6 - Dangerous Step

1837 Kata
6 - Dangerous Step Bahaya datang Tanpa menunggumu untuk siap   “Aku tidak pernah sekacau ini sebelumnya,” keluh Joe saat ia dan Brian melewati penjaga di luar untuk merangsek masuk ke dalam gudang. “Rega dan Gading bisa ...” “Kita tidak punya pilihan lain,” sela Brian. “Mereka harus bertahan. Tapi jika Brianna melawan semua orang itu sendirian, dia mungkin akan terluka. Harus kukatakan padamu, misiku, selain untuk mengungkap identitas sang Mata Kegelapan, adalah menjaga keselamatan Brianna. Aku sudah berjanji pada ayahnya.” Joe terkejut mendengarnya. “Astaga ... dengan apa sekarang kita terlibat?” Brian mendengus geli seraya menendang penjaga di pintu gudang, membuat penjaga itu terlempar keras ke arah pintu kayu yang lebar hingga pintunya menjeblak terbuka. Suara teriakan kaget dari dalam menyambut mereka. Para penjudi masih di sini. Sementara di tengah gudang, Brianna berdiri di sana dikepung belasan atau mungkin puluhan penjaga yang ada di dalam ruangan. “Jika kalian ingin selamat, segera tinggalkan tempat ini,” suara Brian memenuhi ruangan itu. Mendengar itu, para penjudi kocar-kacir meninggalkan gudang, mengosongkannya hingga hanya ada Brianna, Brian, Joe dan lawan-lawan mereka. “Bagaimana bisa ...” Brian mendengar suara geram Brianna, “yang ini gagal juga?!” Di akhir kalimat kesalnya itu, Brianna melompat dan menghajar dua pria sekaligus dengan tendangan keras. Gadis itu lantas berputar untuk menghadapi serangan berikutnya. “Lumayan juga dia,” gumam Brian sebelum ia sendiri bergabung dalam perkelahian itu. Brian langsung waspada ketika beberapa dari mereka mengeluarkan senjata tajam dan juga pistol. Dia harus segera melumpuhkan orang-orang ini sebelum Brianna terluka. Brian melihat Joe menghajar tiga orang sekaligus dengan tendangan berputarnya. Yah, leher mereka pasti akan sakit setelahnya. Brian menghindar ketika sebuah pisau terarah ke dadanya. Ia menangkap lengan lawannya, menjatuhkan pisaunya, lalu mematahkan tangannya, sebelum melemparnya ke lantai gudang. Ia melompat ke pria berjas hitam yang mengarahkan pistolnya ke arah Brianna, merebut pistolnya, lalu membuat pria itu pingsan dengan dua tinju kerasnya. Namun ketika Brian berbalik untuk menghadapi lawan lainnya, ia melihat salah seorang dari pria berjas hitam itu membawa pisau dan berjalan ke belakang Brianna yang masih sibuk menghadapi empat pria di hadapannya. Ketika Brian hendak menghampiri Brianna, dua orang lawan sudah berdiri di depannya, salah satunya memegang pistol. “Aku tidak punya waktu untuk kalian,” keluh Brian seraya melompat tepat saat pria yang membawa pistol itu menembakkan pistolnya. Brian mendaratkan tendangan tumit di punggung lawannya yang bersenjata, membuatnya tak sadarkan diri seketika. Lawannya yang tersisa menyerangnya dengan tinju, tapi Brian berhasil menangkap tinjunya dan memutar tinju pria itu. Pria itu berteriak kesakitan. Brian melepaskan tangan pria itu, untuk kemudian memukul wajah pria itu dengan sikunya. Tak jauh di depannya, Brianna mengumpat saat salah satu pukulan lawannya mendarat di wajahnya, sementara pria lainnya mengarahkan pistol ke Brianna. Brian menembak pria itu sebelum dia menembakkan pistolnya. Brian kembali mengumpat ketika Brianna terlambat menyadari kehadiran lawannya yang lain yang sudah mengarahkan pisau ke arah punggungnya. Karena lawannya itu terlalu dekat dengan Brianna, menembaknya akan beresiko mengenai gadis itu. Brianna tampak terkejut ketika ia melihat kehadiran lawannya itu. Untungnya Brian berhasil menarik Brianna tepat pada waktunya, meski kemudian ia merasakan lengannya tergores. “Hanya pengecut yang menyerang dari belakang,” geram Brian seraya menendang pria itu dengan keras, membuatnya terjengkang. Brian melepaskan Brianna untuk menghajar pria itu. Setelahnya, ia membantu Brianna membereskan lawannya yang lain. Di ujung ruangan, Joe tampak menguasai lawan-lawannya sendirian. Brian tak pernah khawatir dengan Joe jika menghadapi orang-orang seperti ini. Begitu Brian dan Brianna menghajar lawan terakhir mereka, Joe berteriak pada mereka, “Bantu Rega dan Gading!” Brianna tampak ragu, tapi Brian mengangguk dan menarik Brianna bersamanya saat meninggalkan gudang itu. Brian mendengar suara tembakan di belakangnya, disusul suara tembakan lain. Brian mengumpat ketika melihat Gading membungkuk di atas tanah berumput, sementara tak jauh darinya, Rega juga tampak kelelahan menghadapi lebih dari sepuluh orang lawan, dan keduanya sudah tak membawa pistol mereka. Gading dan Rega memang sudah menjatuhkan belasan orang, tapi di depan mereka ini masih ada lawan yang jumlahnya kurang lebih sama dengan yang sudah dijatuhkan Rega dan Gading. Untungnya mereka juga sudah tidak ada yang membawa pistol. Tampaknya mereka sama-sama kehabisan peluru. Brian melepaskan Brianna untuk menolong Gading saat lawan Gading mengangkat kayu ke arah Gading. Tendangan Brian membuat pria itu terlempar. Brian membantu Gading berdiri. “Mereka ... tidak ada habisnya ...” Gading terengah. “Kulihat juga begitu,” Brian meringis. “Maaf aku terlambat.” Gading tersenyum tipis. “Apakah keadaan di dalam aman? Joe ...” “Dia akan membereskan sisanya. Hanya tinggal delapan orang di dalam tadi,” beritahu Brian. “Apa? Joe pasti sudah kelelahan. Kau harus ...” “Dia akan baik-baik saja,” sela Brian. “Mereka bukan lawan yang cukup sulit.” Gading ternganga. Dia sudah kelelahan dan babak belur tapi Brian berkata bahwa mereka bukan lawan yang sulit. Yah, setidaknya bagi Brian dan Joe, mereka bukan lawan yang sulit. “Sebenarnya, di mana tempat penugasanmu sebelumnya?” tanya Gading penasaran. Brian melirik Gading sekilas. “Di kota sebelah, dengan gedung yang tidak semengerikan di sini,” jawab Brian tanpa menatap Gading. “Tapi kurasa, lawan kita ini hebat juga,” lanjutnya berdusta. Gading mengangkat alis. “Kau bilang mereka bukan lawan yang cukup sulit.” Brian berdehem. “Bagi Joe,” sebutnya. “Bagiku, ini sama melelahkannya,” ia merendah. Gading hendak bertanya lagi, tapi lawan mereka sudah menyerang. Brian maju lebih dulu dan menghadapi lawannya. Ketika lawan yang lain hendak menyerangnya, Gading menghadang orang itu. “Jangan memaksakan diri,” Brian mengingatkan. “Di saat seperti ini, kita harus bertahan hingga kita tidak mampu, kan?” balas Gading seraya menerjang dua lawan yang menyerang mereka. Brian tersenyum. Untuk seorang agen IT, Gading benar-benar kuat. Ketika dua lawan yang lain hendak menyerang Gading, Brian menghadang mereka, dan dengan tendangan berputar yang terarah ke kepala, dia menjatuhkan kedua lawannya sekaligus. Beberapa meter dari Brian dan Gading, Brianna sedang membantu Rega. Brian menjatuhkan lawannya dengan lebih cepat ketika melihat bibir Brianna berdarah. Sementara di sebelahnya, Rega juga sudah babak belur. Mereka sudah kelelahan sementara mereka terdesak oleh delapan orang. Lawan mereka ini memang bukan lawan yang mudah sebenarnya, tapi juga tidak terlalu sulit. Hanya saja, jumlah mereka terlalu banyak. Brian tak punya banyak waktu. Ia mengeluarkan pistolnya dan bergerak cepat menghabisi empat orang lawan yang dilewatinya. Tiga dari delapan orang yang mengepung Brianna dan Rega melihatnya dan segera berlari ke arahnya, menyerangnya. Brian menangkap tinju lawan pertamanya, menarik lengan lawannya itu ke punggungnya, membuatnya berteriak kesakitan. Ketika lawan kedua datang, Brian melemparkan lawan pertamanya ke arah lawan keduanya, lalu melompat dan mendaratkan tendangan keras tepat di perut lawan pertamanya, membuat kedua lawannya jatuh ke tanah. Dan saat lawan ketiga datang, Brian menunduk menghindari tinjunya, lalu berbalik dan menendang kaki lawannya hingga jatuh. Begitu melihat Rega dan Brianna bisa menghadapi lima orang sisanya, Brian kembali membantu Gading dengan tiga lawan terakhirnya. Tepat ketika Brian dan Gading menjatuhkan lawan terakhir mereka, Joe keluar dari gudang, menghajar salah satu lawan Brianna, menjatuhkannya hanya dengan satu tinju mematikan di perutnya. Tak lama kemudian, Brianna dan Rega juga sudah menjatuhkan lawan terakhir mereka. “Kita ... dijebak ...” Brianna tersengal. “Misi kita ... bocor ....” Joe dan Brian bertukar tatapan. Ada kemungkinan salah satu dari mereka bertiga adalah sang Mata Kegelapan. Tapi, siapa? *** “Lenganmu terluka?” suara Joe terdengar terkejut saat Brianna masuk ke ruang rawat gedung. Brianna berjalan ke sofa di sudut ruangan tanpa suara sembari terus mengawasi Brian yang duduk di atas tempat tidur di tengah ruangan, sementara Joe berdiri di sebelahnya, mengawasi lengan Brian yang terluka. “Benarkah?” Brian mengikuti tatapan Joe yang mengarah ke lengan kirinya. “Oh, aku sempat merasakannya tadi. Tapi tidak terlalu parah sepertinya.” Joe mendengus. “Kau juga tidak mudah terluka sebelumnya.” Brian meringis. Di depannya, Joe tak tampak terluka sedikit pun. Dia yang berhasil melewati perkelahian tadi tanpa terluka. Brianna menatap lengan kiri Brian dan seketika teringat ketika Brian menariknya tadi. Brian menyelamatkannya dari pisau lawan, tapi dia terluka. “Hanya luka kecil,” ucap Brian seraya menepuk lengannya. “Yeah, hanya luka kecil. Dan akan sembuh dengan sendirinya jika kau pukul-pukul seperti itu,” sindir Joe. Brian tertawa. “Kau semakin menyebalkan, Joe.” Brianna mendesah pelan. Joe dan Brian adalah agen khusus di SIA. Mereka sudah menjalani banyak misi, terjun di banyak pertempuran. Kemampuan mereka tidak perlu lagi diragukan, tapi melihat Brian terluka karena dirinya ... yah, itu mengusiknya. Brian bukan orang yang menyenangkan bagi Brianna. Bahkan baginya, Brian adalah pengganggu. Namun pria itu malah terluka karena menolong Brianna. “Biarkan mereka mengobatimu.” Joe mengedikkan kepala ke ruangan sebelah, tempat Gading dan Rega sedang diperiksa dan diobati. Brian mendengus. “Tidak perlu. Aku akan mengobatinya sendiri nanti.” “Brian ...” “Daripada kau mengomel terus seperti itu, sebaiknya kau segera melaporkan kegagalan kita ini pada Direktur,” Brian memotong. Joe mendesah lelah. “Jika nanti lukanya parah, aku sendiri yang akan menyeretmu kembali kemari,” katanya seraya meninggalkan ruangan itu. Brianna heran ketika Joe bahkan tak menyadari kehadiran Brianna di sofa di sudut ruangan. Brianna menatap punggung Brian ketika pria itu menghela napas berat, lalu dengan cuek berbaring di atas tempat tidur. Dua detik kemudian, tiba-tiba Brian menoleh ke arahnya. “Oh, kau di sini?” Brian tersentak bangun, tampak terkejut. Brianna mengangguk. “Aku ... sudah selesai diperiksa,” beritahunya. “Apakah ada yang parah?” Brian turun dari tempat tidur dan menghampirinya. Brianna menggeleng cepat. “Hanya ... lecet saja,” beritahunya. Mengejutkan Brianna, Brian membungkuk di atasnya. Pria itu bahkan tak merasa perlu meminta izin ketika menarik dagu Brianna dan mengawasi lecet di bibir Brianna. “Ini akan memar,” gumam Brian. “Aku tahu,” balas Brianna seraya menepis tangan Brian dan memundurkan tubuhnya. Brian mendecakkan lidah kesal. “Ayahmu pasti akan sangat khawatir.” Mendengar Brian menyebut ayahnya, mata Brianna menyipit waspada. Ia mengingat-ingat pertarungan tadi, ketika Brian menolongnya di gudang. Juga ketika Brian menolongnya saat ia dan Rega sudah kelelahan dan terdesak tadi. “Apa ini ulah ayahku?” tebak Brianna. Brian mendesah lelah. “Ayahmu hanya mengkhawatirkanmu.” “Bukan berarti dia bisa memperlakukanku seperti anak kecil yang tak bisa apa-apa!” bentak Brianna marah. “Dia hanya mengkhawatirkanmu, jangan berlebihan,” dengus Brian. Brianna menatap pria itu penuh kebencian. Jadi ini karena ayahnya. Ayahnya pasti berbicara pada Brian dan meminta pria itu untuk mengawasinya. Brian mendesah lelah seraya berdiri tegak. “Brianna, kau mungkin hebat dalam penyelidikan. Tapi di lapangan, kau mungkin bertemu dengan lawan yang jauh lebih tangguh darimu. Mereka ...” “Aku tidak lemah!” teriak Brianna marah seraya berdiri. “Dan mulai sekarang, jangan pernah menolongku lagi! Aku tidak butuh bantuanmu!” Setelah mengatakan itu, Brianna berjalan ke pintu, terkejut ketika menyadari Rega, Gading dan bahkan Joe, sudah berdiri di sana dan tampak penasaran menatapnya. Mengabaikan mereka, Brianna melewati mereka dan meninggalkan ruangan itu dengan amarah memuncak. Brianna tidak lemah. Ia paling benci jika ada orang yang terluka karena dirinya. Itu mengusiknya. ***   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN