bc

Maharani

book_age16+
1.1K
IKUTI
5.1K
BACA
goodgirl
dare to love and hate
CEO
drama
bxb
office/work place
illness
secrets
like
intro-logo
Uraian

Maharani tahu, tidak ada jalan termudah yang bisa dia lakukan untuk bertahan hidup. Terbiasa melakukan semuanya sendiri membuat Rani mengerti arti kehidupan yang sebenarnya.

Selama ini Rani berusaha untuk tegar, mencoba baik-baik saja di hadapan banyak orang. Hinaan, cacian, makian, kepedihan. Semuanya sudah pernah Rani rasakan. Rani selalu menutup hatinya. Hingga Ardhan, CEO di perusahaan tempat Rani bekerja selalu berusaha untuk mendapatkan hati perempuan itu. Namun, Rani cukup tahu diri, dia bahkan merasa tak pantas berada di samping Ardhan. Kehidupan mereka jelas berbeda bagaikan langit dan bumi. Namun, bukankah keduanya akan saling melengkapi?

Sedangkan orang tua Ardhan menginginkan putra semata wayangnya untuk segera menikah. Sampai pada suatu titik ketika Rani mencoba untuk membuka hati, justru ada luka yang diam-diam menyelinap masuk. Rani memilih berganti arah, tak ingin lagi terluka pada hal yang sama. Namun ternyata, semesta tidak ingin Rani larut dalam keterpurukannya.

©2020 Wyffa Jessica

Dia adalah Maharani.

chap-preview
Pratinjau gratis
Part 1
Ardhan: Saya tunggu di parkiran untuk makan siang, Ran. Maharani menghela napas mendapat pesan yang dikirimkan oleh Ardhan—CEO di perusahaan tempat Rani bekerja—beberapa menit yang lalu. Rani melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Dengan cepat Rani merapikan berkas-berkas ke lokernya. Hari ini pekerjaannya benar-benar padat dan sibuk. Jika tidak mendapatkan pesan dari Ardhan mungkin Rani masih sibuk dengan pekerjaannya. Namun, Rani harus segera menemui bosnya itu karena jika tidak, bisa dipastikan Ardhan yang akan menghampiri Rani. Rani tidak ingin rekan-rekan kerjanya berasumsi yang tidak-tidak kepadanya dan juga Ardhan. Maka dari itu, Rani lebih baik mengalah dan segera menemui Ardhan. Jujur saja Rani merasa tidak nyaman ketika Ardhan berusaha mendekatinya. Ardhan terus mengganggunya, mengajaknya jalan-jalan, mengirimkan pesan setiap hari, meneleponnya setiap malam, bahkan menyatakan perasaannya kepada Rani padahal masih banyak perempuan yang sederajat dengannya. Rani tidak habis pikir dengan jalan pikiran bosnya itu. Mengapa harus Rani? "Maaf, Pak saya baru baca pesan dari Bapak." Rani membungkukan tubuhnya sedikit ketika sudah berada di hadapan Ardhan yang berdiri di mobilnya. Pasti bosnya itu sudah menunggu lama. Masa bodo, lagi pula siapa yang suruh menunggu dan mengajak Rani untuk makan siang? "Yuk!" Ardhan masuk ke dalam mobil, sedangkan Rani celingukan seperti maling yang takut ketahuan lalu cepat-cepat masuk ke dalam mobil Ardhan. "Masih nggak nyaman sama saya ya, Ran?" Rani menoleh cepat, mengerjapkan matanya mendengar pertanyaan Ardhan. Rani hanya tersenyum sebagai jawaban. Sebisa mungkin dia harus tetap memiliki sopan santun terhadap atasannya. Rani tidak ingin memanfaatkan rasa suka Ardhan kepadanya agar dia bisa naik jabatan meskipun Ardhan sudah menawarkannya berulang kali. Bukan Rani menolak, tapi Rani merasa bahwa tawaran Ardhan hanya semata-mata karena dia menyukai Rani. "Akhir pekan besok kamu ada acara? Saya mau ajak kamu jalan. Mau ya, Ran?" Rani meringis mendengar ajakan Ardhan, apa yang harus dia katakan lagi untuk menolaknya. Bahkan Rani sudah kehabisan alasan menolak ajakan Ardhan untuk jalan dengannya. Rani berdeham, mencoba mentralkan kegugupannya untuk menjawab Ardhan. "Alasan apalagi, Ran?" Ardhan menoleh dan tersenyum kecil melihat Rani. "Sibuk sama kerjaan? Reuni? Arisan temen-temen kamu? Ada acara keluarga?" Ardhan bahkan sudah hapal betul alasan demi alasan yang selalu Rani katakan untuk menolak ajakannya. Ardhan mengerti, mungkin Rani butuh waktu. Namun, sudah beberapa bulan ini hanya dalam hitungan jari saja Rani mau menerima ajakannya. Rani selalu sibuk membuat alasan padahal Ardhan tahu Rani berbohong. Rani tersenyum lebar menampilkan deretan giginya sembari menggaruk pelipis—seperti anak kecil yang ketahuan maling cokelat di dalam kulkas oleh ibunya. "Anu ... itu, Pak—" "Saya 'kan udah bilang, jangan panggil Pak kalau kamu lagi jalan sama saya." Rasanya Rani ingin tenggelam saja. Ardhan selalu membuatnya mati kutu. Ardhan selalu tahu apa yang akan Rani katakan. Rani hanya berharap bahwa Ardhan akan berhenti mengejarnya. "Iya, Pak. Eh—Ardhan." Ardhan tersenyum geleng-geleng kepala. Di saat banyak perempuan yang menginginkannya, tapi Ardhan justru memilih untuk bersama Rani. Memperjuangkan perempuan itu agar bisa menjadi pendamping hidupnya. Meski berulang kali Ardhan mendapat penolakan yang sama dari Rani, tapi Ardhan tetap akan menunggunya. "Gimana?" Ardhan menoleh lagi. "Mau ya, Ran?" *** Mata Rani tak lepas dari desaign restoran klasik yang terlihat mewah. Rani menyapu seluruh pandangannya, dia hanya menemukan beberapa pasangan yang sedang makan siang. Ardhan langsung duduk ketika seorang pelayan menunjukkan meja untuk mereka membuat Rani hanya mengikutinya. Hanya butuh waktu beberapa menit, makanan yang Ardhan pesan sudah datang padahal Rani belum juga memesan makanan. Sepertinya Ardhan sengaja memesan restoran ini untuk makan siang mereka. Rani masih sibuk memerhatikan seisi restoran, pasti semua menu di restoran ini harganya mahal. Ah, tidak. Mahal untuk Rani, tapi biasa saja bagi Ardhan. Jelas, Rani tahu betul siapa Ardhan. Kekayaan dan aset yang keluarga Ardhan miliki jauh dibandingkan dengan apa yang dia miliki saat ini. "Dimakan, Ran." Mata Rani membelalak ketika melihat sebuah kue cokelat, makaron, spaghetti, dan steak berjejer di hadapannya. "Banyak amat, Pak? Untuk siapa?" "Kamu." Ardhan menyuapkan steak ke mulutnya, sedangkan Rani masih geleng-geleng kepala dengan makanan sebanyak ini untuk dirinya. Melihat Rani yang masih diam saja, Ardhan mengambil piring berisi steak milik Rani lalu memotongnya menjadi bagian-bagian kecil. "Langsung makan, Ran." Ardhan menyodorkan piring berisi steak yang sudah dia potong-potong kecil agar memudahkan Rani untuk memakannya. Tidak bisa Rani pungkiri bahwa perlakuan Ardhan kepadanya memang romantis, tapi terkadang Rani selalu berpikir bahwa Ardhan berlebihan memperlakukannya. "Makasih, Pak." Jika sudah begini, Rani tidak bisa menolak lagi. Lagi pula Rani juga tidak merasa sia-sia makan bersama Ardhan karena sudah pasti dompetnya aman tak perlu mengeluarkan uang. Keduanya sibuk menikmati makan siang. Baru kali ini Rani makan siang dengan steak. Biasanya Rani selalu membeli nasi bungkus di rumah makan sederhana bersama rekan kerjanya, dia hanya perlu mengeluarkan uang lima belas sampai dua puluh ribu saja untuk makan. Namun kali ini, Rani tidak yakin dengan harga makanan yang dia makan. Lidah Rani juga tidak biasa dengan makanan mewah seperti ini, rasanya terlalu mahal di lidah Rani. Ah, memang kehidupan orang kaya jauh berbeda dengannya yang biasa saja. Rani memotong kue cokelat dan memakannya. Kuenya benar-benar lembut sekali, bahkan Rani tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa kuenya karena sudah pasti enak. Di saat sedang menikmati kue, Rani menemukan sebuah cincin di dalam kuenya. Rani menatap Ardhan yang kini menatapnya. "Kenapa?" Ardhan justru bertanya membuat Rani semakin bingung. Rani mengangkat cincin yang dia temukan di dalam kue dan menunjukannya ke hadapan Ardhan meminta penjelasan. "Nggak usah jawab sekarang juga gapapa. Saya akan tunggu kamu." Melihat raut wajah Ardhan yang berubah serius membuat Rani menyodorkan cincin itu kepada Ardhan. Perasaan Rani benar-benar bingung, dia tidak tahu harus bagaimana lagi menolak Ardhan. "Saya nggak bisa." "Ran," Ardhan menyodorkan kembali cincin ke hadapan Rani. "Nggak usah dijawab sekarang, saya tahu kamu butuh waktu." Rani tetap menggeleng. "Berapapun waktu yang kamu kasih buat saya, itu nggak akan bisa buat saya berubah pikiran." Mendengar hal itu membuat Ardhan menghela napasnya. Ardhan menegak air di hadapannya hingga tandas lalu matanya beralih menatap Rani lekat. "Berapa cara lagi yang harus saya lakukan supaya kamu percaya sama saya, Rani?" "Nggak perlu, Ardhan. Saya nggak bisa, maaf." Ardhan mengembuskan napasnya gusar, beberapa detik menatap Rani tanpa suara. "Saya belum nyerah, Ran. Saya akan tunggu kamu." ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sekretarisku Canduku

read
6.6M
bc

Hubungan Terlarang

read
513.1K
bc

Super Psycho Love (Bahasa Indonesia)

read
88.6K
bc

Call Girl Contract

read
338.9K
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
486.9K
bc

PERFECT PARTNER [ INDONESIA]

read
1.3M

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook