bc

The Sheikh's Scandal

book_age18+
139
IKUTI
1K
BACA
time-travel
age gap
goodgirl
sweet
bxg
betrayal
secrets
kingdom building
ancient
gorgeous
like
intro-logo
Uraian

Keana Deidra, gadis 22 tahun dari London yang menjadi seorang Wedding Planner. Hidupnya baik-baik saja sampai suatu malam menemukan seorang pria tinggi dan gagah dengan garis wajah bagai bangsawan negeri gurun, mengetuk pintu apartemennya. Pria itu mengaku, ia berasal dari Kerajaan Ghaliah di tahun 1560.

keputusannya untuk menyelamatkan pria itu justru telah mengubah segala hidupnya. Kekuatan mistis muncul hingga membuka gerbang dimensi lain dan terjadinya distorsi ruang dan waktu.

Ketika terbangun, Keana sudah berada di Kerajaan gurun pasir yang indah dan menakjubkan. Kerajaan yang berjaya pada abad 16. hal yang harus dia lakukan adalah, mencari keberadaan Zayed Ali Alsheiraz yang telah membawanya ke masa lima abad silam.

Di Ghaliah, Keana tahu bahwa Zayed adalah seorang Emir. Bertemu dengan no Zayed dan Rasyad yang merupakan dua pangeran bersaudara. Ketika Keana menjadi kekasih rahasia sang Sheikh, Rasyad mengajukan pernikahan dengan Keana. siapakah yang akan ia pilih? Zayed yang memiliki tatapan dingin dan kelam, atau Rasyad yang memiliki tatapan hangat dan bersahaja?

chap-preview
Pratinjau gratis
Chapter 1
Suara gemuruh angin bersama dengan butiran-butiran pasir kuning yang memenuhi udara menjadi satu-satunya latar di tempat itu. Padang pasir berbukit yang sangat luas sejauh mata memandang, dengan teriknya sinar matahari yang berada tepat di atas kepala dan membawa bayangan kecil. Suara-suara tarikan napas, embusan kasar dan kesiap pelan menjadi latar suara lainnya. Pemandangan padang pasir yang indah itu telah menjadi mimpi buruk bagi siapa pun yang menyaksikannya. Darah, pedang, tombak, anak panah, dan tubuh-tubuh berbaju besi dengan leher tergorok, seluruh tubuh bermandikan darah menjadi pemandangan yang mengerikan. Bau amis darah bersama dengan pasir-pasir kuning yang dibanjiri pekatnya darah juga kuda-kuda yang mengikik dan mati. “Emir, pasukan kita menang,” kata seorang pria dengan pakaian dan topi besi, memegang pedang melengkung yang dipenuhi darah. Sosok yang dipanggil Emir atau Pangeran hanya berdiri di tengah mayat yang bergelimpangan, hanya memandang jauh dengan sorot tajam dan dingin, seakan panasnya padang pasir dengan terik matahari yang menyilaukan tidak mengusiknya. Matanya memandang jauh, pada perbukitan pasir di mana musuh berlutut dengan pedang dari pasukannya berada di leher mereka. Sosok itu sangat dingin, tak tersentuh dan begitu agung. Mata amber yang sangat indah, seakan transparan oleh sinar matahari, bulu mata panjang dan lebat menambah keindahannya dengan alis hitam dan tebal. Bibirnya yang sedikit tebal mengetat tipis, dengan rahang yang sangat kokoh berbalut topi besi yang melindungi kepalanya sampai dagu. Hidungnya mancung dengan tulang pipi yang tegas, dahi lebar dan kokoh seakan semuanya terpahat dengan begitu indahnya. Tubuhnya tinggi tegap dengan dibalut pakaian besi yang penuhi darah. Di tangannya tergenggam pedang melengkung dan besar yang berlumuran darah hingga menetes dan bergumul dengan pasir. “Kita kembali ke ibu kota, Ayaz,” katanya kemudian. Pria yang dipanggil Ayaz oleh sang Pangeran hanya mengangguk. “Baik, lantas bagaimana dengan musuh yang masih hidup?” “Meski mereka kembali dalam keadaan hidup ke Kerajaan mereka, tapi mereka akan dihukum mati oleh Raja. Kita sudah menduduki kota ini dan mendapatkannya, biarkan mereka hidup di kota ini dan berikan jaminan agar tidak melarikan diri.” “Emir, kita tidak bisa melakukannya. Itu sangat berbahaya karena kemungkinan mereka akan melarikan diri atau menyusun strategi untuk mengambil kembali kota Baihan ini,” sanggah Ayaz. Sang Pangeran memandang kembali pada mayat-mayat dari musuh bercampur pasukannya yang telah gugur dalam peperangan dengan Kerajaan tetangga untuk memperebutkan suatu wilayah. Semua ini sudah menjadi pemandangan yang biasa, dan bahkan ketika usianya masih delapan belas tahun ia sudah pergi ke medan perang. Seorang Pangeran kedua yang menjadi ahli strategi dan panglima perang di Kerajaan Ghaliah. “Prajurit kita banyak yang gugur di medan perang, kita berikan pemakaman yang layak untuk mereka,” ujar sang Pangeran. “Baik, Emir.” Ayaz pun undur diri dan berlalu dari hadapan Pangeran. Sang Pangeran berbalik dan menatap barisan prajuritnya yang telah berjuang untuk merebut kembali wilayah kekuasaan Kerajaan Ghaliah yang pernah direbut dulu. Dengan kearogansian yang begitu kental, ketegasan dan juga wibawa yang tak diragukan. Mata tajamnya menelusuri, semua prajurit yang masih menunggu perintahnya dengan patuh. Wajah-wajah dan tubuh mereka terluka, dipenuhi darah. Kelelahan dan juga kesedihan bercampur dengan kebahagian atas kemenangan mereka di medan perang. Angin panas dan kering di padang pasir membawa butiran-butiran pasir ke udara, mengibarkan panji-panji kerajaan Ghaliah yang berwarna hitam dengan lambang bulan sabit dan bintang juga tulisan ‘Al Ghaliah’ dalam aksara arab. “Saudara-saudaraku, kalian telah berjuang untuk merebut tanah milik Ghaliah kembali. Kalian telah memenangkan tanah milik kita kembali. Tidak akan ada yang bisa merebut tanah milik kita selama aku masih hidup!” Pangeran berteriak dengan lantang dan tangan menggenggam pedang yang diacungkan ke udara. Seruannya, disusul dengan seruan lantang dari semua prajuritnya yang masih tersisa dan berdiri kokoh dengan wajah penuh kebahagiaan. Menyerukan nama sang Pangeran dan kerajaan mereka. Dengan senyum simpul yang sangat jarang diperlihatkannya, sang pangeran menghela napas lega memandang para prajuritnya. “Dengan nyawa dan darahku, aku akan melindungi Kerajaanku,” gumamnya. Ayaz yang diperintahkan untuk membantu pemakaman bagi puluhan ribu prajurit pun kembali padanya dengan napas terengah-engah. Wajahnya berkeringat dan senyum simpul terpatri. “Emir, Sultan memerintahkan Anda untuk kembali ke istana secepatnya,” ujar Ayaz. “Kabar kemenangan pasukan kita sudah sampai ke istana dengan cepat. Pemilihan Putra Mahkota akan segera diumumkan, dan––“ “Kita kembali malam ini,” potong sang Pangeran. “Baik.” Sheikh Zayed Ali Al-sheiraz bin Ahmed Al-sheiraz adalah pangeran kedua dari Kerajaan Ghaliah yang terkenal dengan keindahan padang pasir dan tatanan kotanya yang memiliki arsitektur terindah. Diapit oleh gurun pasir dan pegunungan, juga samudera. Pangeran Zayed menempati posisi tertinggi dalam militer sebagai Panglima tertinggi, yang selalu memimpin dalam peperangan sejak usia delapan belas tahun. Ibunya adalah Ratu Ameera Al Falah, wanita yang terkenal sangat cantik, adil dan berbudi luhur. Tak seperti pangeran pertama yang mendapat kemewahan di istana karena sangat berbakat di bidang sastra, Pangeran Zayed justru menjadi singa di medan perang yang akan mengaum dengan lantang untuk memukul mundur musuhnya. Menghabiskan sebagian masa mudanya di dalam militer hingga saat ini berusia 33 tahun. Dingin, keras, berbahaya dan juga penuh perhitungan adalah sosoknya. Disegani, disanjung dan sangat dihormati karena selalu membawa kemenangan di medan perang dan mendamaikan masyarakat dari ketakutan. Sosok yang dielu-elukan rakyat untuk menjadi penerus Kerajaan Ghaliah. *** Setelah menempuh perjalanan dua hari satu malam, Pangeran Zayed tiba di ibu kota Kerajaan Ghaliah yang bernama Altaawus. Istana Ghaliah dilindungi dengan benteng-benteng yang sangat kokoh dan tinggi, hingga tak bisa ditembus. Dijaga oleh begitu banyak prajurit yang berjaga secara bergilir. Ketika tiba di gerbang istana yang terbuat dari baja yang berukiran kepala macan, dua penjaga segera memberi salam hormat kepada Pangeran Zayed. “Assalamu’alaikum,” ujar Pangeran Zayed dari atas kudanya, sambil memberi salam. Ia melompat turun dari kuda diikuti oleh Ayaz. “Wa’alaikumsalam, Zayed Emir,” ujar dua penjaga serempak. Pangeran Zayed menjulang tinggi di depan istana dengan tubuh tegap dan begitu gagah tanpa baju zirah dan pedangnya. Dengan mengenakan dishdasha berwarna biru dengan bordiran sederhan di kerah dan sepanjang garis pakaiannya. Dishdasha merupakan pakaian terusan sampai lutut atau mata kaki yang dipadu dengan celana berwarna senada. Di kepalanya ada turban berwarna putih yang menutupi sebagian rambut cokelat gelapnya yang dipotong pendek. Semuanya semakin memperlihatkan penampilannya sebagai orang biasa, jauh dari kesan seorang Pangeran. Pangeran Zayed lebih menyukai hal-hal yang sederhana, namun penuh dengan tantangan. Bibirnya mengetat tipis dan tatapan tajamnya seakan tak bisa ditembus. Aura maskulin dan kepemimpinan menguar kuat, membuat beberapa pelayan istana yang melihat berbisik-bisik mengagumi, meski sangat dilarang untuk mengagumi seorang Pangeran di dalam istana. 

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.9K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook