Prolog
Nafas Rossa tersenggal-senggal. Pikirannya benar-benar tidak bisa diajak kompromi.
“STOP IT.”
Dia memejamkan matanya saat lelaki itu bermain di bagian bawah tubuhnya. Rossa tidak tahu apa yang saat ini terjadi. Yang dia tahu, tadi dia sangat haus dan minum segelas air? Sembari menunggu sepupunya selesai bermain dengan seorang lelaki.
Lalu tiba-tiba tenggorokannya panas, dan kepalanya mendadak pusing. Rossa berjalan sempoyongan mencari air. Hingga dia tersesat di sebuah lorong berisi kamar-kamar penuh dengan desahan aneh. Dia hampir muntah saat melihat pemandangan menjijikkan di dalam kamar itu.
Kakinya berhenti saat melihat sebuah kamar kosong. Lalu seorang pemuda di sana menatapnya. Rossa mencari pertolongan karena kepalanya sudah tidak tertolong lagi. Tapi lelaki itu malah menariknya ke ranjang, dan menciumnya brutal.
“Berhenti, please.”
Tubuhnya makin tidak bisa terkontrol. Rasanya panas. Sejujurnya Rossa tengah merasakan pergolakan batin luar biasa. Sebagai member newbie yang polos dan baru kali pertama menginjakkan kaki di club, dia tidak mengerti apa yang kini dilakukan oleh lelaki asing itu di bagian bawah tubuhnya.
Rossa meraih tangan lelaki itu. Mencoba untuk menjauhkannya. Dia berusaha bangkit dari atas ranjang.
“Lo…apa yang lo lakuin sialan,”teriak Rossa panik. Saat menyadari celananya sudah kabur entah kemana. Menyisakan dalamannya yang berwarna hitam.
Sialnya. Lelaki itu tidak peduli, malah membanting tubuh Rossa kembali ke kasur. Bukannya berhenti, dia malah semakin senang. Untuk kali ini, dia akan melepas keperjakaannya pada seorang perempuan aneh yang sanggup menggodanya di club.
Di saat banyak cewek-cewek dengan pakaian minim yang terang-terangan menginginkannya. Tapi dia malah tertarik dengan wanita yang datang dengan hoodie kebesaran, dipadukan dengan celana jeans. Siapa yang menggunakan pakaian itu ke club malam?
“Lepas, anjing.”teriak Rossa makin tidak tertahankan.
Kali ini dia benar-benar bingung. Di satu sisi, dia menginginkan sentuhan itu lagi dan lagi. Tapi kesadarannya masih tersisa secuil, untuk menyadari apa yang saat ini sedang terjadi padanya. Ini semua karena minuman aneh itu. dia tidak tahu itu apa, yang pasti setelah meminumnya, tubuhnya terasa terbakar dan panas.
“Wah, bibir lo bisa juga.”
Lelaki itu menyudahi kegiatannya di bagian bawah. Menaiki tubuh Rossa dan tersenyum miring. Dia mengamati gadis itu, setiap figur di wajah itu dia hafalkan. Jika bisa, dia ingin tahu jumlah bulu hidung gadis itu juga.
Rossa memegang bahu lelaki itu dan memegangnya erat. Nafasnya sudah memburu. Lelaki itu berhenti sejenak, untuk menatap setiap inci wajah Rossa yang mudah untuk dia ingat. Gairahnya kian meledak-ledak saat memandang ekspresi wanita di bawahnya yang terlihat begitu berbeda dengan apa yang keluar dari bibir seksi itu.
“Sekarang giliran lo,”bisiknya pelan di daun telinga Rossa. Membuat tubuh gadis itu merinding.
“Lo mau apa? Hmphhh…mmhhh.”Rossa berusaha menolak ciuman itu. Sayangnya tenaganya seolah terserap oleh lelaki tadi. Dia mulai menikmati ciuman yang perlahan mulai menuntut itu. Memberinya ransangan-ransangan untuk merasakan yang lebih jauh.
Kini Rossa benar-benar membalas ciuman itu. Bahkan sisi dominannya mulai keluar, padahal dia tidak pernah ciuman seliar ini. Bahkan dengan mantannya dulu. Paling hanya kiss biasa saja. Dia itu masih menjadi mahasiswa terpelajar saat itu.
“Lo harus ngerasain yang lebih enak,”bisik lelaki itu.
Tidak paham, Rossa tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Tapi saat merasakan ada sesuatu di bagian bawahnya yang terasa keras. Dia mulai panik. Walau baru lulus, Rossa itu juga sudah pernah menonton film dewasa. Jadi sudah paham bagaimana proses produksi anak.
“Percaya sama gue, angkat kaki lo.”
“Gila, lo ngapain?” Rossa berusaha menolak. Tapi tubuhnya tidak menurut sama-sekali dengan pikirannya yang masih sedikit tersisa.
Kekehan lelaki itu membuat Rossa kembali berhenti. Menurut untuk melebarkan kakinya. Begitu merasakan sesuatu menusuk miliknya, dia meringis kesakitan. Air matanya mulai turun, dan semuanya benar-benar gila.
“Sakit, berengsek.”
Beberapa menit kegiatan itu berhenti. Lelaki tadi memberikan waktu untuk menyesuaikan diri dengan wanita itu. Satu hal yang dia sadari, bahwa dialah yang pertama untuk perempuan itu. Untuk alasan yang dia tidak tahu, dia senang. Karena wanita itu juga yang pertama untuknya.
“Sakit,”rengek Rossa. Dia mulai menangis karena itu benar-benar sakit.
“Kita perlahan. Siapa nama lo?”
“Rossa. Kenapa lo nanya-nanya?”
“Karena setelah ini lo harus jadi istri gue. Lo harus menandatangani perjanjian nikah setelah ini. Lo gak bisa kabur juga setelah ini.”
“g****k, lo siapa?”
Sayangnya, nama itu tidak terdengar jelas di pendengaran Rossa. Kepalanya mulai terasa berat, saat lelaki itu melakukan gerakan-gerakan aneh tapi nikmat. Erangan keluar dari bibir Rossa. Tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah itu, karena kepalanya benar-benar pusing dan terasa berat.
Keduanya bergerak bersama-sama. Berulang kali mendesah penuh kenikmatan.
Namun saat di puncak, lelaki itu berhenti karena tidak lagi mendapat respon dari lawan mainnya. Dia mengalihkan pandangannya dan tersenyum miring. Wanita di bawahnya sudah tertidur. Nafasnya sudah teratur dan peluh keringat membanjiri wajah mereka berdua.
Dia melepaskan miliknya pelan, walau ingin melakukannya lagi dan lagi. Meskipun permainan wanita itu amatir, tapi sanggup membuatnya menjadi gila.
“Lo luar biasa. Kita juga sama-sama fair, milik lo gue ambil, dan milik gue lo yang ambil. Lagian salah sendiri masuk kamar orang, mana make acara gesek-gesek lagi. Ya udah, kan gue jadi kepancing,” lelaki itu masih sempat-sempat membela diri sambil menikmati wajah indah Rossa. Tidak lupa menyisipkan anak rambut Rossa ke belakang telinga gadis itu, eh salah, bukan gadis itu, soalnya sudah dia ambil barusan. Tapi wanita itu.
Setelah mengirimkan pesan, lelaki itu kembali ke atas ranjang. Menyelimuti tubuh itu dengan hati-hati. Lalu ikut berbaring, dan memeluk wanita itu. Ini benar-benar hal tergila yang pernah dia lakukan. Tidur dengan perempuan polos yang mengeluh kepanasan karena meminum sesuatu.
Sungguh tidak terduga.
Tapi dia mensyukurinya, karena setelah ini semuanya akan berubah. Wanita itu akan menjadi miliknya, dan sampai ke ujung dunia pun, akan dia dapatkan.
"Nama lo Rossa. Hmmm, nama yang uni juga."
Lelaki itu masih terus mengagumi bagaimana kecantikan Rossa terpancar saat tidur. Secara alami. Tidak seperti kebanyakan wanita yang selama ini dia lihat. Penuh dengan kebohongan, dan kemunafikan. Untuk pertama kalinya juga, dia merasa berdebar, dan tersenyum hanya karena seorang wanita yang tidak sengaja dia temui di bar.