13. Bikin ulah

2127 Kata
Author POV Viona terbelalak melihat Dimas yang membopong tubuh Adam sedangkan Ardit sedang menarik tangan Dimas, layaknya seorang anak kecil yang takut ditinggalkan ibunya. Gadis itu terkekeh tak percaya lalu menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka jika Dimas akan membawa dua manusia mabuk itu ke rumah Anaya. “Awhh” ringisan Adam yang dihempaskan oleh Dimas keatas kursi kayu membuat Viona tersadar dan segera memandang Dimas. “Kak, ngapain mereka ikutan juga?” tanya gadis itu “Mereka mabuk, yang ada malah aneh-aneh lagi sama dua orang cewek” Dimas menoyor kepala Viona “Gue kan masih sadar. Selagi gue sadar, gue bakalan hajar nih orang kalau sampai macem-macem” yakinnya, lalu matanya menjelajah ruangan kecil itu “Dimana bu guru?” “Di kamar” tunjuk Viona pada sebuah ruangan yang tertutup. Dimas masuk kedalam kamar membawa perlengkapan periksa disusul oleh Viona yang memasang wajah khawatir. Naya terbaring dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah. Dimas menatap Viona “Sejak kapan?” “Enggak tahu kak, gue juga baru datang. Tadi Naya cuma minta tolong buat dibeliin obat sakit kepala di apotek” Dimas melakukan pemeriksaan untuk beberapa menit. Tubuh Naya menggeliat kecil sebelum akhirnya mata lemahnya terbuka dan mengerjap beberapa kali melihat Dimas. Ia memijat kepalanya yang sangat pusing dan membuat tubuhnya sulit untuk digerakkan, rasanya sangat lemah bahkan hanya untuk duduk. “Nay, gimana keadaan lo?” tanya Viona khawatir. Naya menggelengkan kepalanya “Gue ngak apa-apa Vio, ngapain pakai nelpon dokter segala sih” dengkus wanita itu galak. “Ya namanya gue panik. Tadi gue nelpon kak Adam, ternyata dia di club sama kak Ardit dan kak Dimas, jadi gue minta tolong deh buat meriksain lo” “Maaf ya Mas, udah ngerepotin” ujar Naya sungkan. “Nggak apa-apa. Ini gejala demam biasa, kalau udah minum obat sakit kepalanya, nanti juga mendingan” jelas Dimas. Brakk Ketiga orang dalam kamar terbelalak begitu mendengar pintu kamar yang dibuka dengan kasar, lalu tubuh Adam terhuyung dan jatuh ke lantai “Whoa” teriak Naya dan Viona bersamaan. “Kak Adam, lo ngapain sih?” tegur Vio kesal dan menghampiri kakaknya yang berusaha bangun. “Gue mau lihat Naya dulu. Tadi kata Dimas, dia mau meriksain Naya, jadi gue mau lihat apakah Naya yang dimaksud Dimas itu, calon istri gue atau bukan” Naya menatap Adam dengan tangan bergetar dan saling meremas dengan khawatir, rasanya tak suka melihat Adam sampai mabuk-mabukan karena perbuatannya. Ia resah saat Adam berjalan mendekatinya lalu naik keatas ranjang yang kosong sambil menatap wajahnya. Seperti anak kecil yang baru saja melihat mainan miliknya yang baru saja ketemu, Adam sontak tersenyum sambil menatap Dimas dengan menunjuk Naya “Ini calon istri gue Dim, Anaya. Cewek yang gue bilang udah sepuluh tahun lebih gue sukain” “Kak” Viona berusaha menarik tangan Adam saat pria itu malah berbaring dan memeluk Naya. “Biar gue bawa pulang” ujar Dimas lalu menarik tangan Adam dengan kasar hingga Adam yang linglung langsung bangun dan menatap Dimas seperti anak kecil yang merajuk. “Gue mau sama calon istri gue, nggak mau pisah. Gue nggak bisa berhenti suka sama dia walaupun dia bilang kalau dia ----” Naya sudah merasakan takut jika Adam sampai melanjutkan kalimatnya didepan Dimas dan Viona. Ia sudah dapat menduga apa yang akan Adam sampaikan, tapi rasanya hatinya sakit jika akan lebih banyak orang yang tahu masa lalunya yang berdampak pada masa saat ini ataupun masa depannya. Namun, beruntungnya Naya adalah ketika Adam pingsan ke pelukan Dimas hingga Dimas pamit untuk pulang membawa Adam dan Ardit. “Vio, gue pulang dulu. Kayanya kakak lo sama bu guru itu lagi ada masalah sampai dia minum banyak gini. Sampaikan permintaan maaf gue sama bu guru karena udah bawa Adam yang ngelantur” Viona mengangguk dan segera memberikan tas perlengkapan periksa Dimas tadi ke pemiliknya stelah Dimas selesai memasukkan Ardit dan Adam ke dalam mobil. ‘Hati-hati ya kak” pesannya. “Iya” angguk Dimas sebelum akhirnya menjauh dari rumah Anaya dengan satu kali bunyi klakson kepada Viona. “Kak Adam bikin ulah aja” dengkusnya kesal lalu memasuki rumah Naya dan menguncinya rapat-rapat sebelum memasuki satu-satunya kamar dalam kontrakan kecil itu. “Nay, lo baik-baik aja kan?” tanya Vio dengan khawatir saat melihat wajah Naya yang semakin pucat dan tak bertenaga. “Gue baik-baik aja, Vio. Udah deh, mendingan lo tidur, besok kerja” Vio segera membaringkan diri disamping Naya, menarik selimut kosong untuk menutupi separuh tubuhnya, sesekali matanya melirik sahabatnya itu dengan resah. Naya yang menyadari itu, menoleh pada Vio “Lo kalau mau ngomong, nggak perlu ditahan” kesalnya. “Gue cuma mau nanya, lo ada masalah apa sama kak Adam?” “Ada sedikit masalah yang rumit buat diceritakan. Gue nggak kuat nyeritainnya” “Yaudah, tidur aja. Orang sakit memang harusnya tidur” kekeh Vio setelah sadar kesalahannya menanyai Naya disaat sakit seperti ini. *** Pagi ini, Adam terbangun karena seberkas cahaya yang mulai menelusup ke kamarnya dari gorden kaca yang mengarah tepat ke timur. Ia mengerjap beberapa kali sambil menyesuaikan masuknya cahaya ke retina matanya dengan tangan yang memegangi kepalanya yang terasa berat dan badan yang terasa sakit. Ia meringis saat menyadari bahwa ia tidur diatas sofa dan memandang bahwa kamar ini memang kamarnya karena tadinya ia sempat menduga bahwa ia tidur di kamar orang lain melihat situasinya saat ini. Namun, begitu melihat di ranjangnya ada dua mahluk yang saling memeluk sedang tidur bersama, membuatnya akhirnya paham. Dengan kesal, Adam menghampiri ranjangnya dan berkacak pinggang “Sialan banget lo berdua, udah tidur diatas ranjang gue, selimut juga dipake” desisnya sambil tersenyum picik dan mengambil selimut yang kemudian ia masukkan ke dalam lemari, lalu menurunkan suhu AC agar semakin dingin. Belum sampai semenit, keduanya sudah sibuk mencari selimut dan itu sukses membuat Adam tertawa sambil berjalan keluar kamar. Adam menepuk bahunya dengan kepalan tangan karena merasakan pegal yang luar biasa. Dapat ia lihat papanya sedang menonton televisi dengan secangkir kopi yang menemani dan roti buatan mamanya. Ia melewati ruang keluarga itu, lalu berjalan ke dapur dan menemui sang mama sedang menyiapkan sarapan pagi. “Pagi, Ma” “Pagi. Kamu ngapain semalam mabuk-mabukkan?” judes Dina pada anaknya itu. Adam terkekeh sambil mengusap tengkuknya yang tak gatal sama sekali “Nggak apa-apa lah Ma, namanya juga anak laki, maklumi aja lah” ujarnya. Ia mengambil gelas lalu mengisinya dengan air hangat yang kemudian ia teguk hingga dua gelas. “Nggak kerja kamu sama temen-temen kamu itu?” tanya Dina masih dengan judesnya. Ia paling tak suka jika anaknya sampai mabuk-mabukkan seperti tadi malam, meskipun Sandi sendiri tak terlalu mempermasalahkan itu, mengingat putranya yang tidak pernah terlibat masalah walaupun sedang mabuk. “Kerja, Ma, entar lagi” jawab Adam sambil melihat apakah Dina masih lama dengan kegiatan memasaknya atau tidak, sebab perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Ia menoleh ke kanan dan kiri “Viona mana, Ma?” tanyanya heran. Biasanya, walau jarang membantu Dina di dapur, Viona selalu muncul jika sudah pagi, baik itu menemani papanya minum kopi atau sekedar mencari keributan dengannya. Dina menoleh pada Adam dan mengerutkan keningnya heran “Kamu nggak tau kalau Anaya sakit? Kan kemaren Dimas yang meriksain. Kalian bahkan sempet ke kontrakan Naya sebelum pulang ke sini” jelasnya. Adam mencoba memutar memorinya mengenai apa yang terjadi setelah ia di klub, namun kepalanya hanya terasa berat dan malah membuatnya meringis kesal karena tak bisa mengingat begitu saja. Ia segera berlalu dari dapur dan masuk ke kamarnya untuk menuntut penjelasan kepada Dimas, satu-satunya orang yang ia yakini masih dalam keadaan sadar meski kembali dari klub. “Sialan lo, Dam, pake acara nyembunyiin selimut segala, terus nurunin suhu AC” dengus Ardit yang sudah bangun namun masih menyelimuti dirinya dengan selimut yang berhasil ditemukan. “Dimas mana?” tanya Adam tak sabar. “Di kamar mandi” tunjuk Ardit dengan dagunya sebentar, lalu kembali fokus pada ponselnya. “Dim, woiii Dimas, buruan keluar” teriak Adam. Ardit menatap Adam dengan heran lalu menggelengkan kepalanya “Lo kalau kebelet buang air besar, mendingan pake kamar mandi yang lain deh, dari pada ribut disini. Masih pagi tau” gerututnya kesal. “Sabar Paiman” sewot Dimas dari kamar mandi dengan suara yang tak kalah kuat. “Dit, lo inget nggak, semalam kita ngapain aja abis mabuk?” tanya Adam berusaha memancing ingatan Ardit. Ardit tampak berpikir lalu menatap Adam yang tamapk penasaran “Ke rumah bu guru kan?” jawabnya lebih seperti ragu karena ia sendiri mempertanyakannya pada Adam. “Terus?” Adam lagi-lagi semakin memancing. Ia takut melakukan kesalahan saat mabuk dan didepan Naya, apalagi dengan posisi mereka yang baru bertengkar. “Gue nggak terlalu ingat karena kita diletakin di lantai gitu aja” ringis Ardit saat mengingat perbuatan Dimas yang kejam. Dalam hati, ia sudah menyusun niat untuk membalaskan dendamnya pada Dimas yang kejam. Belum lagi, ia juga mengingat kalau Dimas tega meletakknya di lantai kamar Adam, sedangkan Adam ditidurkan di Sofa dan Dimas sendiri malah tidur di ranjang, bak seorang pemilik. Ardit sangat ingat betapa dinginnya lantai hingga ia terbangun dan naik keatas ranjang dengan mendorong Dimas agar tak mengusai keseluruhan. Adam menghela nafas kasar, masih dengan usahanya untuk mengingat kejadian semalam “Gue kenapa nggak ingat sama sekali sih” geramnya. “Lo takut buat salah?” tanya Dimas yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuhnya dari pinggang hingga lutut. “Banget. Gue nggak ngelakuin hal yang aneh kan, Dim?” Dimas membuka lemari Adam lalu memilih kemeja dan celana bahan yang tersusun rapi dengan berbagai jenis warna “Apa fakta kalau lo mabuk dan kita ke rumah Naya, itu lebih penting dari pada mengetahui kalau Naya sakit?” tanyanya heran. “Naya sakit? Ah” Adam menepuk kepalanya frustasi sebab mengabaikan fakta yang tadi disampaikan mamanya hanya demi mengutamakan fakta kalau ia ke rumah Naya dalam keadaan mabuk. “Gila lo. Mendingan lo segera nemuin dia atau nelpon gitu, sebelum hubungan kalian makin berantakan karena semalam lo ngelakuin hal-hal yang bikin dia terkejut banget” “Gue nggak ada ngelakuin hal yang nggak wajar kan, Dim? Gue nggak nyakitin Naya atau ngomong sesuatu yang buat dia nangis atau marah?” Adam mendekati Dimas demi menuntut jawaban. “Tanya sendiri aja sana” usir Dimas. “Gue nggak bisa nemuin dia saat ini juga, ada jadwal pagi” keluhnya. Ia meremas rambutnya kasar. “Plese, kasih tau gue satu hal, apa gue bikin dia nangis?” paksa Adam. “Enggak” tegas Dimas cepat. Ia menggelengkan kepalanya, heran bagaimana bisa Adam sama sekali tak mengingat kelakuannya sendiri disaat dirinya lebih tampak sadar dibandingkan Ardit. “Oh God, syukurlah” pujinya dengan mengelus d**a. “Jangan tenang dulu lo, semalam lo buat dia tekejut banget. Saran gue, segera temui dia” “Ah, gue jadi takut kalau hubungan lo beneran kandas” ringis Ardit dengan ejekan yang jelas ia tujukan pada Adam. “Coba aja dulu chat atau telpon. Buktiin, masih dibalas atau enggak” kekeh Dimas. “Kalau nggak dibalas, mampus gue” ringis Adam sambil mencari-cari ponselnya. *** “Gue tinggal, nggak papa ya Nay” ujar Vio yang sudah siap dengan pakaian kantornya. Semalam ia memang langsung membawa perlengkapan menginap saat mendengar bahwa Naya sakit. Namun, pagi ini ia harus pergi dengan rasa ragu karena Naya tampak sangat lemah. “Gue nggak apa-apa Vi, mendingan lo buruan pergi, sebelum terlambar dan dimarahi atasan lo” “Gue takut banget ninggalin lo sendiri gini. Pokoknya kalau ada apa-apa, segera hubungi gue ya” “Iya” angguk Naya. Belum sampai lima menit kepergian Vio, Naya langsung meraih ponselnya yang bergetar. Ia melihat chat masuk itu dengan ragu karena chat itu berasal dari Adam. Kepalanya yang pusing juga membuatnya tak bisa memegang ponsel yang kecerahannya itu juga mempengaruhi matanya yang langsung sakit saat melihatnya. Ia membaca chat itu sejenak lalu meletakkan ponselnya. Adam : Selamat pagi, Nay. Kamu masih sakit? Naya masih tak bisa memahami bahwa Adam masih memilihnya disaat pria itu sendiri sudah menyadari kalau memilih Naya untuk melanjutkan hubungan ini, membuat pria itu tertekan dengan keadaan Naya. Ia tak bisa nantinya malah harus merasakan sakit melihat Adam yang hanya diam dan berusaha menyembunyikan perasaan kecewa terhadap keadaannya yang tak seperti keinginan pria itu sebagai pria baik-baik. Sebelum Adam menyesal setelah mereka menikah nanti, ia lebih baik undur diri agar tak semakin memperdalam perasaan Adam yang ia yakin sangat terluka. Ada baiknya kalau Naya memilih melangkah ke belakang dan mencari orang lain yang mungkin serupa dengan keadaannya dan bisa memahami dirinya dengan cara yang benar. Drttt drtttt drttt Naya kembali meraih ponselnya dan melihat nama Adam sebagai pemanggil. Mengingat bahwa Adam pasti akan bekerja, Naya memilih mengangkat panggilan itu agar nantinya tak membuat Adam resah dan malah lalai dalam tugasnya sebagai seorang dokter. Walau bagaimanapun, ia tak boleh egois dengan mengabaikan Adam disaat pria itu akan bekerja dan malah membuat fokusnya nanti kacau hanya karena memikirkan dirinya. “Halo Nay, kamu baik-baik aja kan?” tanya Adam tak sabar begitu panggilan mereka terhubung. “Iya, Mas, aku baik-baik aja” “Kenapa nggak balas chat-nya Mas, padahal udah dibaca?” “Kepalaku masih pusing buat neglihat hp, Mas. Mas nggak kerja?” “Kerja, bentar lagi. Kamu udah sarapan?” “Udah” “Nay, saya mau jelasin yang semalam” Naya menggelengkan kepalanya “Aku lagi pusing banget Mas, butuh istirahat dulu. Aku belum bisa banyak dengerin” ujarnya. Ia memang menghindari segala penjelasan Adam saat ini karena hati dan tubuhnya sedang tak siap. Ia tak ingin membebani kepalanya dengan pusing memikirkan pernjelasan Adam. Terdengar jelas nada kekecewaan yang tak dapat Adam sembunyikan, namun bibirnya terpaksa berkata “Yaudah kalau gitu, kamu istirahat aja dulu. Mas bakalan jengukin kamu nanti malam, kalau udah selesai kerja” Naya memutus panggilan tanpa menjawab ucapan Adam. Ia hanya menghela nafas kasar, lalu memejamkan mata dan berharap Adam ada kesibukan nanti malam sehingga ia tak perlu mencari alasan untuk menghindari pria itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN