Malam ini Nasya menghabiskan banyak waktu bersama Sakha. Sehabis menjemput Nasya di rumah sakit, mereka berdua memutuskan untuk menonton terlebih dahulu, selanjutnya Nasya mengantarkan Sakha untuk membeli beberapa barang yang diperlukan untuk ke Bali.
Dan malam ini, tepat pukul delapan mereka sudah duduk berhadapan sambil menyantap makan malamnya masing-masing. Sesekali Nasya melirik Sakha yang berada di hadapannya. Pria itu sungguh terlihat tampan. Nasya bersyukur bisa menjadi salah satu bagian terpenting di hidup Sakha.
Sakha menyadari Nasya yang sedari tadi menatapnya, kemudian Sakha menghentikan aktivitas makannya dan tersenyum kepada Nasya.
"Ada apa, sayang?"
Kedua pipi Nasya merona, ia tersenyum bahagia menatap Sakha. "Terima kasih untuk segalanya, Kak."
Raut wajah Sakha berubah datar, namun dua detik selanjutnya ia tersenyum dan menggenggam kedua tangan Nasya. Tak ada kalimat apapun yang diucapkan oleh Sakha, ia hanya mengelus punggung tangan Nasya dengan lembut.
"Aku ke toilet dulu, ya?"
Nasya yang masih tersenyum lantas mengangguk. Sakha pun pergi meninggalkan Nasya.
Drrtt ...
Ponsel yang berada di hadapan Nasya bergetar, itu ponsel Sakha. Layarnya menyala dan menampilkan beberapa notifikasi.
Nasya menatapnya lama dan akhirnya layarnya kembali meredup. Namun, secepat mungkin Nasya kembali menyalakan layar ponsel milik Sakha. Nasya tahu ini tidak sopan, tapi ia harus memastikan sesuatu.
Masih ada beberapa notifikasi di ponsel tersebut, namun yang membuat Nasya kembali menyalakan layar ponsel Sakha adalah sebuah notifikasi yang baru saja masuk dua menit yang lalu.
❤
Have fun, Ar! Abis itu kamu langsung jemput ...
Hanya sebaris kalimat itu yang bisa Nasya baca. Karena ponsel Sakha terkunci dan Nasya tidak bisa membukanya.
Tubuh Nasya langsung melemas. Siapa orang yang dinamai Sakha hanya dengan tanda love seperti itu? Kenapa orang itu seakan tau jika Sakha sedang bersenang-senang bersama dengan dirinya?
Nasya tidak bisa memikirkan apapun sekarang. Ia hanya menatap ponsel Sakha dengan nanar.
"Sayang?"
Panggilan Sakha akhirnya menyadari lamunan Nasya. Ia menatap Sakha dengan penuh tanya, tetapi Nasya tidak mau menanyakan hal itu kepada Sakha sekarang. Nasya tidak ingin ada masalah apapun di dalam hubungannya. Sakha-nya sudah kembali. Sakha-nya tidak akan mungkin menyakiti Nasya lagi.
Nasya berusaha memasang raut wajah setenang mungkin, ia tidak boleh terlihat aneh di hadapan Sakha. "Kak Sakha habis ini mau kemana lagi?" tanya Nasya.
"Aku antar kamu pulang, ya."
Nasya tidak suka dengan jawaban Sakha. Nasya masih ingin menghabiskan waktu berdua dengan kekasihnya itu.
"Yah, kok pulang?" Nasya menekuk bibirnya, menatap Sakha dengan sedih.
"Eh kok mukanya sedih gitu?" Sakha tertawa kemudian menghampiri Nasya lalu mengajaknya berdiri, "Ini sudah malam, sayang. Kita masih bisa bertemu besok." Sakha tersenyum menenangkan.
Nasya menghembuskan napasnya perlahan-lahan, lalu ia menunduk dalam. "Yaudah, ayo pulang ..." Sembari menunduk, Nasya mengambil tangan Sakha, lalu ia bawa ke dalam genggamannya.
Mereka berdua pun akhirnya meninggalkan tempat makan tersebut.
Sepanjang jalan menuju parkiran, dengan tangan Sakha yang ia genggam erat, Nasya terus memikirkan siapa orang yang diberi nama oleh Sakha seperti itu? Apakah memang ada wanita lain di hidup Sakha? Kalau iya, mengapa Sakha justru kembali padanya? Mengapa Sakha memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius dengannya?
Apa harus Nasya tanyakan itu pada Sakha sekarang? Nasya menggeleng pelan, tidak-tidak. Ia tidak boleh gegabah. Ia harus mencari tahu sendiri siapa orang tersebut.
Tak terasa kini mereka sudah sampai di tempat parkir, Sakha membukakan pintu mobil untuk Nasya, Nasya segera masuk tanpa menatap dan berkata apapun pada Sakha.
Kini Sakha sudah berada di sampingnya, perlahan mulai melajukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut.
Nasya menatap kosong ke luar jendela, ia ingin sekali menangis. Tetapi, ia mencoba tahan sebisa mungkin karena ia tak ingin Sakha tahu.
Di sepanjang perjalanan hanya keheningan yang tercipta. Sakha merasa ada yang berbeda dengan Nasya. Biasanya Nasya akan selalu membicarakan banyak hal jika bersama dengannya, tapi kali ini wanita itu hanya diam sambil menatap ke luar jendela yang berada di sampingnya. Apa yang sedang Nasya pikirkan?
Ponsel Sakha yang berada di sakunya bergetar, satu tangannya mencoba meraih ponsel tersebut dan dapat.
Ia membuka ponselnya lalu membaca pesan yang baru saja dikirim oleh seseorang.
❤
Hati-hati. Sampai bertemu nanti. Love you! ❤
Sakha tersenyum lebar membaca pesan tersebut. Ia sudah tak sabar ingin bertemu dengan Rania.
Mereka berdua akhirnya sampai di rumah Nasya. Sakha turun dari mobilnya dan membukakan pintu untuk Nasya seperti biasanya.
Mereka berdua kini saling berhadapan. Nasya mendongak menatap Sakha dengan senyum lebar yang berusaha ia berikan. Tangan kanan Nasya terangkat untuk mengelus surai cokelat milik Sakha.
Sakha tersenyum, lalu melakukan hal yang sama kepada Nasya. "Sana masuk. Aku pergi kalau kamu udah masuk ke rumah." Ucap Sakha.
Nasya masih terus menatap Sakha, hingga ia merasa kedua matanya sudah digenangi oleh cairan bening dan ia berusaha untuk tidak meloloskan satu cairan bening itu sedikitpun.
Ditatapnya Sakha dengan sendu. "Terima kasih, Kak."
"Sama-sama, sayang." Sakha mengelus sebelah pipi Nasya dengan lembut.
Nasya tidak sanggup lagi, ia langsung memeluk Sakha dengan erat agar tangisnya tak terlihat oleh Sakha. Nasya menangis dalam diam di pelukan Sakha.
Sakha tidak bodoh, ia menyadari jika punggung Nasya bergetar. Sakha pun mengelus punggung Nasya perlahan-lahan.
"Jangan pergi, lagi ..." Ucap Nasya ditengah isaknya.
Namun, Sakha tetap tidak mengatakan apapun. Ia masih setia mengelus punggung Nasya tanpa berniat membalas ucapan Nasya.
"Jangan pergi lagi, Kak. Please ..." Nasya semakin mengeratkan pelukannya, kemudian beberapa detik selanjutnya, ia melepaskan dirinya dari Sakha.
Nasya menunduk dalam, ia tak ingin Sakha melihat wajahnya.
"Hati-hati, Kak." Setelahnya Nasya berbalik dan berlari memasuki rumahnya meninggalkan Sakha yang masih terdiam.
Nasya memasuki rumahnya dan segera menuju kamarnya. Dari jendela kamarnya Nasya masih melihat Sakha berdiri di sana, kemudian tak berapa lama pria itu memasuki mobilnya dan melajukan mobilnya perlahan-lahan meninggalkan halaman rumah Nasya.
Mengapa Sakha tidak mengucapakan satu kata pun saat Nasya meminta pria itu agar tidak pergi lagi dari hidupnya? Mengapa Sakha hanya diam seperti patung yang tak punya perasaan?
Perlahan-lahan tubuh Nasya merosot, hingga ia merasakan dinginnya lantai. Ia menekuk kedua kakinya ke atas, lalu melipat kedua tangannya dan menenggelamkan wajahnya di sana.
Nasya menangis lagi. "Jangan pergi, Kak. Jangan pergi, lagi ..." Ucapnya dengan sangat lirih.
****