Mutiara Zahra Ar Rayyan
Jum'at petang, di penghujung hari. Tepatnya pukul 17:00 di tanggal 31 Agustus 2012, bertepatan dengan tanggal 13 Syawal. Seorang bayi perempuan mungil lahir ke tengah hiruk pikuk dunia. Mengakhiri segala kegelisahan yang dirasakan pasangan muda itu. Aisyah dan Rayyan.
Mutiara Zahra Ar Rayyan.
Itulah nama bayi mungil yang kini berada dalam pelukan hangat ibundanya, Aisyah.
Air mata haru penuh syukur menghiasi momen istimewa itu.
Tentu saja.
Bagi Aisyah dan Rayyan bahkan itu lebih dari sekedar momen istimewa. Jika ada kata yang memiliki arti lebih dari sangat istimewa, maka itu pun sepertinya belum cukup menggambarkan betapa bersyukurnya pasangan ini atas hadiah terindah dari Rabb-nya itu.
Setelah ia menunggu kehadiran sang buah hati lebih dari 40 minggu masa kehamilan sang istri. Bahkan dokter menganjurkan untuk dilakukan operasi SC sejak satu minggu yang lalu.
***
Last week ago...
"Aisyah, kenapa kamu masih belum juga melahirkan, si Hani baru saja melahirkan semalam..." Pertanyaan yang lebih mirip kalimat berita dari Rukayah, ibunya Aisyah.
"Mungkin sebentar lagi Umi. Masing- masing kan punya waktunya sendiri- sendiri..." Sahut Aisyah. Berusaha tenang. Meski sebenarnya ia pun di rundung ke khawatiran yang sama.
"Kapan taksiran lahirnya?" Kejar Rukayah.
"17 Agustus umi..." lirih Aisyah.
"Astagfirullah Aisyah, sudah lewat satu minggu itu. Kenapa kamu gak cek ke dokter spesialis saja?" Rukayah kaget.
"In Syaa Allah besok Umi, diantar Mas Rayyan.." Sahut Aisyah.
Tak bisa di pungkiri. Hati Aisyah dilanda segala macam kekhawatiran. Karena di usia kandungannya yang saat ini menginjak 41 minggu. Tak kunjung menampakkan tanda- tanda persalinan.
Bukan. Bukan khawatir dengan dirinya sendiri. Yang Ia khawatirkan adalah buah hatinya. Buah cintanya bersama suami tercinta, Muhammad Farez Ar Rayyan.
Takut jika terjadi sesuatu yang tidak pernah sanggup dia bayangkan pada buah cintanya itu.
Seperti itulah seorang ibu. Yang bahkan tidak takut meregang nyawa demi anak- anaknya. Sekali pun maut ada di ujung tenggorokannya. Maka di nafas terakhirnya pun, pasti memohon kebaikan untuk sang buah hati.
---
Hari ini Rayyan libur bekerja, bukan karena membolos, tapi memang dia dapat jatah libur di hari senin. Dia bukan pegawai negeri sipil yang terikat dinas. Ia hanyalah seorang barber man. Dan mengelola sebuah barber yang cukup ternama di kotanya.
Seperti rencananya bersama sang istri, Aisyah. Hari ini mereka akan memeriksakan kondisi kehamilan Aisyah.
Ia bergegas menuju tempat yang dimaksud bersama dengan sang istri tercinta, Rumah Bersalin Bunda Aliya.
Di luar dugaan, ternyata kuota withing list pasien sudah maksimal. Dan itu artinya mereka belum bisa berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan yang di tuju hari ini.
Aisyah dan Rayyan pun meninggalkan tempat itu. Namun bukan kembali menuju rumahnya di desa, melainkan ke tempat Rayyan bekerja, efektivitas waktu. Itu yang mereka pertimbangkan.
* * *
"Ny. Aisyah Shanum, silakan di ruangan 3". Akhirnya Aisyah mendapatkan panggilan dokter.
"Ny. Aisyah Shanum..., sudah berapa minggu usia kehamilannya?" Tanya Dokter Ridho. Begitu Aisyah duduk dihadapannya.
"41 minggu Dok..." Jawab Aisyah yang di angguki Rayyan.
"Apa?! Sudah seusia itu dan belum ada tindakan?!“ Pekik Dokter itu. Beberapa oktaf lebih tinggi. Hadirkan kabut di mata Aisyah. Sementara Rayyan menghela nafas yang tiba- tiba terasa berat. Sesak. Seakan seutas tali mengikat jalan nafasnya.
"Naik meja ginek, kondisikan prosedur pemeriksaan..." Lanjut Dokter Ridho, pada asistennya.
Aisyah melakukan sesuai arahan. Dengan Rayyan yang harap- harap cemas menanti penjelasan dokter yang tengah memeriksa istrinya. Duduk dengan gusar di kursi depan meja Dokter.
Dokter Ridho meletakkan transducer USG di perut buncit Aisyah, setelah sebelumnya diolesi jel oleh asistennya.
"Ck.. Bayinya sudah jelek, air ketuban menyusut, harus segera naik meja operasi secepatnya. Urus segera administrasinya ke bagian yang bersangkutan". Kembali menarik transducer yang mendarat di perut Aisyah tak lebih dari 30 detik itu.
Bahkan layar monitor belum menampakkan apapun, selain tangan mengepal sang janin yang sekilas tertangkap ultra sound tersebut.
Seolah bayi dalam rahimnya mengirim pesan bahwa 'aku baik- baik saja bunda, jangan khawatir'.
Kabut makin pekat di mata Aisyah, namun berusaha ditahannya.
Mereka lantas beranjak dari ruangan itu, ruangan yang hanya mereka masuki tak lebih dari tiga menit. Namun hadirkan mendung di wajah pasangan muda itu.
Hingga mereka abaikan perawat jaga di depan ruangan dokter.
---
"Gimana Mas, kita harus gimana?". Tanya Aisyah pada suaminya. Saat tiba di teras depan klinik.
Air matanya telah menganak sungai. Tak lagi bisa Aisyah tahan. Sementara Rayyan...
Bukan..! Bukan Rayyan tak terpengaruh, ia pun sama seperti Aisyah. Namun ia sadar sepenuhnya, jika ia harus jadi kekuatan untuk istrinya, Aisyah.
Jika ia biarkan dirinya terpuruk, lantas bagaimana dengan istri dan anaknya, yang tengah mereka nantikan kehadirannya.
Rayyan menuntun lembut Aisyah, memapah tubuh rapuh itu menuju bangku terdekat.
"Sebaiknya kita duduk dulu.." ajak Rayyan. Menarik istrinya dalam dekapnya. Mengelus sayang puncak kepala hingga punggung wanita berbalut gamis hijau itu.
Berusaha salurkan ketenangan. Membiarkan istrinya menumpahkan airmata yang sedari tadi ditahannya.
'Innamaaa amruhuuu izaaa arooda syai-an ay yaquula lahuu kung fa yakuun...' Lirih Rayyan yang masih bisa didengar sang istri.
'Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah sesuatu itu' Lirihnya lagi yang tentu bisa didengar Aisyah.
Tak lama Aisyah mulai tenang. Perlahan beranjak dari dekapan suaminya. Jangan tanya seperti apa penampakan mereka saat ini. Karena itu jauh dari kata rapih. Namun mengeluh pun tak akan selesaikan apapun. Itu yang mereka sepakati.
"Kita harus tetap tenang. Biar gak salah ambil jalan.." ujar Rayyan sembari menghapus jejak airmata di pipi kekasih hatinya itu. Aisyah mengangguk, mengerti ucapan sang suami. Meski masih sesegukkan, sisa tangisnya.
"Sekarang kita kebagian administrasi, diskusikan ini, minimal kita tahu berapa bajetnya. Selebihnya kita pikirkan nanti. Yakinlah dengan pertolongan-Nya..." Papar Rayyan, sembari menghapus jejak airmata yang tertinggal di pipi Aisyah. Lantas membimbing langkah Aisyah menuju bagian Administrasi.
Ia berjongkok, karana sang istri dengan perut buncitnya nampak kesulitan membuka alas kakinya. Sisa satu langkah lagi mereka masuk ruangan Administrasi, tiba- tiba Phonsel Aisyah berdering, otomatis mereka mundur untuk menerima panggilan.
"Assalamualaikum Bu..." tanya Aisyah.
"Wa'alaikum salam. Neng yang tenang. Sabar, sebaiknya datang dulu ke tempat ibu. Jangan terburu- buru membuat keputusan.." Papar Bidan Nur. Bidan tempat Aisyah memeriksakan kehamilannya selama ini.
"Tu..., satu langkah terbuka. Mas yakin ini pertolongan Allah.." Ujar Rayyan yang juga mendengar perkataan sang Bidan.
Urung menemui bagian Administrasi, akhirnya Aisyah dan Rayyan keluar dari klinik itu. Memacu motornya, menuju rumah. Karena tak mungkin langsung ke rumah Bidan Nur. Mengingat ini masih jam kerja. Dan tentu saja Bidan Nur masih terikat dinas di PUSKESMAS setempat.
---
Sepanjang jalan menuju pulang, barulah air mata Rayyan luruh. Berharap sang istri yang tengah memeluknya dari belakang tak menyadarinya.
Tapi semua itu hanya harapan Rayyan. Karena nyatanya Aisyah mengetahui lelehan airmata suaminya, dan akhirnya mereka sama- sama menangis sepanjang perjalanan.
Digenggamnya jemari Aisyah yang melingkar di perutnya, mengecupnya dalam. Mencoba saling menguatkan satu sama lain.
Berkali- kali Rayyan menghapus kabut dimatanya. Karena pandangannya kabur menangkap jalanan..
"Kita harus kuat sayang. Yakinlah pertolongan-Nya.. Itu pasti...". Lantas kembali mengecup dalam jemari Aisyah..
* * *
Di sinilah mereka sekarang. Di tempat praktek Bidan Nur.
"Neng.., kamu ini gimana sih, masa gak tau materinya...? Ya jelas dong, di kehamilan lanjut itu volume air ketuban memang menyusut.." Ujar Bidan Nur setelah dengarkan penjelasan Aisyah.
"Maaf Bu. Berkaitan dengan kasus sendiri, semuanya serasa kabur.." Jujur Aisyah kikuk.
"Terus sekarang kita gimana baiknya Bu?" tanya Rayyan.
"Kita sudah lakukan berbagai cek lab. Dan alhamdulillah semua hasilnya baik, gak ada yang mengarah darurat SC. Ibu beri jangka waktu hingga jum'at depan. Bukannya batas 42 minggunya juga jum'at depan? Selepas itu baru bisa di katakan kehamilan serotinus. Benar?... " Papar Bidan Nur. Aisyah mengangguk faham.
"... Jadi jangan terlalu khawatir, tenang dan terus pertahankan status HB. Untuk antisipasi persalinan nanti, keluar banyak darah.." Sambungnya. Pasangan muda itu pun mengangguk faham.
"Jika sampai jum'at depan masih belum ada tanda persalinan..., baru ibu rujuk ke Obgin.."
"Gak mau Dokter Ridho lagi bu.." Tukas Aisyah.
"Gak, tenang saja.. Ibu arahkan ke Dokter Rayhan.." Pungkas Bidan Nur. Akhiri percakapan yang menutup kegusaran hati Aisyah dan Rayyan.
Dan semua itu kini tinggal secarik kisah yang disebut dengan 'kenangan'.
Karena Allah telah menjawab segala permohonan mereka dengan hadirnya Mutiara Zahra Ar Rayyan. Putri kecil mereka.
* * *
Keterangan:
Transducer adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat.
SC (Section Cesarean) adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau v****a atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Kehamilan serotinus atau sering di sebut kehamilan postterm adalah keadaan yang menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir (Sri, 2017).
Status HB adalah Nilai normal kadar hemoglobin di dalam tubuh seseorang ditentukan berdasarkan jenis kelamin dan usianya. Kadar hemoglobin normal pada wanita dewasa berkisar antara 12–15 g/dL, sedangkan kadar hemoglobin pada pria dewasa berkisar antara 13–17 g/dL.