"Jaga kesetahan ya, Bu. Jangan lupa pola makan hidup sehatnya diterapkan mulai hari ini." Nasya tersenyum ramah pada salah satu pasien yang akan keluar dari ruang kerjanya itu.
Setelah pasien itu keluar dari ruangannya, Nasya kembali memeriksa data pasien untuk hari ini dan ternyata tadi adalah pasien terakhirnya, karena jam makan siang sudah tiba.
Nasya merapikan mejanya, lalu mengecek ponselnya. Nasya tersenyum tipis, tidak ada kabar apapun dari Sakha sejak semalam pria itu mengantarkannya pulang.
Ia kembali menaruh ponselnya di atas meja kerjanya. Ia berdiri, kemudian berjalan meninggalkan ruang kerjanya menuju kantin.
Setelah memesan makan siangnya, Nasya memilih duduk di kursi paling pojok yang bisa langsung melihat keadaan sekitar rumah sakit karena jendela besar yang berada di sampingnya.
Nasya meyudahi lamunannya saat seseorang kini sudah duduk tenang dihadapannya. Orang itu adalah Aji. Entah mengapa Nasya langsung gugup, ceritanya kan ia sedang menghindari Aji, kenapa sekarang malah mereka makan bersama dan duduk saling berhadapan? Gagal lagi deh aksi menghindar yang sudah direncanakan oleh Nasya.
Aji tersenyum seperti biasanya menatap wajah suntuk Nasya. "Kamu sudah pesan makan?"
Nasya hanya mengangguk.
"Hmm, oke."
Setelahnya, keduanya sama-sama terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya makanan mereka pun tiba dan mereka langsung menyantapnya.
Nasya makan tanpa minat, hingga ia tak menyadari ada sedikit kotoran makanan di sudut bibirnya.
Aji yang menyadari itu langsung mengambilkan tisu untuk Nasya.
"Sya?" Panggil Aji.
Nasya menoleh menatap Aji, "Iya?"
"Ada sedikit kotoran, boleh saya bersihkan?" Izin Aji sambil menunjuk sudut bibir Nasya sebelah kanan.
Bukannya menolak, Nasya justru mengangguk.
Aji sedikit memajukan tubuhnya, lalu menjulurkan tangannya untuk membersihkan sudut bibir Nasya.
Tatapan mereka berdua terkunci untuk beberapa saat. Tatapan dingin milik Aji mampu menghipnotis Nasya selama beberapa saat, begitu juga sebaliknya.
Aji yang lebih dulu sadar akan keadaan mereka yang seperti itu langsung menarik kembali tangannya, lalu kembali duduk seperti semula.
Aji tersenyum lagi, "Sudah."
Nasya yang baru saja tersadar langsung mengalihkan pandangannya ke berbagai arah untuk menetralkan degup jantungnya yang tadi berdetak sangat kencang.
Setelahnya, Nasya tersenyum canggung menatap Aji. "Terima kasih, Dok."
Nasya kembali melanjutkan makannya, begitu juga dengan Aji.
Keduanya pun sudah menyelesaikan makanan masing-masing. Mereka berdiri dan berjalan beriringan meninggalkan kantin.
Mereka berpisah di lorong ruang kerja Aji seperti biasanya. Nasya langsung berjalan cepat menuju ruang kerjanya.
Ia langsung duduk dan menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan-lahan. Hal itu Nasya lakukan beberapa kali sampai ia benar-benar bisa menenangkan dirinya.
Nasya mengecek ponselnya yang ia taruh di atas meja kerjanya. Ternyata ada beberapa panggilan tidak terjawab dari Sakha. Nasya langsung melakukan panggilan balik.
Setelah tersambung selama beberapa detik, panggilan Nasya terjawab.
"Maaf, Kak. Nasya habis makan siang, ponselnya Nasya tinggal."
"Iya ngga apa-apa, sayang. Aku cuma mau bilang nanti malam kita dinner." Ucap Sakha di sebrang sana.
Rasa senang langsung mengahampiri hati Nasya. "Oke, sayang!" Ucap Nasya bersemangat.
Terdengar suara tawa Sakha di telinganya. "Sudah makan siang, Kak?" Tanya Nasya setelah ia tak lagi mendengar suara tawa itu.
"Sudah, sayang. Aku kembali bekerja dulu ya, alamatnya nanti aku kirim lewat chat."
"Iya, Kak. Love you!" Tanpa ada jawaban lagi dari Sakha, panggilan tersebut sudah berakhir.
Nasya mencoba tersenyum, lalu meletakkan kembali ponselnya di atas meja kerjanya.
Setelah itu, seseorang mengetuk pintunya dan munculah satu orang pasien dan Nasya pun kembali melakukan pekerjaannya.
***
Nasya baru menyelesaikan pekerjaannya pada pukul tujuh malam. Nasya langsung merapikan barang-barangnya dan bergegas mencari taksi untuk menuju tempat bertemu dengan Sakha.
Sakha bilang ia tidak bisa menjemput Nasya, mereka lebih baik langsung bertemu di tempat saja.
Saat Nasya baru saja ingin memesan sebuah taksi, sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Nasya tahu siapa pemilik mobil tersebut.
Aji keluar dari mobilnya dan menghampiri Nasya. "Mau pulang?" Tanya Aji saat dirinya sudah berada di hadapan Nasya.
Nasya menggeleng, "Mau ke suatu tempat dulu, Dok."
"Mau saya antar?"
Nasya mulai berpikir, jika ia memasan taksi pasti akan memakan lebih banyak waktu lagi. Nasya pun memutuskan untuk mengiyakan ajakan Aji.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah cafe yang cukup mewah.
"Terima kasih, Dok." Ucap Nasya pada Aji yang menatapnya dengan raut wajah sedikit sebal.
"Aji, Sya."
Nasya tertawa, kemudian mengulangi ucapan terima kasihnya.
"Terima kasih, Aji." Ucap Nasya kemudian tersenyum.
Baru saja Nasya ingin membuka pintu mobil Aji, ponsel yang berada digenggamannya sejak tadi bergetar, menandakan bahwa ada sebuah pesan masuk. Dan pesan tersebut dikirim oleh Sakha.
Sayang, maaf. Dinnernya ditunda besok ya? Aku masih ada kerjaan.
Raut wajah Nasya berubah menjadi sedih, tentu saja Aji menyadari hal itu.
Nasya segera turun dari mobil Aji dan segera masuk ke dalam cafe tersebut. Walau tanpa Sakha, Nasya tetap melanjutkan langkahnya.
Nasya hanya memesan sebuah cokelat panas untuk sedikit menenangkan dirinya.
Nasya menghembuskan napasnya, ia kecewa, pasti. Tapi, Nasya harus memaklumi kesibukan Sakha. Toh, itu semua juga untuk masa depan mereka berdua.
Masa depan mereka? Benarkah? Nasya tersenyum pedih, tentu saja Nasya menyadari perubahan sikap Sakha. Walaupun pria itu masih memanggilnya dengan kata 'sayang', tapi sikap Sakha sudah tidak seperti dulu lagi. Sekarang pria itu tidak pernah mengucapkan kata cinta lagi untuk Nasya. Bukannya Nasya lebay, tapi sejak dulu Sakha memang selalu mengungkapkan perasaan cintanya untuk Nasya.
Nasya mengalihkan pandangannya ke penjuru cafe tersebut. Dahinya mengernyit saat melihat seseorang yang ia kenal sedang duduk di sebuah meja yang letaknya cukup jauh dari posisi Nasya saat ini.
Nasya terus menatap orang itu, berharap bahwa tebakan Nasya kali ini salah.
Namun, setelah melihat tawa orang itu, tebakan Nasya kali ini memang benar.
Di ujung meja sana Nasya melihat Sakha sedang tertawa bersama dengan seseorang. Nasya tidak bisa melihat sosok tersebut, karena posisinya membelakangi Nasya.
Satu yang pasti, sosok tersebut merupakan seorang wanita dengan rambut sebahunya yang malam ini tergerai sangat indah.
Nasya terus menatap mereka dengan hati yang terasa seperti dicabik-cabik. Sakit. Sangat sakit.
Air mata Nasya tanpa sadar sudah lolos saat Nasya melihat Sakha mengecup lembut bibir wanita yang berada di hadapannya saat ini.
Tidak, itu bukan hanya sekadar kecupan. Mereka berciuman dengan mesra.
Hati Nasya semakin tercabik melihat pemandangan seperti itu di hadapannya.
Sakha sudah membohonginya. Pria itu bilang bahwa ia masih ada pekerjaan, nyatanya ia sedang sibuk bermesraan dengan wanita lain.
Nasya segera mengeluarkan ponselnya, dengan tangan bergetar hebat ia memotret kedua orang yang masih menautkan bibirnya satu sama lain itu.
Siapa wanita itu?
Setelah memotret beberapa gambar, Nasya memutuskan untuk meninggalkan cafe tersebut.
Dengan langkah lunglai dan wajah yang sudah sangat sembab, Nasya berjalan keluar dari cafe tersebut.
Nasya berjalan semakin menjauh, hingga lamgkahnya terhenti saat seseorang meraih pergelangan tangannya.
Orang itu kini sudah berdiri di hadapan Nasya. Ia meraih dagu Nasya dan mengangkat wajah gadis itu.
Sangat kacau. Air mata Nasya terus mengalir padahal wajahnya sudah sangat merah dan kedua matanya sangat sembab.
"Nangis aja semau kamu, Sya. Saya di sini untuk kamu."
Setelah Aji mengucapkan kalimat tersebut, Nasya langsung menghambur ke pelukan Aji. Nasya menangis dengan pilu di dalam pelukan Aji.
Hati Aji terasa sakit mendengar tangisan gadis yang berada di dekapannya saat ini. Aji hanya bisa mengelus punggung gadis itu untuk menenangkannya.
"Sialan! Dasar pria b******k!" Aji naik pitam, ia terus memaki Sakha di dalam hatinya.
****