14

1067 Kata
Tidak selamanya menjadi artis itu bahagia. Hal itu dirasakan langsung oleh Jenni yang selain harus membagi waktu antara kuliah dan jam syutingnya. Untungnya, tempat syuting Jenni kebetulan ada di Bandung. Jenni sebenarnya bisa memilih universitas khusus yang biasa dimasuki para artis, atau bahkan sebenarnya tidak perlu kuliah segala karena dirinya sudah mendapatkan pekerjaan yang banyak orang inginkan. Namun, Jenni memilih untuk kuliah karena baginya pendidikan adalah hal yang utama. Terlebih, dia sengaja kuliah di kampus umum karena ingin merasakan jadi orang biasa. Tapi, tetap saja sulit. Siang ini pun, Jenni menjadai tontonan banyak orang yang berlalu lalang di kampus. Padahal tiga bulan sudah berlalu, tapi sepertinya para mahasiswa di sini masih belum terbiasa melihatnya. Soalnya, di saat bersamaan Jenni kuliah di sini, acara sinetronnya yang baru juga sedang ramai diperbincangkan. “Waah, sulit ya jadi Jenni, ke mana-mana dilihatin terus.” Ayano menyadari berbagai pasang mata yang melihat ke arahnya setiap kali mereka berjalan berdua. “Iya, untung anak-anak kelas internasional biasa aja. Kalau mereka kayak gitu juga aku bakal sulit dapat teman.” Jenni menghela napas. Meski berkata begitu, sebenarnya di kelasnya pun masih ada beberapa yang menganggap Jenni sebagai artis, bukan teman sekelas. Hal ini memang tidak bisa dihindarkan. Jenni beruntung Ayano tidak kenal dia sebelumnya, jadi bisa bersikap biasa saja. “Tapi Saga keren ya, dari awal ketemu sampe sekarang dia gak ada kaget-kagetnya tiap ketemu aku. Malah suka ngejek-ngejek. Maksudnya, aku ini artis, loh!” Ayano tertawa-tawa mendengarnya. Saat ini, Jenni sedang duduk-duduk di beranda kampus menunggu giliran untuk melakukan praktikum embriologi. Jenni satu kelompok dengan Ayano, Kevin, Tito, dan juga Aisyah. “Eh, eh, lihat ada Saga.” Ayano menunjuk Saga yang sedang berjalan ke arah mereka. “Oh iya, asik… kerjain ah.” Jenni sudah bersiap-siap. Saga sedang berjalan ke sini bersama Sisil dan Tiara. Ketiganya baru saja pulang dari koperasi dan hendak pergi ke kelas mereka. “Uhum… ciee pacarnya ada dua.” Jenni berkata saat Saga berjalan melewati Jenni dan kawan-kawannya. Saga terkaget karena tidak tahu bahwa di sana ada Jenni dan Ayano. “Bukan dua, tapi tiga. Lu kan juga pacar gua.” Dengan pedenya, Saga berkata demikian. Sisil dan Tiara langsung mencubit pipi Saga karena mengaku-ngaku sebagai pacar mereka. Sementara Jenni tertawa ngakak. “Yang ini pacarmu juga bukan?” Jenni menunjuk Ayano yang duduk di sebelahnya. Raut wajah Saga seketika berubah, begitupun dengan Ayano. “Iya, Ayano juga pacar gua. Semua cewek di kampus ini pacar gua, termasuk ibu-ibu kantinnya, puas?” Jenni tertawa lagi. Dia senang Saga selalu bisa diajak bercanda. Sementara itu, Ayano mencubit tangan Jenni. “Jangan bilang begitu, Saga. Saga harus setia sama satu perempuan.” Ayano menatap serius, takut Saga benar-benar melakukan hal itu. “Iya Ayano, tadi itu cuma bercanda. Mana mungkin aku pacaran sama orang satu kampus, nanti kalau kencan gimana? Malah disangka mau tawuran.” “Benar juga.” Ayano juga tertawa mendengarnya. Sementara itu, Sisil dan Tiara tampak begitu gugup saat berdekatan dengan Jenni. Terutama Sisil yang memang sangat mengidolakan Jenni. “Jenni, semalem aku nonton Bandung When the Flowers Bloom, loh. Kamu keren pisan aktingnya.” Sisil memuji dengan sungguh-sungguh. Bandung When the Flowers Bloom adalah acara TV yang tayang setiap hari Sabtu dan Minggu. Jenni sengaja memilih acara TV itu agar jadwal syutingnya lebih sedikit. “Ahahaha, makasih. Kamu suka nonton?” “Iya, suka banget! Aku baca novelnya soalnya. Pas tahu kalau tokoh Leona teh diperanin sama kamu, aku teh excited pisan. Kamu teh—” Sisil benar-benar bahagia bisa berbicara langsung dengan Jenni. Dia hampir kelepasan mengatakan bahwa Jenni adalah artis favoritnya, tapi tidak jadi karena malu. “Kemu teh apa?” Jenni bertanya. “Kamu teh hebat pisan pokoknya!” Sisil memberikan jempol padanya. “Ahahaha, makasih ya Sisil.” Sisil tambah senang karena Jenni ternyata ingat namanya. “Jenni, maaf kalau minta yang aneh-aneh, boleh minta foto gak?” Tiara tiba-tiba berkata. “Eh? Tiara kamu bilang apa? Gak boleh atuh!” Sisil panik. Ini adalah permintaan foto yang kesekian kalinya dari para mahasiswa di sini. Jenni biasanya menolak karena alasan privasi, tapi hari ini dia memperbolehkan. “Ahahaha, santai aja. Karena kalian berdua temennya Saga, jadi boleh deh kita foto bareng. Tapi jangan berduaan, ya. Langsung bertiga.” Betapa bahagianya Sisil dan Tiara saat mendengar jawaban dari Jenni. Mereka bersyukur datang ke tempat ini bersama Saga. Dengan segera, Tiara pun menyerahkan ponselnya pada Saga. “Saga, fotoin buruan!” ucap Tiara dengan memaksa, tidak ingin melewatkan kesempatan emas ini. “Iya, iya.” Sisil dan Tiara pun langsung duduk di sebelah Jenni yang sedang memakai jas lab. Jenni duduk di tengah, dan Sisil serta Tiara mengambil tempat di sebelahnya. “Baik, satu, dua, cekrek, udah nih.” Hasil jepretan Saga sangat bagus meski hanya satu kali percobaan. Memotret memang termasuk salah satu bakat terpendam Saga, namun dia tidak suka dengan kegiatan itu. “Makasih ya Jenni!” Sisil mengucap terima kasih. “Makasih banyak.” Tiara juga mengucap terima kasih. “Aku juga minta fotonya dong. Kirimin ke nomorku, ya. Ini nomornya.” Jenni menunjukkan nomor di ponsel pintarnya. Sisil dan Tiara terkaget. “Eh, gapapa kasih nomormu ke kita?” “Gapapa, ini nomor khusus teman kampus, bukan nomor pribadi.” Sisil dan Tiara akhirnya sama-sama menyimpan nomor Jenni dan langsung mengiriminya pesan. Dalam hati, mereka tambah senang karena bisa menyimpan nomornya artis. “Makasih Jenni!” “Iya sama-sama.” Jenni tersenyum. Alasan Jenni memberikan nomornya pada Tiara dan Sisil sebenarnya agar bisa berhubungan dengan mereka semisal nomor Saga tidak bisa dihubungi. Tapi tentu saja tidak Jenni katakan pada mereka. “Saga, lu gak mau foto sama gua? Ayo, kapan lagi.” Jenni menggodanya. “Yaudah, ayo, biar lu seneng.” “Eh?!” Saga menjawab di luar dugaannya. Jenni pikir Saga akan menolak dan balas dengan mengejek, tapi dia malah menerima dengan senang hati. Entah mengapa Jenni malah merasa tidak siap. “Eh, saya juga mau di foto dong. Ayo bareng-bareng.” Ayano ikut berbicara. Jenni tersenyum. “Iya, ayo kita foto bareng-bareng. Sini Saga, cepetan.” Jenni lalu menyerahkan ponselnya pada Tiara untuk meminta di memotret dirinya bersama Saga dan Ayano. Jenni duduk di tengah, sementara Saga dan Ayano ada di sebelahnya. “Baiklah, aku fotoin ya. Satu, dua, tiga, cekrek.” Meski hasil jepretannya tidak sebagus milik Saga, tapi itu sudah cukup membuat Jenni senang. “Nanti kirimin ke nomorku ya, Tiara.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN