39

1512 Kata
(Masa lalu Gaida) Gaida baru saja memberi bekal makan siang ala bento pada Heru. Isi bekal makanan itu adalah telur gulung, sosis, katsu, saus teriyaki, dan tentu saja nasi yang hangat. Gaida menata serapi mungkin makanan itu agar terlihat cantik. Memberi bekal makan pada seorang laki-laki dengan ala bento, rasanya Gaida seperti berada di Jepang. Gaida senang Heru mau menerima bekal makan yang Gaida beri. Gaida tidak sabar ingin mendengar pendapatnya soal rasa makanan tersebut. Berpacaran sejak kelas dua SMP, Gaida sangat tahu soal Heru. Kedua orang tuanya bekerja di Malaysia sebagai TKI. Heru sudah ditinggal mereka sejak kelas 1 SMP. Sejak saat itu pula, Heru mulai mandiri dan merawat adik-adiknya sendirian. Mereka berbagi tugas merawat rumah bersama-sama. Heru mungkin tidak terlalu tampan, tetapi otaknya yang jenius tidak perlu diragukan lagi. Bersama Kevan, namanya sudah tidak asing di kalangan sekolah sebagai dua murid paling jenius. Mendengar begitu mandirinya Heru, Gaida merasa kagum sekaligus iba. Dibanding Gaida yang berkeluarga utuh dengan segala macam fasilitas, keluarga Heru sepertinya tidak makmur. Mereka harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, cuci baju sendiri, cuci sepatu sendiri, masak nasi juga sendiri. Padahal mereka masih sekolah. Berbeda jauh dengannya yang segala urusan rumah tangga dikerjakan oleh ART. Bagi Gaida, mungkin Heru dan adik-adiknya seperti menderita karena dituntut untuk mandiri sejak dini. Tapi, melihat senyuman Heru yang selalu mengembang setiap hari, sepertinya dia baik-baik saja. Heru sepertinya sudah menangani permasalahan rumah tangganya dengan baik. Terlebih, nilai-nilainya itu 100 semua. Bagaimana bisa? Gaida yang belajar sama guru les aja mentok-mentok dapat nilai 90. Itu pun jarang. Bagaimana bisa dia sejenius itu? Ah, omong-omong soal jenius. Di kelas Gaida ada satu lagi yang sejenis. Namanya Kevan Hardiyanto. Dia tipe laki-laki yang paling Gaida benci. Tipe laki-laki tampan dan populer yang digandrongi para gadis. Kebalikan dari Heru. Kevan dan Heru bagai dua sisi dalam satu koin. Sama-sama jenius tapi jauh berbeda. Jika Heru adalah sisi terang, maka Kevan adalah sisi gelapnya. *** Guru fisika yang sedang menerangkan, tiba-tiba terdiam. Ia melihat ke arah bangku yang berada paling belakang. Gaida segera menoleh dan melihat Kevan sedang membenamkan kepalanya di atas meja. Dia tertidur. "Ardi, bangunin temen sebangkumu." Pak Iwan menyuruhnya. Ardi pun menggebrak-gebrak tubuhnya. Atensi seluruh murid kini tertuju pada bangku yang paling belakang. Dalam hati, Gaida hanya menahan kesal. Gaida merasa kasihan pada Pak Iwan yang sudah berusaha menerangkan sebaik mungkin. Orang itu akhirnya terbangun. "Kevan, bangun ya. Bapak tau kamu pinter, tapi tolong perhatiin Bapak sebentar. Masa tiap pelajaran Bapak kamu tidur sih?" Kevan memang sering tidur saat jam pelajaran. Tapi, untuk pelajaran fisika, dia sama sekali tidak pernah bangun. Pak Iwan yang sebenarnya ingin berinteraksi dengan Kevan serasa tidak dihargai. "Gua gak butuh ilmu dari lu. Molor doang gua bisa dapat nilai seratus." Kevan kembali membaringkan kepalanya. Gaida benar-benar emosi. "KEVAN!!! YANG SOPAN KALAU NGOMONG!!! DIA ITU GURUMU!!!" Teriakannya keluar begitu kencang. Gaida yakin kelas sebelah pun mendengarnya dengan jelas. Tapi, Gaida tidak peduli. Kevan benar-benar keterlaluan! Gaida keluar dari bangku lalu menjewer telinganya. "CEPET MINTA MAAF SAMA PAK IWAN!!!" Kevan meringis kesakitan lalu menepis tangannya. "Apa sih lu? Mentang-mentang ketua kelas seenaknya aja jewer telinga orang. Sakit tau." Kevan mengelus-ngelus telinganya. "MAKANYA YANG SOPAN SAMA GURU!!!" Gaida hendak menjewernya lagi namun Kevan segera menepis. “Ah!!! Kenapa aku teriak-teriak di kelas kayak gini???!!! Ahh!!! Ini salahmu Kevan!!!” batin Gaida. Gaida malu karena berteriak dengan keras. Lala sampai takut melihatnya. Rasanya seperti bukan Gaida saja. Ah, tidak, ini memang Gaida yang sesungguhnya. Gaida hanya tidak menunjukkannya pada semua orang. "Pak." Kevan menatap Pak Iwan. "Bapak guru fisika, kan? Mau gak Bapak ngelawan saya?" "Maksud kamu?" Pak Iwan menatapnya. "Kita adu pinter. Siapa yang lebih pinter antara saya sama Pak Iwan. Kalau Pak Iwan menang, saya gak bakal tidur lagi deh, janji." Merasa tertantang, Pak Iwan tersenyum. "Boleh. Ayo, gimana cara mainnya?" "Kita kerjain soal ujian SBMPTN Fisika taun 2013. Yang lebih cepet selesai dan banyak bener menang. Saya belum pernah ngerjain kok, Pak. Tenang aja. Saya gak bakal curang kalau urusan pelajaran. Gimana?" "Soal SBMPTN mah kegampangan. Mau gak Bapak mintain ke dosen buat bikinin soal fisika anak universitas? Berani gak?" Pak Iwan balik menantang. "Yaudah, terserah Bapak. Kapan?" "Bentar, Bapak-" "Pak." Heru memotong. Suaranya tidak keras, tapi dapat terdengar dengan jelas. "Iya, apa Heru?" "Gak usah repot-repot SMS dosen, Pak. Si Kevan mah cuma omong doang. Kalau Kevan adu pinter fisika sama Bapak, ya pasti menang Bapak lah. Udah Pak, gak usah diladenin." Kevan melirik ke arah Heru. "Apa sih lu? Ganggu urusan orang aja." Heru lalu mengeluarkan sebuah kertas buram dari dalam tasnya. Ia menghampiri bangku Kevan dan menjatuhkan kertas itu di atas mejanya. "Nih, gua bawa soal ujian SBMPTN Fisika taun 2013. Lawan gua aja, berani gak?" Murid-murid yang mendengar langsung bersorak memberi dukungan. Tidak pernah Gaida lihat Heru berkata sebegitu percaya dirinya. Ia biasanya selalu merendah kalau membahas soal kepintaran. Gaida melihat sisi lain pacarnya hari ini. Dia keren. "Lu itu emang orang aneh, ya? Bisa-bisanya bawa soal ujian SBMPTN. Oke, gua terima tantangan lu." "Ok. Kalo gua menang, lu harus sujud di depan Pak Iwan dan minta maaf. Terus, lu juga gak boleh tidur lagi pas pelajaran fisika. Berani?" Heru menantangnya. Dia juga mengatakan pada Kevan bahwa dirinya belum pernah mengerjakan soal ujian tersebut. Jadi, ini pertandingan yang adil. "Siap. Tapi, kalo gua yang menang. Lu harus jadi babu gua selama seminggu. Berani?" "Ok, gua gak takut." Murid-murid bersorak. Ini taruhan gila. Gaida sebenarnya ingin menghentikan taruhan gila mereka, tapi melihat Heru yang begitu percaya diri, suaranya tidak bisa keluar. "Lo punya kertas ujiannya gak?" tanya Heru. "Gak." Heru mengambil kertas itu lalu berbicara pada Pak Iwan. "Pak, izin fotocopy sebentar, ya." "Ah, iya silakan." Pak Iwan mengangguk. Gaida sempat melihatnya. Kertas buram itu masih bersih. Tidak ternoda kotretan atau gambar-gambar aneh dikala gabut. Soal di kertas itu masih benar-benar bersih seperti baru dicetak. Heru pasti merawat kertas soal itu dengan baik. "Pak Iwan gimana dong ini? Pelajarannya dilanjut kapan?" Gaida bertanya padanya. Pak Iwan hanya tertawa. "Bapak cukupkan saja untuk hari ini. Bapak penasaran siapa yang lebih pinter antara Heru sama Kevan." Murid-murid pun langsung bersorak kegirangan karena jam pelajaran fisika yang masih tersisa satu jam dikosongkan. "Tapi jangan ribut." Pak Iwan menempelkan telunjuknya di bibir. Sekembalinya Heru dari tukang fotocopy, mereka berdua langsung mengambil tempat duduk bersebelahan. Teman sebangku mereka pindah untuk sementara. Ini mungkin akan mendebarkan. Kevan dan Heru yang sama-sama rangking satu umum, sekarang akan saling berhadapan di ruangan yang sama. Gaida tidak tahu siapa yang akan menang, tapi Gaida berharap lebih pada pacarnya. "Bapak yang akan jadi jurinya. Yang lebih dulu selesai dan lebih banyak menjawab soal benar dia yang menang. Waktunya tiga puluh menit. Kalian mengerti?" Pak Iwan menatap keduanya. Keduanya mengangguk. Kevan yang tadi mengantuk sekarang terlihat serius. Sedangkan Heru masih terlihat tenang seperti biasa. Gaida belum pernah melihat Heru berwajah serius. Dia gak bisa serius ya? "Mulai!" Keduanya mulai melihat soal dan membuat kotretan pada secarik kertas. *** Setengah jam berlalu, keduanya menyerahkan kertas jawaban pada Pak Iwan karena waktu sudah habis. Pak Iwan mulai memeriksa jawaban mereka. Dari bangkunya, Kevan terlihat risih. Ia menyentak-nyentakan sepatu ke keramik. Sepertinya ada soal yang dia jawab dengan salah. Sedangkan Heru... dia menyantap bekal makan yang Gaida buat. "Heru, jangan makan dulu! Masih ada guru!" Heru yang sudah mengunyah telur gulung, kembali menutup kotak makanan itu. "Oh iya iya, maaf, lupa, hehe." Entah mengapa Gaida tidak bisa marah kalau Heru yang berbuat salah. "Gimana rasanya?" tanya Gaida. "Enak... banget." Heru mengacungkan jempol. "Waah, makasih." Gaida tersenyum padanya. Kevan yang melihat pemandangan ini langsung berkomentar. "Dih, bucin. Mati aja sana." Gaida hanya memelototi wajahnya. Kevan langsung memalingkan pandangan. Tak lama, Pak Iwan membagikan kertas hasil pertandingan tersebut. "Imbang," ucapnya. Kevan menohok sedangkan Heru menghela napas. "Heru betul 10 dari 15 soal, Kevan juga sama." Setelah diperiksa, 5 soal yang Heru jawab salah ternyata Kevan jawab benar. Begitupun sebaliknya, 5 soal yang Kevan jawab salah berhasil Heru jawab dengan benar. Harus Gaida akui keduanya benar-benar jenius. "Anjir, bego banget gua. Masa salah lima, sih?" Kevan menggaruk-garuk kepalanya. "Syukurlah cuma salah lima." Heru mengusap d**a. Gaida pun menatap keduanya. "Lalu siapa yang menang? Kalian beresnya bareng. Soal yang dijawab bener juga sama. Gimana dong?" Kevan mengangkat tangan. "Gua yang kalah. Gua udah berani nantang Pak Iwan, tapi lawan Heru aja gak menang. Berarti Pak Iwan emang lebih pinter dari gua. Gua yang kalah." Kevan lalu bersujud di bawah kaki Pak Iwan. "Pak, maafin saya. Saya udah ngomong kasar sama Bapak. Saya memang gak tahu diri. Mulai tahun depan saya gak bakal tidur lagi pas pelajaran Bapak. Saya janji." "Jangan taun depan! Mulai besok!" Gaida menjewer telinganya lagi. "Iya, iya, becanda dikit napa. Serius amat jadi ketua kelas." Sungguh. Anak ini benar-benar menyebalkan. Untung saja di kelas ini ada Heru. Kalau tidak, dia pasti bertingkah seenaknya. Setelah itu, masalah selesai. Pak Iwan memaafkan Kevan. Sayang sekali Pak Iwan guru yang ramah. Padahal seharusnya si Kevan dihukum aja di tengah lapangan! Bel istirahat pun berbunyi, murid-murid IPA 1 mulai keluar dari sarang. Saat itu, Gaida tidak sengaja bertubrukan dengan seorang lelaki dari XI IPA 2.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN