5 - Misi Pertama
Ketika kau mulai khawatir akan seseorang
Kau juga harus mulai mengkhawatirkan perasaanmu kepadanya
“Ini adalah misi pertama kita,” kata Brianna seraya membagikan berkas berisi informasi tentang misi mereka besok malam, lalu ia mengirimkan gambar dari komputernya ke monitor besar di depan meja rapat. “Malam ini, aku akan melihat kondisinya di lokasi, dan ...”
“Aku akan melakukannya,” sela Brian, membuat Brianna menatapnya tajam. “Aku akan pergi ke tempat perjudian gelap itu dan memberitahukan situasinya pada kalian besok.”
“Sudah kubilang, aku yang akan pergi dan melakukannya,” Brianna berkeras.
“Tapi kau ini ...”
“Jika kau berani menyebutku perempuan ...”
“Tapi kau memang perempu ...” Teriakan kesakitan Brian kemudian menarik perhatian ketiga pria lainnya.
Mereka meringis melihat hidung Brian berdarah karena tinju keras Brianna.
“Aku sudah menyelidiki kasus ini selama sebulan terakhir,” tegas Brianna. “Informasi yang sekarang ada di tangan kalian, adalah hasil penyelidikanku. Jadi jangan remehkan aku hanya karena aku perempuan.”
Brian mengusap darah dari hidungnya dengan hati-hati, masih menatap Brianna dengan kesal. Brian hanya mengungkapkan kenyataan tentang dirinya yang seorang perempuan dan dia membuat hidung Brian berdarah. Gadis mengerikan ini ...
“Dan perlu kalian tahu, bahkan tanpa kalian pun, aku bisa menyelesaikan misi ini,” angkuh Brianna. “Selama sebulan terakhir ini, aku sudah melakukannya dengan sangat baik, sendirian.”
Brian menyipitkan mata. “Sendiri? Kau sendirian menyelidiki lokasi perjudian itu?”
Brianna mengangguk angkuh. “Tak ada yang bisa kupercaya di sini, jadi ...”
“Apakah Direktur tahu tentang ini? Tentang penyelidikanmu?” selidik Joe.
Brianna berdehem. “Direktur tidak tahu jika aku pergi ke lapangan sendiri,” akunya. “Tapi itu tidak penting karena ...”
“Itu menjadi penting sekarang,” sela Brian. “Jika malam ini kau berkeras pergi ke tempat itu lagi, sendirian, kurasa ayahmu tidak akan membiarkanmu. Bahkan dia mungkin akan berpikir ulang tentang memasukkanmu ke dalam tim ini.”
Mata Brianna menyipit berbahaya ke arah Brian.
“Malam ini, aku dan Brian akan pergi ke sana,” Joe memutuskan.
Brianna mengepalkan tangannya, tampak geram.
“Dan sekarang, kau bisa mulai menjelaskan apa saja yang perlu kami tahu tentang perjudian ini,” lanjut Brian santai, terlalu santai hingga membuat Brianna mentapnya penuh dendam.
***
“Aku tidak percaya gadis itu benar-benar pergi ke tempat ini sendirian,” dengus Brian seraya mengamati kegiatan di gedung pabrik yang sudah tak terpakai di depan sana.
“Dia juga berhasil mendapatkan informasi yang detail dan tepat meski dia sendirian,” sahut Joe.
Brian mengangguk. “Gadis macam apa dia?” gumamnya. “Apa dia tidak punya rasa takut?”
Joe mendengus geli. “Aku masih merasa ada yang janggal pada Brianna.”
Brian mengerutkan kening. “Apakah menurutmu dia adalah sang Mata Kegelapan?”
Joe terdiam sejenak sebelum menjawab, “Mungkin saja.”
Brian menatap ke depan, ke arah orang-orang yang baru datang dengan sebuah van hitam. Dari informasi Brianna, perjudian ini dilakukan setiap hari, tapi di tempat berbeda, dan orang-orang yang berbeda di setiap tempatnya. Ada empat tempat yang biasa mereka gunakan. Entah darimana gadis itu bisa mendapatkan informasi tentang tempat yang tepat malam ini. Bahkan, dia sudah tahu di mana lokasi perjudian besok.
“Apakah dia sang Mata Kegelapan?” gumam Brian.
***
“Semuanya tepat,” Brian memberitahu rekan-rekan timnya. “Penjagaan di depan gerbang, lalu keadaan di pintu masuk. Semua dijaga ketat. Aku dan Joe juga sudah memeriksa lokasi kita malam ini. Bekas gudang di daerah perbukitan.”
“Tapi Brianna, apa kau yakin Goblin tidak pernah datang?” Joe memastikan.
Brianna menggeleng. Goblin adalah panggilan untuk pemimpin para bandar itu. “Tapi aku pernah melihatnya mengawasi dari luar. Hanya sekali, dan saat itulah aku mengambil gambarnya, seperti yang sudah kalian lihat. Dia sangat berhati-hati dan aku tidak punya bukti jika dia ada di belakang semua ini. Dari hasil penyelidikanku, dia juga terlibat dengan beberapa kasus lain. Tapi untuk saat ini, jika kita bisa mendapatkan dia di misi ini ...”
“Apakah dia akan datang?” sela Gading.
Brianna mengangguk. “Aku sudah memastikan itu,” sahutnya mantap. “Karena aku masuk ke lingkungan mereka, aku punya sumber yang tepat untuk itu. Malam ini, karena ada seseorang yang penting di tempat itu, dia akan datang untuk menemani orang itu. Kudengar, mereka akan memperluas perjudian gelap ini. Dan itu berarti, kita bisa menangkap dua target sekaligus. Jika rencanaku berjalan lancar ...”
“Rencanamu?” kali ini Brian yang menyela.
“Tentu saja,” sahut Brianna tanpa keraguan. “Seperti sebelumnya, hari ini aku juga akan masuk. Kali ini, aku akan memakai kacamata perekamku. Sebelumnya, aku tidak bisa melakukan itu karena kecerobohan sedikit saja bisa membuat kedokku terbongkar. Karena itu malam ini, kalian lindungi aku dan ...”
“Apa maksudmu?” Brian menatap Brianna waspada.
“Bukankah sudah jelas? Aku sudah tahu keadaan di dalam dan ...”
“Kau tidak bisa pergi sendiri dan menyuruh kami berempat hanya menunggu di luar seperti pecundang!” bentak Brian.
Brianna menegakkan tubuhnya. “Aku tidak ingin kalian mengacaukan rencanaku.”
Rega tampak ragu. “Brian ... maksudku, Brianna ... jika Direktur tahu bahwa kau ...”
“Kenapa Direktur harus tahu?” Brianna menatap Rega. “Kita sudah mendapat izin untuk semua rencana dalam misi kita sejak awal tim ini dibentuk. Kita bertanggung jawab langsung kepada Direktur NDA, dengan laporan. Untuk rencana, kita bisa menggunakan rencana apa pun.”
“Dan sejak kapan kau berhak memutuskan semua itu?” sinis Brian.
“Aku adalah ketua tim khusus ini,” jawab Brianna angkuh.
Brian bahkan tak merasa perlu menahan dengusannya.
“Sekali lagi kau meremehkanku, kau benar-benar akan menyesal.” Brianna menatap tepat ke mata Brian.
Brian membalas tatapan gadis itu. “Begitupun denganmu, Brianna.”
Keduanya saling menatap penuh dendam.
“Hentikan, kalian berdua,” Joe menengahi. “Kita harus bekerja sama sebagai tim, bukannya berdebat seperti ini. Karena Direktur sudah memberikan kepercayaan sepenuhnya pada tim ini, kita akan memutuskan ketua tim untuk masing-masing misi. Dan untuk misi kali ini, karena Brianna lebih mengenal kondisi di lapangan, aku setuju dia memimpin misi kali ini. Lagipula, dia sudah menyiapkan rencana ini dengan matang.”
Brian melotot ke arah Joe. Bagaimana bisa dia ...
“Aku setuju,” Rega bersuara.
Gading menatap Brian, tampak menyesal, tapi dia berkata, “Untuk misi kali ini, kurasa Brianna lebih tahu.”
Brian mengepalkan tangan, berusaha menahan amarah. “Bagaimana bisa kalian membiarkan seorang ...”
“Sejak kapan seorang perempuan tidak boleh menjadi pemimpin?” sela Brianna cepat. “Jangan begitu kolot, Brian.”
Brian menatap Brianna dengan amarah tertahan. Suaranya terdengar seperti geraman ketika ia berbicara, “Lakukan apa pun yang kau suka, Ketua.”
Brianna tersenyum puas dan mengangguk. “Tentu saja.”
***
Dalam misi pertama mereka itu, target mereka adalah pemimpin bandar perjudian gelap dan tamu pentingnya. Penggerebekan yang mereka lakukan sebelumnya dengan banyak anggota selalu berakhir dengan kegagalan karena informasi penggerebekan selalu bocor. Tapi kali ini, mulai saat ini dan seterusnya, hanya mereka berlima yang akan bergerak.
Begitupun dengan misi kali ini. Empat dari kelima agen itu bersembunyi di balik semak-semak, mengawasi gudang tua yang berada seratus meter di depan mereka. Sementara salah seorang dari mereka, Brianna, berada di salah satu van hitam yang melaju menuju gudang tua itu, dan diparkir di samping gedung tua itu.
“Bagamana situasinya?” Joe bertanya pada Gading yang sedang memantau kamera yang terpasang di kacamata Brianna.
“Dia sudah turun dari van bersama penjudi lainnya, dan akan memasuki gudang,” beritahu Gading.
“Begitu target muncul, kita harus bersiap. Pastikan melumpuhkan penjagaan tanpa membuat banyak keributan. Jangan sampai kita mengacaukan misi kali ini,” pesan Joe.
Ketiga agen lainnya mengangguk. Gading sudah bersiap menyimpan ponsel yang digunakannya untuk memantau Brianna ketika ia melihat sesuatu yang aneh. Gudang itu dipenuhi para penjaga. Dan, tidak ada Goblin di sana.
“Tunggu,” Gading menahan teman-temannya ketika mereka hendak bergerak.
“Ada apa?” Rega menoleh ke arahnya.
“Sepertinya kali ini rencana kita bocor, lagi,” beritahu Gading seraya menatap rekan-rekannya. “Brianna dalam bahaya.”
Gading menunjukkan gambar situasi di dalam gudang, di mana para penjudi satu-persatu diperiksa. Tidak akan ada masalah jika saja salah satu dari penjaga itu tidak membawa selembar foto bersamanya.
“Kurasa mereka sudah mengenali Brianna saat ia melakukan penyelidikan,” duga Rega.
“Jika memang begitu, tidakkah terlalu beresiko jika mereka menunggu sampai sekarang? Kecuali, jika informasi tentang penyelidikan Brianna bocor baru-baru ini dan mereka sengaja menjebak Brianna,” geram Brian. “Joe, kita harus segera mengeluarkan Brianna dari sana.” Brian menatap Joe, meminta persetujuan.
Joe masih menonton rekaman dari kacamata Brianna, keningnya berkerut. “Penjagaan di luar juga ketat. Ada banyak penjaga di sana. Brianna pasti sudah celaka begitu kita selesai dengan penjaga di luar. Dia juga tidak membawa senjata.”
“Kalau begitu, kalian berdua masuk saja ke gudang dan selamatkan Brianna. Aku dan Rega akan menghadapi yang di luar,” saran Gading.
Joe tampak tak terlalu suka. “Tidak. Jumlah mereka terlalu banyak. Brian akan bersama kalian dan aku ...”
“Tidak,” Rega membantah. “Penjagaan di dalam juga sama ketatnya. Yang terpenting saat ini adalah membawa Brianna keluar dari sana.”
Joe tampak ragu, tapi kemudian dia mengangguk. “Aku dan Brian akan masuk dan secepat mungkin membereskan penjaga di dalam. Sampai kami datang, bertahanlah,” katanya seraya menepuk bahu Gading dan Rega, sebelum memimpin mereka untuk bergerak ke arah gudang.
***