Masalah Yang Selesai

1126 Kata
"Ini semua bermula saat kau dan Arcel pergi ke Bali. Saat itu aku sudah menyusun suatu rencana untuk membawa Davira kembali dalam pelukanku lagi," jelas Tony sambil menatap ke arah Davira yang tersenyum tipis padanya. Sedangkan Kaila yang ada di depan mereka, memerhatikan dengan serius pembicaraan itu. Flashback On "Davira tunggu! Davira!" tahan Tony yang sedari tadi terus mengejar wanita yang selalu menghindari dirinya itu. Davira langsung menghempas tangan Tony hingga terlepas. "Apa lagi sih?! Kau mau menjelaskan apa lagi?! Aku udah bilang untuk berhenti menggangguku lagi. Kita sudah tak punya hubungan apa pun. Jadi sebaiknya kau menyingkir dariku," protes Davira yang kembali berjalan mendahului Tony. Namun, tiba-tiba saja langkahnya langsung terhenti kala sebuah tangan melingkar dengan erat di pinggangnya saat ini. Tentu saja Davira tahu tangan siapa itu. Siapa lagi kalau bukan tangan dari pria yang sedari tadi terus mengejar dirinya. Untuk itu ia agak tertegun dengan hal itu. Tapi ia tak mau menunjukkan ekspresi terkejutnya itu pada pria yang saat ini sedang mememluknya itu. Bisa-bisa pria itu akan semakin percaya diri nanti. Untuk itu Davira berusaha mengontrol degup jantungnya yang agak mengila karena pelukan itu. "A-Apa yang kau lakukan, Tony?! Lepaskan aku!" protes Davira yang berusaha melepaskan pelukan Tony pada pinggangnya. Bukannya melepas, justru Tony malah semakin mengeratkan pelukan itu. "Aku enggak akan lepaskan sebelum kau janji tak akan pergi dulu sebelum aku menjelaskan semuanya," tolak Tony Davira menghela napas kasar. "Tony, ayolah! Jangan kayak gini dong. Aku enggak mau lagi berurusan denganmu. Aku hanya mau sendiri aja. Mending kau pergi aja sana," keluh Davira yang masih bertahan melepaskan diri dari Tony. Namun, Tony tetap saja keras kepala dan tak mau melepaskan pelukannya pada pinggang Davira. "Ya udah, kalau kau enggak mau. Aku juga enggak akan melepaskan pelukan ini darimu. Biar aja kita di sini sampai malam hari," timpal Tony Davira langsung menggeram kesal dengan tingkah laku Tony yang seenaknya saja itu. Ia merasakan pandangan orang yang lewat menuju ke arahnya dan Tony. Ia baru sadar jika mereka saat ini masih terbilang di tempat umum. Dan mereka malah berpelukan seperti ini. "Tony, ayo lepaskan! Kau enggak liat tatapan semua orang pada kita? Ayo lepasin tanganmu ini," keluh Davira yang berusaha melepaskan pegangan tangan itu. "Aku udah bilang enggak mau bukan? Biarin aja mereka melihat kita. Aku enggak masalah sama sekali kok. Lagian, kalau kau enggak kabur dariku, aku juga enggak akan melakukan ini," timpal Tony dengan wajah enteng. Davira kembali menggeram kesal. Tony benar-benar pria yang sangat keras kepala. Setelah berpikir panjang, Davira mengeluarkan napas pasrah. "Okey, aku enggak akan kabur lagi. Kau bisa segera katakan padaku apa yang ingin kau katakan," balas Davira yang akhirnya pasrah dengan kekeras kepalaan dari Tony. Tony yang mendengar hal itu langsung saja berteriak kesenangan. Membuat orang-orang kembali memperhatikan ke arah mereka. Davira menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah Tony yang sudah seperti anak kecil "Tony, jaga sikapmu. Liat orang-orang itu yang malah melihat ke arah kita saat ini," protes Davira dengan alis yang menukik. Tony langsung cengengesan. "Iyah, maaf. Aku terlalu senang sampai berteriak seperti itu. Ya udah, kita bicara di tempat lain aja yah. Di sini lumayan banyak orang," ajak Tony Belum sempat Davira menjawab ajakan itu, tangannya sudah lebih dulu ditarik oleh Tony untuk menjauhi kerumunan itu. Walaupun ia kesal dengan sikap Tony yang langsung mengajaknya seperti tadi, tetap saja dia tahu kalau pria itu melakukannya untuk membuat mereka nyaman saat berbicara empat mata nanti. Tony membawa Davira menuju ke sebuah taman yang agak sepi dengan orang. Di sana mereka terduduk di sebuah kursi. "Okey! Sekarang kau dengarkan semua penjelasanku. Jangan memotongnya selagi aku berbicara. Mengerti?" pinta Tony menatap Davira di sampingnya. Davira langsung menghela napas kasar. "Iyah. Aku mengerti hal itu. Cepatlah katakan," timpal Davira Tony menarik napas yang dalam sebelum mulai menceritakan segalanya. Dia mulai menceritakan asal muasal Andhira yang mulai mengenalnya akibat dari kerja sama yang mereka lakukan dengan perusahaan milik Papanya Andhira. Hingga Andhira yang menaruh perasaan pada dirinya, tanpa ia sadari. "Ja-Jadi, saat aku melihatmu berdua masuk ke restoran itu, sebenarnya kalian tak hanya berdua. Melainkan ada Papanya Andhira di sana?" tanyq Davira Tony menganggukkan kepalanya. "Iyah. Kau tak lihat saja semuanya. Makanya mengira aku dan Andhira hanya berdua saja. Maafkan aku yang tak langsung mengejarmu saat itu dikarenakan aku masih memiliki tugas dari presdirku. Maafkan aku yah," papar Tony sambil menggenggam kedua tangan Davira dengan tatapan bersalah. Davira langsung mengalihkan pandangannya. Ia yang malahan saat ini jadi merasa bersalah dengan pria di depannya ini. Ia sudah salah paham selama ini. Ia menundukkan kepalanya sejenak, kemudian menatap tepat ke arah wajah Tony. Ia menggelengkan kepalanya pelan. "Ini tentunya bukan salahmu tau. Aku yang salah karena sudah tak mempercayaimu. Harusnya aku bisa mengontrol emosiku saat itu. Aku harusnya tak menyalahkanmu atas kesalahan yang tak kau perbuat sama sekali. Aku yang harusnya minta maaf padamu," timpal Davira yang tak kuasa menahan air matanya yang mulai jatuh bebas. Tony menggelengkan kepalanya pelan. Ia menghapus air mata pada wajah Davira. "Kau jangan menyalahkan dirimu lah, Dav. Ini juga bukan salahmu. Siapa saja yang ada di posisimu, pasti akan melakukan hal yang sama. Jangan terbebani dengan hal itu," balas Tony Davira mengangguk pelan. Dengan cepat ia memeluk erat tubuu Tony. Tony pun membalas pelukan itu tak kalah erat. Sungguh, Davira begitu rindu dengan kehangatan dari pelukan Tony. Flashback Off Suara tepuk tangan yang cukup keras terdengar kala Tony baru saja menghabiskan ceritanya. Sosok Arcel datang menghampiri mereka dengan senyum yang lebar. "Arcel?! Kau datang ke sini? Kapan?" tanya Kaila yang agak heran karena tak menyadari kehadiran sang tunangan. Arcel terkekeh pelan. "Bagaimana kau tak menyadarinya jika kau saja terlihat fokus pada ceritanya Tony. Oh ya, Tony, akhirnya kau melakukannya dengan baik. Sudah seharusnya kau mengatakan itu pada Davira. Lihat kan, masalahmu langsung selesai," jelas Arcel sambil menatap ke arah Tony. Tony menganggukkan kepalanya pelan. "Yah, kau benar tentang itu. Makasih atas sarannya," timpal Tony dengan senyum yang lebar. Kaila maupun Davira langsung menatap penasaran pada pasangan mereka. "Apa maksud dari perkataan kalian itu?" tanya Kaila "Sebenarnya aku sudah menyuruh Tony untuk langsung menjelaskan alasan dari masalahnya itu. Tapi dia saja yang tak mau. Dia mengatakan tak ingin memberitahu Davira karena tak mau membuat wanitanya itu jadi malah terbebani," ungkap Arcel Sontak Davira langsung menatap ke arah pacarnya itu. Senyum yang lebar terbit di wajahnya itu. "Kau ini bisa aja yah. Tapi betul kata Kak Arcel, mending kau memberitahuku alasan ini dari dulu. Aku jadinya enggak perlu banyak marah padamu," timpal Davira "Iyah, sayang. Maafkan aku yah. Aku janji lain kali enggak mengulangi hal ini," balas Tony sambil mengelus wajah Davira dengan lembut. Kaila tersenyum senang melihat keduanya yang jadi berbaikan saat ini. Ia jadi senang melihat sahabatnya yang sudah tak akan sedih lagi karena masalah yang menimpanya. "Sebaiknya kita pergi saja dari sini" To be continued....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN