel ikut menganggukkan kepalanya.
"Iyah sayangku. Aku bakal mengingat nasihatmu itu. Kau juga jangan begadang yah," ujar Arcel
"Iyah! Hati-hati di jalan," ucap Kaila sambil melambaikan tangannya pada Arcel.
Arcel pun membalas lambaian tangan Kaila sebelum keluar dari apartemennya Kaila. Walaupun keduanya sudah bertunangan, tetap saja mereka belum bisa untuk tinggal bersama. Karena mereka merasa kalau itu belum pantas.
Selepas perginya Arcel dari apartemennya, terlihat Kaila yang menghela napas kasar.
"Jadi sepi kan. Tapi aku enggak boleh memaksakan kehendak pada Arcel. Dia juga punya kewajiban sebagai dosen. Aku enggak boleh melupakan hal itu," gumam Kaila
Kaila berjalan masuk ke kamarnya. Ia menaruh tas yang ia bawa dan menaruhnya di atas nakas samping ranjangnya. Ia merebahkan dirinya di ranjangnya itu. Menatap ke arah langit-langit di kamarnya.
Ia berpikir kembali tentang anak laki-laki yang ia temui di dimensi lain. Sebenarnya ia juga tak tahu apakah itu dimensi lain atau bukan. Karena ia saja tak mengerti dengan hal yang terjadi waktu itu.
Entah kenapa, ia jadi sering memikirkan anak laki-laki itu. Seketika ia bangkit dari berbaringnya. Kaila menuruni ranjangnya dan berjalan ke arah kamar mandinya.
Ia berhenti lama di depan pintu kamar mandinya itu. Entah kenapa ia jadi ragu untuk masuk ke dalam. Ia berpikir, apakah ia harus masuk ke dalam atau tidak. Apakah saat ia masuk ke dalam, ia akan masuk ke dimensi itu lagi?
Kaila menarik napas yang dalam lalu mengeluarkan perlahan. Ia meraih knop pintu dan membukanya perlahan. Kaila menutup matanya saat masuk ke dalam.
Ia menutup perlahan pintu kamar mandi. Kaila membuka dengan perlahan matanya. Pandangan pertama yang ia lihat adalah area kamar mandinya yang seperti biasa.
Helaan napas kasar ia keluarkan.
"Kenapa aku enggak balik ke sana lagi yah? Apa mungkin itu memang khayalanku aja? Seperti yang dibilang Arcel. Haih, udahlah. Aku mau cuci muka aja deh," gumam Kaila seraya berdiri di depan kaca.
Ia mengambil pembersih wajah yang ada di depannya dan mulai mengusap wajahnya dengan perlahan. Saat asyik mengusap wajahnya itu dengan mata tertutup, tiba-tiba saja kejadian yang mengejutkan terjadi.
***
Sebuah mobil berhenti di area parkiran sebuah gedung apartemen. Setelahnya, seorang pria tampan keluar dari sana. Dialah Arcel, yang saat ini tengah berhenti di depan gedung apartemen. Setelah mengunci mobilnya, ia segera masuk ke dalam sana.
Ia menekan kata sandi pintu apartemen yang memang merupakan apartemennya itu. Saat masuk ke dalam sudah terlihat sosok Tony yang tengah duduk menunggu dirinya.
"Tony?" panggil Arcel seraya duduk di dekat sahabatnya itu.
Tony langsung menatap ke arah Arcel. Arcel seakan tahu arti dari tatapan sahabatnya itu. Ia pun langsung menghela napas kasar.
"Aku tau arti dari tatapanmu itu," ujar Arcel mengangkat satu kakinya.
"Kalau kau udah tau, ya udah. Kau ceritakan padaku kenapa kau melakukan semua ini? Padahal harusnya kau tau apa resiko dari kau melakukan semua ini bukan?" tanya Tony dengan tatapan menyelidiki.
Arcel menarik napas yang dalam sebelum menjelaskan semuanya.
"Hanya satu alasan, karena aku mencintai Kaila. Itu saja," ucao Arcel dengan tatapan serius.
Terlihat Tony yang menatap terkejut pada ucapan sahabatnya itu. Helaan napas kasar kembali ia keluarkan.
"Arcel! Aku hargai rasa cinta itu. Tapi kau seharusnya tau bagaimana kondisi dirimu yang sekarang. Kau bukan Arcel yang dulu lagi. Kondisi dirimu yang sekarang enggak akan memungkinkan dirimu untuk terus berada di sini. Kau tentunya masih ingat kenapa semua itu terjadi," tukas Tony dengan tatapan kesal.
Arcel mengangguk pelan.
"Aku tau semua itu. Aku sudah memikirkan semua ini dengan matang-matang. Aku enggak bisa jauh dari Kaila. Aku enggak bisa tanpa dia, Ton. Kau harus mengerti bagaimana perasaanku," jelas Arcel
Tony mengusap wajahnya dengan kasar.
"Oleh karena aku mengerti perasaanmu, makanya aku kayak gini. Kau harus tau jika kau melakukan ini, waktu kau berada di sini enggak akan lama. Kau sudah mengorbankan satu nyawamu saat itu. Apa kau akan mengorbankannya lagi? Kau akan dihukum karena terlalu melanggar ketentuan yang ada," protes Tony
Arcel bangkit dari duduknya. Ia menatap dengan tatapan tajam pada Tony.
"Aku sudah berapa kali bilang padamu bukan. Kalau aku enggak peduli dengan semua peraturan itu. Aku enggak peduli jika aku harus dihukum karena hal itu. Karena hanya satu tujuanku, Tony. Aku harus melindungi Kaila. Karena dia sudah menjadi tanggung jawabku," jelas Arcel seraya berlalu dari hadapan Tony.
Tony ikut bangkit dari duduknya.
"Apa kau masih belum bisa melupakan kejadian itu?" tanya Tony yang membiat Arcel langsung menghentikan langkahnya.
***
"Hei, lihat wanita itu. Kenapa dia memakai pembersih wajah di tengah jalan? Apa dia gila?"
"Mungkin. Apa dia pikir ini toilet atau apa? Ihh, kayaknya benar-benar gila deh"
Sontak usupan pada wajahnya langsung saja terhenti kala mendengar banyak suara di sekitarnya. Itu tak mungkin bukan? Bagaimana bisa dia mendengar banyak suara sedangkan dirinya ada di kamar mandi saat ini?
Dia tak balik ke dimensi itu lagi bukan? Untuk memastikan hal itu, dengan perlahan ia membuka matanya itu. Sontak ia melebarkan matanya saat melihat banyak orang menatap ke arahnya saat ini.
Kaila mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Ia berada di jalan raya pada sebuah halte. Terlihat orang-orang yang menatap aneh ke arahnya. Kaila terpaku di tempatnya saat ini. Ia berpikir tak mungkin untuknya kembali lagi ke sini. Tapi kenyataan berkata lain.
"Mama!" teriak seorang anak laki-laki di tengah kerumunan orang-orang itu.
Kaila agak terkejut saat melihat sosok anak laki-laki yang selalu muncul di pikirannya akhir-akhir ini.
"K-Kau...."
"Maaf yah semuanya. Saya permisi," ucap anak laki-laki itu seraya menarik tangan Kaila untuk menjauh dari kerumunan orang-orang itu.
"Wanita itu kelihatan masih muda yah. Tapi sudah punya anak"
"Pasti anak dari kehamilan di luar nikah"
Orang-orang langsung menggelengkan kepalanya.
Sedangkan saat ini Kaila masih saja mengikuti anak laki-laki itu membawanya hingga mereka berhenti di sebuah wastafel.
"Ayo, Mama bersihkan wajahnya dulu," ucapnya
Kaila memilih untuk menahan protesnya saat ini karena ia memang harus membersihkan bekas pembersih wajah itu yang mulai terasa perih di matanya.
"Ini"
Anak laki-laki itu memberikan sebuah sapu tangan pada Kaila. Kaila pun menerimanya dan mengusap wajahnya yang basah.
"Okey! Sekarang kau benar-benar harus jelaskan padaku tentang apa yang terjadi saat ini. Karena aku yakin kau tau segalanya," tegas Kaila dengan tatapan serius menatap ke arah anak laki-laki itu.
Anak laki-laki itu nampak ragu menatap ke arah Kaila yang terlihat serius menatapnya itu.
"I-Itu...."
To be continued....