PERTARUNGAN

1304 Kata
 Kali ini mereka harus berpencar karena sepertinya para Kasdeya juga mengubah taktik menyerang mereka. Posisi Tryion yang berada di tengah-tengah Marven sangat merugikan sebab mereka benar-benar dikepung oleh sepuluh Kasdeya dengan level rendah dan menengah.   “Sial, apa-apaan mereka ini?” maki Varoon, dia yang sebenarnya harus istirahat malah keluar karena jelas dia harus turun tangan sebab sepuluh Kasdeya akan benar-benar melelahkan meskipun sekarang mereka sudah memiliki Arfeen yang dengan mudahnya membuat beberapa Kasdeya menjadi batu.   “Kau baik-baik saja, Arfeen?” teriak Isolde. “Jangan memaksakan kondisimu, jika kau sedang kurang sehat, lebih baik kau istirahat.”  “Aku tidak akan menjadi beban, Isolde, tenanglah,” katanya, dia mengambil posisi beberapa meter di kiri Arfeen yang hanya diam saja memandangi tiga Kasdeya sekaligus yang mendekat ke arahnya. “Kau baik-baik saja dengan tiga sekaligus, Arfeen Tierra?”  “Kalau kau masih melihat kakiku gemetar, itu artinya aku sedang ketakutan, Varoon,” balas Arfeen, berbeda dengan apa yang dikatakannya tentang kakinya yang memang masih gemetar, nada suaranya sangat tenang. “Tetapi mereka tidak berniat menyerangku, mereka sedang mengamatiku.”  “Itu karena hawa sihirmu tidak ada,” ujar Varoon, dia mulai fokus sejenak untuk membentuk pedang airnya. “Kau tidak memiliki hawa keberadaan seperti yang lainnya- tidak, hawa keberadaanmu sangat tipis dan tidak memiliki warna, karenanya mereka penasaran kepadamu- sial, Denallie, hati-hati! Itu level menengah!”  “Rasanya seperti bermain game,” gumam Arfeen. “Yang kuat akan menang? Mungkin saja. Tetapi yang memiliki taktik lebih sulit untuk dikalahkan.”  Beberapa detik setelahnya tiga Kasdeya yang mendekati Arfeen itu menyerang dengan racunnya secara bersamaan lalu terbang mengelilingi Arfeen. Sayangnya pahlawan baru Niscala itu tidak bergeming dan hanya diam saja meskipun racun-racun Kasdeya hampir menyelimutinya.  “Apa yang kau lakukan, Arfeen Tierra?” teriak Derwin. “Kau akan mati keracunan jika tidak segera menghindar!”  “Menyebalkan,” lirih Arfeen, dia menatap tiga Kasdeya yang terbang di atasnya dan tersenyum kecil. “Kalian bertiga itu.. menyebalkan.”  Lalu dengan berakhirnya kalimat Arfeen, ketiganya langsung berubah menjadi batu dan hancur ketika jatuh sebelum kemudian menjadi abu.   Ck, sebenarnya yang menyebalkan di sini adalah Arfeen, dia sebenarnya tahu cara mengontrol sihir batunya, kapan dia harus mengeluarkannya dan kapan dia harus menyimpannya. Hanya saja di hadapan Derwin dan yang lainnya dia berpura-pura tidak memiliki pengetahuan apapun karena dia ingin membuat teman-temannya itu kesal.  “Sialan kau, Arfeen Tierra!” teriak Derwin lagi. “Jika kau bisa melakukan hal itu dengan mudah, kenapa kau selalu bersikap seperti tidak tahu apapun saat berlatih denganku? Kau mau aku pukul kepalamu itu sampai pecah atau kau mau aku buat bergelantungan di hutan semalaman?”  Meskipun kakinya masih gemetar, tetapi hati Arfeen sudah tidak ragu lagi. Lima bulan adalah waktu yang cukup untuk merenung apakah dia akan menyelamatkan negeri ini atau kabur, kembali ke Saujana di mana keluarga- atau orang yang terbiasa dia sebut sebagai keluarga itu tinggal. Lalu Arfeen memilih tinggal di negeri ini, bersama teman-temannya dan mengambil tanggung jawab sebagai pahlawan baru Niscala.  “Berhentilah menghukumku,” seru Arfeen, dia menggunakan sihir keberadaan untuk membuat Kasdeya- khususnya yang memiliki level rendah kebingungan akan keberadaannya sebelum kemudian dia mulai menyerang dengan membuat para Kasdeya tidak memiliki plihan selain menatap matanya. “Apa yang akan kita lakukan dengan yang memiliki level menengah? Energi sihir Isolde dan Varoon mulai melemah sementara racun mereka lebih mematikan lagi.”  “Gunakan sihir batumu,” teriak Denallie, dia juga mulai kewalahan. Ternyata Kasdeya level menengah bukan tandingan mereka. “Ada tiga Kasdeya yang tersisa dan tiga-tiganya merupakan level menengah!”  Arfeen kembali diam, dia harus membuat tiga Kasdeya yang lebih pintar itu menatap matanya. Tetapi mungkin karena mereka berada di level menengah, mereka bisa menyerang tanpa perlu membuka mata.  “Denallie!” teriak Derwin ketika salah satu Kasdeya yang Denallie panah terbang dengan kecepatan tinggi ke arah perempuan itu. “Menyingkir dari sana!”  Keunggulan sihir Arfeen adalah transparan. Energi sihirnya tidak memiliki warna, karenanya akan lebih mudah menyerang lawan tanpa diketahui. Oleh sebab itu saat Kasdeya tadi terbang dengan kecepatan tinggi, Arfeen menggunakan sihirnya untuk mengangkat batu besar dan melemparnya ke arah Kasdeya tadi dan- voila! Lemparannya tepat sasaran, Kasdeya itu terbanting karena batu besar yang terlempar tiba-tiba.  “Kesempatan!” teriak Arfeen karena ternyata lemparannya membuat pergerakan dua Kasdeya lainnya ikut terhenti. “Derwin, Althaia!”  Mengerti maksud Arfeen, Derwin segera kembali kepada posisinya, mulai fokus dengan Althaia yang mengelilinginya sebelum kemudian sihir hijau yang mereka hasilkan berhasil menyerang satu Kasdeya. Dalam saat itulah Arfeen mencari kesempatan karena tidak mungkin para Kasdeya level menengah ini akan selamanya menutup mata mereka.  “Arfeen Tierra!” seru Varoon. “Aku membutuhkanmu!”  Pertarungan hari itu membutuhkan waktu yang sangat lama, lima belas menit adalah batas mereka mengalahkan Kasdeya tetapi dengan sepuluh Kasdeya serta tiga diantaranya adalah golongan menengah, mereka baru berhasil setelah dua jam mengerahkan energi sihir sampai Denallie, Isolde, dan Varoon pingsan. Hanya ada Arfeen yang masih sanggup berdiri dan Derwin yang sudah terduduk.  “Ini melelahkan, Arfeen Tierra,” keluh Derwin. “Jika besok mereka mengirimkan lebih banyak Kasdeya golongan menengah, aku rasa kami semua akan langsung mati. Karenanya aku semakin yakin bahwa selain karena sihir Isolde yang melemah sehingga sepuluh dari mereka bisa keluar dengan mudah, aku yakin mereka sudah banyak menjadikan bangsa Marven yang terjebak di dalam sana sebagai santapan untuk memperkuat fisik dan sihir mereka.”  Diam, Arfeen diam dan tidak menyahuti ucapan Derwin sama sekali. Dia mengamati ketiga temannya yang langsung dibopong oleh rakyat lainnya. Arfeen terus memperhatikan mereka sampai kemudian dia melihat seseorang yang juga berada di tengah kerumunan, seseorang yang terlihat tidak puas dan kesal.  “Hei, Derwin!” panggil Arfeen.  “Ya?” sahut Derwin, dia menjentikkan jarinya sehingga Althaia yang mengelilinginya lenyap begitu saja. “Ada apa? Apa yang kau tatap dengan ekspresi serius begitu?”  “Aku rasa ada yang tidak senang dengan kemenangan kita hari ini,” ucap Arfeen. “Lebih tepatnya, dia terlihat sama sekali tidak puas karena kita semua berhasil menang dan tetap hidup.”  “Apa maksudmu? Siapa?”  Arfeen melirik Derwin. “Oy, guru, kenapa kau menjadi lebih payah dari muridmu? Kau perlu aku gantung di pohon agar kau menjadi kuat sepertiku?”  “Jangan meledek,” dengus Derwin, dia mencoba bangun meskipun akhirnya Arfeen yang membantunya untuk berdiri. “Siapa yang kau maksud tadi? Siapa yang tidak senang kita berhasil menang dan selamat?”  “Seseorang,” Arfeen mengedikkan bahunya. “Aku pikir bukan hanya aku saja yang harus giat berlatih mulai dari sekarang. Melihat bagaimana mereka kehilangan kesadaran dan kau kesulitan berdiri seperti ini membuatku sadar kalau kau..”  “Apa?” ketus Derwin. “Kalau kau apa?”  “Kalau kau memang harus melewati latihan bergelantungan di pohon sepanjang hari.”  Lalu mereka berdua tertawa bersama. Arfeen membantu Derwin pergi ke kamar mereka masing-masing tetapi sebelum itu dia sempat menoleh ke belakang, ke arah lautan luas yang tertutup oleh lapisan es yang tebal.  “Aku harap tidak ada yang mengkhianati orang sebaik Isolde,” gumamnya. “Jika dia menjadi lemah dan harus kehilangan sihirnya setelah semua yang dia lakukan untuk kita semua.. aku harap tidak ada seseorang yang akan membuatnya menjadi lebih lemah lagi.”  “Huh?” respon Derwin, dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba membicarakan energi sihir Isolde.  “Tetapi tidak apa-apa, apa yang terjadi hari ini malah semakin membuatku yakin kalau aku harus membantu kalian di negeri ini. Aku harus menjadi lebih kuat lagi jadi kalian tidak perlu berjuang mati-matian dan terluka parah seperti sekarang ini.”  Derwin terkekeh. “Ingin berbakti kenapa Niscala, Arfeen Tierra?”  “Bukan. Aku hanya ingin melindungi teman-teman dan harapan orang-orang yang sudah percaya kepadaku,” Arfeen menghela napas dan mendongak, menatap langit Niscala. “Akan aku buktikan kalau kau tidak salah membawaku ke tempat ini, akan aku buktikan kalau aku bisa merebut Marven dari monster-monster seperti tadi.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN