Bab 1. After Married
"Akhirnya selesai juga acaranya."
Karena tubuhnya yang sudah lelah. Angel memutuskan untuk menghempaskan tubuhnya ke kasur dan memejamkan matanya dengan memakai pakaian pengantin di tubuhnya.
"Lebih baik kamu bersihkan diri kamu dulu, sebelum tidur,” kata seorang pria yang baru masuk ke dalam kamar gadis itu.
Angel membuka mata dan melirik sinis pria itu. "Kenapa Om ngatur mulu sih? Heran deh,” ucapnya sembari memutarkan bola mata malas.
"Nanti jadi penyakit, Angel. Lagian saya juga sudah menjadi suamimu. Wajar bukan sih, kalau aku bilang seperti itu?" tutur pria tersebut.
"Kalau bukan karena mama aku yang menyuruh menikah. Mana mungkin Angel menikah sama om-om tua seperti Om," gerutunya dengan sinis.
"Barusan bilang apa?"
Angel membulatkan matanya dan segera bangun ketika pria itu mendekat ke arahnya dan segera bangun dari tidurnya. "Diam di situ! Deket-deket sama aku, Om bakalan tau akibatnya," ancamnya.
Xavier hanya tersenyum menyeringai. "Saya tidak takut dengan kamu. Lagian, kita sudah sah menjadi suami-istri bukan?"
"Emang! Kan kita sudah janji kan, sebelumnya? Kalau kita cuma kontrak dan Om juga nggak bakalan sentuh Angel?!"
Pria itu seperti tidak mendengarkannya. Reflek gadis itu menutup matanya dan berteriak. Tapi, kenapa tidak ada tanda-tanda apapun?
Angel membuka matanya, ternyata pria itu sedang mengambil ponsel yang berada di sampingnya.
“Sialan,” batin Angel terus melirik pria itu.
“Kenapa? Takut? Dasar penakut,” kata Xavier sembari tertawa kecil.
“Nggak, ngapain juga takut sama om-om?” Angel mencoba untuk biasa. Namun, sialnya wajahnya kini memerah.
“Kondisikan pipimu.”
“Mending ngaca deh, Om!”
Xavier mendesis pelan. "Lihat saja nanti, siapa yang bakalan jatuh cinta sama saya."
"Dih! Percaya diri banget sih Om? Om itu sudah tua, mending fokus sama kesehatan Om," ucap Angel dengan nada polosnya.
Xavier meringis pelan. Pria itu segera menghindar dari gadis kecil itu sambil membuka kancing kemejanya sendiri dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya sendiri.
Angel menghela napas pelan. "Untung saja Om itu nggak macem-macem sama aku," gumamnya. Dia segera beranjak dari kasur dan melihat wajahnya. dan ternyata benar, wajahnya kini memerah.
“Astaga, pantes aja Om bilang seperti itu tadi,” gerutunya. Lalu, kembali tiduran di atas kasurnya sendiri.
Beberapa menit kemudian, suara Xavier terdengar mengejutkan Angel yang masih sulit untuk memejamkan kedua matanya.
“Cepat tidur!"
Angel menoleh. Menatap Xavier dengan kedua mata yang seketika membulat saat melihat pria itu ternyata hanya memakai celana pendek dan tidak mengenakan kaos atau apa pun.
"Astaga, mataku?" batinnya kemudian menutup matanya pakai selimut. Sesekali mengintip dari sela-sela selimutnya.
"Kenapa di sini, hah?" kata Angel ketika melihat pria itu sudah duduk di tepi kasur.
"Mau tidurlah."
"Tidur di luar atau di sofa. Angel nggak mau ya, kalau Om tidur di sini?!"
"Tidak mau. Ini juga kamar saya," kata Xavier dengan santainya dan menyandarkan tubuhnya di kasur empuk itu.
Angel menggertakkan giginya. Dengan entengnya dirinya mendorong tubuh Xavier dengan kakinya sampai terjatuh di bawah sana.
"Angel?!"
"Emang enak!"
***
Pagi harinya, Angel segera keluar dari kamarnya itu. Xavier? Mungkin dia keluar tanpa sepengetahuannya.
"Di mana Xavier, Sayang? Masih tidur?" tanya mamanya yang bernama Naura.
"Aku juga nggak tau Ma. Mungkin keluar, cari angin," jawab Angel sambil mengangkat bahunya. Kemudian menduduki salah satu kursi di sana.
Naura hanya menggelengkan kepalanya. "Kamu ini sudah menjadi istri Xavier loh. Masa iya nggak tau suaminya keluar ke mana."
"Aku sih nggak peduli. Lagian, Angel juga masih tidur kan tadi?" katanya dengan wajah tak berdosa.
Angel mengambil porsi sendiri untuk dimakan.
"Besok lagi jangan sampai kamu membiarkan Xavier terabaikan sama kamu Angel. Ingat itu."
Angel menghela napas kasar.
"Oh ya, bagaimana semalam?" tanya Naura, kepo.
"Apaansih Ma, mending Mama tutup mulut deh, nggak usah tanya soal itu." Angel memutarkan bolamatanya malas.
"Kan-"
"Ma, nanti Xavier mau keluar sama Angel. Apa boleh?" kata Xavier tiba-tiba.
Angel menoleh ke sumber suara. Dia menghela napasnya pelan saat melihat Xavier yang baru saja kembali. "Tiba-tiba banget sih Om?"
Xavier melirik dari sudut matanya. "Ya ... maaf, Sayang, kan baru sempat bilang. Lagi pula kita juga baru seatap, kan?"
Angel bergidik ngeri saat suaminya itu memanggilnya dengan sebutan sayang. "Bukannya senang, kenapa aku malah geli?" batinnya.
"Astaga, Angel. Sopan sedikit sama suami bisa nggak?"
Angel memutarkan bola matanya tanpa menjawab ucapan mamanya barusan.
Naura menggelengkan kepala melihat sikap anaknya barusan. "Maafin anak Mama ya?"
Xavier menjawab dengan senyuman tipisnya.
"Tentu boleh kok, nanti biar Mama yang menyuruh Angel siap-siap. Kamu makan dulu, sana. Mama sudah menyiapkan makanan buat kalian. Dan besok lagi Angel yang bakalan masak untuk kamu," sindir Naura.
"Mulai deh," dumel Angel.
Xavier hanya tertawa kecil dan duduk di samping Angel.
"Memangnya kamu mau bawa Angel ke mana?"
"Ke rumah Xavier Ma."
"Rumah? Kamu sudah punya rumah?"
"Sebenarnya ... Xavier sudah membangun rumah sejak lama Ma. Tapi belum di lanjutkan renovasi kembali. Dan baru saja kemarin aku menyuruh beberapa orang untuk renovasi rumahnya. Kemungkinan beberapa hari lagi akan selesai. Apa Mama mengizinkan Xavier untuk membawa anak mama ke rumah barunya?"
Angel mengerutkan keningnya dan saling tatap dengan Naura.
"Tentu boleh lah, Nak Xavier. Kan itu hak kamu, lagian adiknya juga bakalan balik ke sini. Jadi, Mama tidak bakalan kesepian juga."
"Ma, udahlah. Kan lebih enak di sini bareng-bareng. Ngapain juga diizinin buat tinggal bareng sama Om Xavier di rumah dia?"
"Biar kamu mandiri. Sudahlah, ikut kemauan suami kamu itu saja, ya?"
Angel terdiam, dia menghela napas kasar. "Kenapa harus aku terus yang menjadi paksaan mama? Giliran nolak saja langsung dimarahin," batinnya.
Setelah selesai makan, Angel memutuskan ke kamar untuk berganti pakaian, kemudian keluar dari rumahnya itu. Untuk sisa makanan, mamanya yang bertanggung jawab soal itu.
"Mobilnya sudah saya panaskan. Ayo masuk," suruh Xavier sembari membukakan pintu untuknya.
Angel menatap pria itu sekilas, kemudian masuk ke dalam mobil tersebut dan menutup pintu itu kembali. Lalu dia memasang seatbeltnya sendiri.
Tak lama, mobil itu dilajukan dengan kecepatan rata-rata. Keduanya hanya diam di dalam sana.
"Kata mama kamu, kamu mau melanjutkan sekolah kan?" tanya Xavier untuk memecahkan keheningan di dalam sana.
"Iya, aku mau lanjutin sekolah."
"Kalau begitu, saya akan mengantarkan kamu untuk daftar. Saya kenal salah satu dosen di salah satu universitas."
Angel menoleh ke samping, kemudian mendesis pelan. "Jangan bilang Om menyuruhku masuk ke sana dari orang dalam?"
"Memangnya kenapa? Justru bagus kan kalau kamu masuk dari orang dalam?"
"Tapi menurut Angel itu curang," kata Angel mendesis pelan.
"Ternyata kamu tau arti curang ya?"
"Om kira Angel sekolah itu cuma main-main? Jangan bilang Om dulu sekolahnya cuma minta absen saja?" kata Angel sambil memicingkan matanya ke pria itu.
Xavier mengangkat bahunya acuh. "Benar katamu. Saya sering keluar jika pelajaran itu membosankan."
"Tuh kan, kenapa mama bisa memilih Om ya? Padahal Om kan pemalas, cuma muka aja yang kalah ganteng. Makanya mama kepincut sama muka Om," katanya polos.
"Terus? Kamu kenapa tidak kepincut juga sama saya?"
"Nggak akan, itu mustahil." Angel bersedekap d**a sambil menatap ke depan. "Angel itu punya crush di sekolahan dan sekarang dia juga mau fokus sama kuliahnya."
"Crush?" Xavier tersenyum masam. "Untuk saat ini sudah tidak berlaku untuk kamu Angel. Kamu sudah menjadi milik saya."
Angel melirik tajam Xavier. "Lebih baik Om diam saja. Orang tua tidak usah ikut-ikut urusan anak muda."
Xavier hanya diam dan mengulas senyuman kecil.
“Lagipula, sekarang juga sudah modern. Daftar online juga bakalan bisa. Nggak ngehabisin duit juga,” ucap Angel kemudian.
“Benar juga, habis ini kita sampai.”
Tak lama kemudian. Mereka akhirnya sampai di sebuah rumah. Rumah itu terlihat lumayan besar dan sederhana.
Xavier nampak membukakan pintu untuknya. Segera mungkin Angel turun dari mobil itu. "Ini rumah Om, ya?" tanyanya sambil melihat ke sekitar takjub.
"Rumah kita, bukan saya. Ayo kita masuk ke dalam. Kita lihat di dalam juga."
Tangan pria itu spontan menarik lembut tangan Angel.
Angel sontak menatap tangannya, tak lama dirinya segera melepaskannya. "Angel bisa jalan sendiri, Om kira Angel nenek tua yang harus dipegangin?"