20. Ajaran sesat Teman Naya

2128 Kata
Author POV Hari ini, rencananya Naya dan Adam akan pergi ke rumah teman-teman mereka untuk memberikan undangan pernikahan. Tadinya Adam bilang supaya orang lain saja yang mengantarnya, namun Naya kekeuh mau nganter sendiri karena pas teman-temannya ngundang dia ke pernikahan mereka juga nemuinnya secara langsung. Lagipula menurut Naya tidak sopan jika mengundang teman-teman dekatnya sendiri menggunakan jasa orang lain, hingga akhirnya Adam mengalah dan ikut membagikan undangan bersama Naya. Setelah membagikan beberapa undangan ke rumah teman-teman kuliahnya dan beberapa rekan kerjanya yang bisa Naya datangi, Naya mengatakan pada Adam untuk menuju salah satu kafe yang cukup terkenal untuk menemui teman-temannya. Setelah sampai di kafe, Adam hanya mengikuti langkah calon istrinya "Temen-temen kamu mana?" "Ini aku lagi ngechat mereka" ujar Naya sambil mencari-cari keberadaan teman-temannya. "Eh, itu mereka Mas" tunjuknya antusias. Tentu saja, setelah menemukan keberadaan yang dicari, mereka segera menuju tempat dimana teman-teman Naya berada. Adam cukup takjub bahwa Naya memiliki teman yang penampilannya agak menunjukkan eksistensinya sebagai kalangan atas. "Nayy" teman-teman Naya yang berjumlah empat orang itu bersorak riuh saat melihat kedatangan Naya dan Adam, meskipun hanya kehadiran Naya yang lebih dianggap. "Hai" sapa Naya antusias. Adam tersenyum, belum pernah mendapati Naya yang seperti ini. Ia tersenyum sopan kepada teman-teman Naya sambil menundukkan kepala sedikit, sebagai bentuk sopan santun. Naya segera duduk dan diikuti Adam yang juga duduk di sampingnya. Sepertinya teman-teman Naya memang sudah menyediakan tempat untuk mereka berdua. "Gue kangen sama kalian" kata Naya terharu melihat teman-teman dekatnya yang sejak wisuda tak pernah lagi berkumpul bersama seperti saat ini, atau sebenarnya dirinya yang tak diajak untuk temu kangen. "Gue juga" ujar teman-temannya beramaan. Mereka bahkan mengabaikan Adam untuk sesaat sampai akhirnya Naya sadar akan keberadaan calon suaminya dan memperkenalkan Adam pada mereka. "Kenalin, calon suami gue" kata Anaya pada keempat wanita itu. "Mas, ini temen-temen Naya" kali ini kepada Adam. Adam menyalam mereka satu-persatu sambil mempernalkan diri "Adam" "Devita, temen deket Naya yang paling cantik" "Pinta, temen deket Naya yang paling kalem" "Yolla, temen deket Naya yang paling seksi" "Sindy, temen deket Naya yang jomblo" "Anjirrrr" Naya mengumpat dan langsung memukul tangan Sindy saat menyalam Adam sambil mempromosikan diri dengan tatapan genit. Adam hanya terkekeh disaat teman-teman Naya sudah terbahak-bahak. "Yaelah, gitu aja cemburuuuu" dengkus Sindy. "Apaan, gue ngga cemburu" elak Anaya. "Hmmm, malu lah itu ngakuinnya" goda Pinta. "Gue ngga cemburu, ngapain juga gue cemburu kalo Sindy aja udah punya suami" jelas Naya. "Suami gue jarang pulang, bisalah cari selingan" goda Sindy sambil melirik Adam. Ya, suami Sindy memang jarang pulang karena pekerjaannya sebagai engineering  kapal yang sangat menyita waktu untuk istri. "Kampretttt" ujar Naya kesal namun tertawa. "Jadi, lo emang mau nikah nih?" tanya Yolla. "Iya" "Nikah itu ngga enak, gue udah bilang kan sama lo" peringat Pinta. Iya, Pinta itu nikah ketika mereka semester 3 kemudian setelah dua bulan dia berumah tangga barulah ia agak terbuka pada teman-temannya dan menyarankan mereka untuk tidak menikah terlalu buru-buru sepertinya, karena rumah tangga itu nggak mudah dijalani. Karena sama-sama belum menikah, saat itu mereka sangat antusias mendengar cerita pernikahan Pinta. "Gue udah cukup umur untuk nikah, Pin" desis Naya kesal karena merasa Pinta sedang menyepelekan umurnya. "Iya gue tau. Niat gue bilang gini bukan supaya lo ngga jadi nikah, tapi gue mau ngingetin lo ada banyak hal yang harus lo ngertiin setelah menikah nanti” "Iya, gue lagi, ngerasa nikah itu ngebosenin, apalagi pas gue ditinggal Bobby pelayaran. Tapi pas ketemu aja gue pengen nempel terus sama dia" sahut Sindy. "Gue tau dan gue akan banyak belajar dari kalian wahai senior rumah tangga" ujar Naya menganggukkan kepalanya. "Kalo urusan ranjang mau nggak gue ajarin?" tanya Sindy. Naya dan tiga temannya membulatkan mata, memelototi Sindy yang terlalu santai menanyakan pertanyaan seperti itu di depan Adam. Adam meneguk ludahnya kasar mendengar pertanyaan asal dari Sindy kepada Naya. Ia mengalihkan pandangan ke arah lain saat ke lima cewek itu menatapnya. "Tenang aja, gue ngga denger" katanya. *** "Kalian sering bahas gituan?" tanya Adam memecah keheningan. Sejak Adam bilang 'tenang aja, gue ngga denger', pembahasan Naya dan teman-temannya malah makin menjadi membuat Adam panas dingin sendiri. Selama ini, Adam pikir hanya para pria yang membahas hal dewasa seperti itu, tapi ternyata para wanita pun melakukan hal yang sama, bahkan Naya yang menurut Adam masih polos pun, ikut nimbrung dan sesekali menimpali ucapan teman-temannya yang lebih senior soal rumah tangga. Naya menggigit bibirnya kecil sambil mengangguk ragu "Kenapa? Mas nggak suka ya sama temen-temen Naya?" "Sejak kapan bahas begitu?" tanya Adam lebih mengabaikan pertanyaan Naya. "Ya sejak kuliah lah Mas, apalagi sejak semester 3 abis Pinta kawin. Naya kan juga kepo sama pernikahan dan masalah-masalah rumah tangga gitu, jadi Naya sama temen-temen ngepoin Pinta" "Itukan aib rumah tangga, Sayang" "Mas, mereka temen deket Naya. Mereka sama kayak Vio. Cerita kayak gini bukan untuk menyebar aib tapi pembelajaran buat kita yg belum nikah waktu itu" tegasnya "Kalau Mas ngga suka sama temen-temen Naya, Naya nggaK peduli" ia membuang pandangan dari Adam dan lebih memilih memandang jalanan. Adam juga memilih diam saat Naya sendiri tampak tak ingin lagi membahas masalah ini. "Mau makan dulu, nggak?" tanya Adam setelah berhenti di parkiran restoran mengingat Naya tadi belum sempat makan siang meski bertemu dengan teman-temannya di kafe. Ia hanya memesan minum saja tadi. "Nggak usah. Aku makan di rumah aja nanti" tolak Naya. "Sayang, kok gitu sih? Kamu marah sama Mas?" "Aku nggak marah, udahlah Mas. Aku mau pulang" "Makan dulu ya, ini udah sore banget dan kamu belum makan siang sama sekali" Adam berusaha membujuk Naya dengan mengingatkan wanita itu yang sampai melupakan jadwal makannya yang berlalu begitu saja. Naya dengan kesal keluar dari mobil dan membanting pintunya cukup keras hingga Adam pun ikut turun dan menekan mode kunci pada mobilnya. Ia berjalan disamping Naya sambil melirik wanita itu dalam diam, gemas mengetahui bahwa Naya yang disampingnya ini sedang ngambek padanya. Mereka duduk di meja paling pojok yang kebetulan saat itu kosong. Adam memesan makanan dan minuman untuk mereka karena Naya tampaknya tak ingin menyampaikan keinginannya sama sekali. Adam lagi-lagi dalam diam hanya memandangi calon istrinya itu yang menatap ke arah luar restoran. Ia dapat merasakan bahwa wanita itu kini tidak nyaman karena tatapannya. "Jangan tatap aku gitu" rajuk Naya merasa tak bisa mengabaikan tatapan Adam yang membuatnya tak nyaman. Ia memang paling tidak tahan ditatap oleh orang disekitarnya dengan lekat, baik itu wanita maupun pria. Adam terkekeh "Sini, duduk samping Mas aja. Mas mau ngomong" katanya sangat lembut membuat Anaya tak tega untuk menolaknya. Naya duduk tepat di samping kiri Adam begitu pria itu menggeser posisi duduknya. Setelah itu waiters mengantar pesanan mereka dengan penuh kesopanan. "Makan dulu" titah Adam "Mau ngomong apa?" tanya Naya karena Adam belum mengatakan apa yang ingin diomongkan pria itu. "Nanti kamu nggak nafsu makan kalau Mas ngomong sekarang" Naya memilih makan dalam keheningan tanpa menawari pria itu sama sekali. Ia hanya fokus menghabiskan makanannya karena rasa laparnya. Dalam hati, ia merasa beruntung karena Adam menawarinya makan tadi, kalau tidak perutnya pasti akan kumat karena melewatkan jadwal makan terlalu sering. "Pelan-pelan aja, sayang" "Laper tau" kesal Naya "Tadi katanya ngga mau makan, ternyata lahap banget" Naya mendelik sinis "Jadi Mas ngga suka? Yaudah-yaudah, Naya ngga makan lagi" ujar wanita itu kembali ngambek sambil mendorong piring makanannya menjauh. Adam menggelengkan kepala "Giliran udah habis baru bilang ngga makan lagi. Lucu banget sih kamu kalo marah" "Yaudah, Mas mau ngomong apa?" "Masih marah sama Mas?" "Jelaslah" Naya menyeruput jus alpukatnya untuk meredakan rasa kesalnya. "Mas nggak bilang kalau Mas nggak suka sama temen-temen kamu, mungkin Mas yang kurang ngerti kalau mereka temen deket kamu" "Yaudahlah Mas, Naya ngga mau bahas ini lagi" "Sayang please, jangan marah sama Mas. Mas salah, Mas tau itu" "Iya Mas salah. Suami dan pacarnya temen Naya aja nggak masalah sama pertemanan kami" "Mas juga nggak masalah sama pertemanan kalian, sayang. Mas cuma ingetin buat misahin hal rumah tangga yang aturannya sangat pribadi" "Iya iya" Adam menarik tangan Naya dan mengecupnya singkat "Jangan marah lagi ya, Mas takut kamu cepet tua" Naya terbelalak dan dengan kesal mencubit lengan Adam karena jika mencubit perut pria itu tentu saja ia akan kesulitan. Adam memiliki roti sobek di perutnya dan pasti itu membuat daging perutnya sulit di tarik. Jadi setiap kali Naya mencubit, ia akan memilih lengan pria itu, meski beberapa kali, ia tetap mencubit perut Adam. *** Adam mengdengkus kesal karena kini, ia jadi lebih sering masuk ke dalam club. Kemarin ia ke club karena masalahnya sendiri, lalu ajakan teman-temannya, dan sekarang ia kembali datang karena Ardit mengabarinya dan mengatakan bahwa Dimas sedang kehilangan kontrol setelah minum tiga botol alkohol. Ia mendesah kecewa ketika mengingat bahwa mereka selalu melampiaskannya pada alkohol, padahal mereka adalah orang-orang yang berprofesi untuk mengingatkan orang lain tentang kesehatan, tetapi mereka lebih tampak seperti pasien yang harus lebih sering untuk diingatkan. Ia membulatkan mulutnya tak percaya ketika sedang mencari keberadaan Ardit dan Dimas, tetap malah melihat Dimas sedang menari bersama beberapa wanita yang berusaha menggodanya. Dimas bahkan terlihat sangat menikmati posisinya yang sepertinya menguntungkan itu. “Woi” Ardit berteriak kuat padanya sambil melambaikan tangan. Adam menggeleng heran saat teriakan Ardit menarik perhatian beberapa orang lain. Ia terkekeh geli mengingat dirinya harus berteman dengan orang yang memalukan seperti Ardit. Dengan langkah panjang, ia segera menghampiri Ardit dan bergabung bersama pria itu “Udah lama lo?” “Udah. Dimas udah gila dari tadi, gue juga heran tuh anak kenapa” kesal Ardit. Kini Adam percaya bahwa Ardit pasti sudah benar-benar lama menemani Dimas karena biasanya pria itu menyukai club, tapi kini malah mendengkus karena berada di club dalam waktu yang lama. “Lagi ada masalah kali” jawab Adam menduga. Tanpa bisa menolak, Adam menerima tawaran Ardit akan segelas alkohol. Ia segera meneguknya dengan memejamkan mata sambil menikmati rasa pahit yang mengalir ke tenggorokannya. “Masalah apa sih sampai dia segitunya, padahal biasanya dia yang paling bisa ngontrol diri” “Udahlah, nggak apa-apa, yang penting kita ngawasin dia dulu” ujar Adam sambil memperhatikan Dimas yang masih tak berpindah dari posisinya. “Eh, Dam” Adam menoleh dan melihat sosok disampingnya dengan cukup terkejut. “To-pan?” ujar Adam ragu. Ia takut salah mengenali orang, namun ia berusaha meyakinkan diri bahwa ia tak salah mengenali. “Iya, gue” ujar pria bernama Topan itu sambil menepuk pundak Adam dengan kekehan kecil “Segitu mudahnya gue dilupain” desis Topan. Topan adalah kenalan yang Adam kenal lewat seorang temannya saat berkunjung ke Jogja untuk menemuinya. Mereka bahkan hanya pernah bertemu tiga kali saja, tapi sepertinya sudah cukup akrab untuk saling mengejk satu dengan yang lain karena sifat Topan yang begitu ramah dan pandai membawa diri. “Bukan, k*****t, cuma sekarang lo banyak berubah” sahut Adam sambil meneliti tubuh Topan dari atas hingga ke bawah. “Berubah apanya? Gue tetap sama” balas pria itu tak suka dibilang dirinya banyak perubahan. “Enggak enggak, gue yakin banget kalau Topan yang gue kenal dulu nggak seganteng ini” kekeh Adam membuat Topan memukul bahu pria itu cukup kuat. “Sialan, menghina aja lo” “Gue beneran sih, sekarang perawakan lo jadi lebih laki banget. Eh, by the way, kapan lo balik ke Indonesia?” “Seminggu yang lalu sih, kalau gue nggak salah inget” “Kenapa balik? Udah muak sama bule-bule di London?” tanya Adam sinis sambil mencebikkan bibirnya. Topan duduk di samping Adam tanpa dipersilahkan, karena rasanya ia sudah cukup lelah berdiri “Udah cukup bosenlah. Bayangin aja kalau lo disana selama sepuluh tahun” dengkusnya sinis. Adam terkekeh lalu menepuk bahu Topan “Iya sih. Jadi sampai kapan lo disini? Atau udah nggak ada rencana kembali ke London?” “Untuk sementara ini, kayaknya gue akan tinggal disini dulu deh” “Bagus deh, kalau gitu bisalah nambahin hadiah pernikahan gue nanti” Adam terkekeh dengan kata-katanya sendiri. “Sialan lo, kayak orang miskin aja. Eh, tapi lo emang mau nikah beneran nih?” “Iyalah, ya kali gue nikah main-main, aneh lo” Topan terkekeh “Iya sih. Kalau gitu, bisa lah lo juga ngasih gue calon” “Aduh, sial banget. Untuk dapetin buat diri sendiri aja gue susah, apalagi buat dikenalin ke lo” ejek Adam pada dirinya sendiri. “Udah bisa dong gue menyela pembicaraan untuk sesaat?” tanya Ardit yang merasa diabaikan sejak tadi. Ia sudah cukup sabar untuk diam dan mendengarkan pembicaraan keduanya yang terdengar sangat asik hingga menganggapnya tak ada. “Eh, Dit, sorry gue lupa” ujar Adam sambil menepuk jidatnya “Ini Topan, salah satu temen gue yang dikenalin sama temen” ujarnya mengenalkan Topan pada Ardit. Ardit mengulurkan tangannya kepada Topan dan disambut dengan uluran tangan juga “Gue Ardit, masih jomlo tapi berkualitas. Kalau lo mau jadi temen tidur gue, hubungin aja” godanya. Topan meneguk ludahnya ngeri karena ucapan Ardit dan segera menarik tangannya begitu mengenalkan dirinya “Topan. Gue masih masih sangat selera sama perempuan” ujarnya. Adam terkekeh karena melihat wajah Topan yang menurutnya lucu “Ardit ini normal. Lo nggak tau aja jadwal dia main sama cewek itu padat banget” jelasnya. “Oh gitu, gue kirain beneran dia homo” desis Topan. Ardit hanya terkekeh sambil menyesap minumannya dengan tatapan geli “Kalau lo mau cari gandengan, datang aja ke rumah sakit kita, disana ada banyak dokter muda yang cantik” “Lah, lo aja masih jomlo, sok banget nawarin” ledek Adam pada Ardit yang langsung mendengkus. “Eh, itu si Dimas udah tiduran di lantai dansa” tunjuk Ardit lalu menghampiri Dimas, hingga akhirnya Adam juga ikut melangkah mendekati Dimas karena sepertinya Ardit tak akan bisa membawa Dimas sendirian melihat bagaimana tubuh Dimas yang meronta-ronta akan sangat merepotkan saat mabuk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN