Part 3

1702 Kata
Adriana memegang pinggangnya yang terasa pegal luar biasa, sebanyak hampir dua dus obat yang harus ia list dan ia susun sesuai dengan nama dan jenisnya, sebenarnya hal ini bukan menjadi tugasnya tapi ia memilih bertukar peran karena hatinya seperti akan meledak, laki-laki yang ia hindari selama 6 bulan lebih, kini ia berjumpa kembali. “sus apa sudah selesai, kalau sudah kami tunggu di bawah, kami sedang bakar-bakar jangan sampai ketinggalan” ucap seorang perawat laki-laki yang tadi ia minta unutk bertukar peran “ah iya, sebentar lagi saya turun” Adriana meneruskan melakukan listingnya. perutnyapun sudah meronta ingin di isi, selama di sana ia jarang mendapatkan karbohidrat dari daging, ilernya jatuh mengingat seberapa lezat daging yang sedang di panggang di bawah sana Adriana berjalan menuruni tangga sambil memegang pingganya yang masih saja pegal sebab ruang penyimpanan berada di lantai dua. Adriana merasakan angin yang berhembus cukup sejuk membuat rambutnya beterbangan seiring dengan arah angin. “suster Adriana, di sini” ucap seseorang memanggil namnya Mendengar namanya di sebut Adriana menolehkan kepalanya, aroma daging begitu menggoda menambah lebar senyumnya, namun hal itu hanya sebentar, senyum yang tadi begitu merekah hilang seketika saat netranya mengunci seseorang yang sedari tadi ia hindari tengah asik berbincang meski sesekali memembolak-balik daging agar masaknya merata “kenapa melamun, malam ini jadwal susuter yang menyiapkan menu makan malam, jadi panggang ini” ucap seorang dokter wanita memberikan penjepit maknan Mau tidak mau Adriana menerima penjepit tersebut dan berdiri di hadapan Adrian yang tampak fokus pada pangganganya. “jangan terlalu sering di balik, justru masaknya semakin lama” ucap Adrian mengingatkan “i..iya” jawb Adriana kikuk dan menghembuskan nafas kasar beberapa kali Krauk… Krauk… Mendengar bunyi yang berasal dari perut Adriana sontak saja Adrian menoleh pada sang empuh, begitupun dengan Adriana ia menatap Adrian kemudian menoleh kearah lain, malu. ia malu dengan kurang ajar perutnya berbunyi di hadapan laki-laki itu. “kalau kamu lapar yah makan saja, saya meneraktir ini untuk di makan juga oleh kamu, bukan hanya untuk di panggang untuk orang lain” ucap Adrian memberikan satu wadah yang berisi lima slice daging yang sudah selesai di panggang oleh Adrian pada Adriana. “terima kasih” ucap Adriana menerima wadah tersebut dan memilih duduk di salah satu sudut kapal apung “kenapa kamu makan di sini bukan di dekat rekan kerja mu?” ucap Adrian menghampiri Adriana “saya hanya terbiasa makan di sini” jawab Adrianan tanpa menoleh pada lawan bicaranya “minum?” tawar Adrian memberika sebuah minuman kaleng “saya tidak mengkonsumsi__” “ini nonalkohol kalau itu yang kamu takutkan” sela Adrian “itu soda, saya juga tidak meminum soda, saya memiliki riwayat asam lambung yang cukup parah, bukan berarti menolak pemberian anda” ucap Adriana berusaha menyunggingkan senyuman “maaf” ucap Adrian kemudian memberikan sebotol air mineral yang semula untuk dirinya “bukan salah anda, sekalilagi terima kasih” ucap Adriana menerima air mineral tersebut dan meminumnya Adrian hanya mengangguk dan berdiri menghadap air yang sedikit lebih kencang kemudian di susul oleh Adriana menghadap hal yang sama “berarti sekarang statusmu sudah remi sebagai seorang perawat?” tanya Adrian tanpa menoleh “hmm” ucap Adriana “lalu apa alasan kamu mengikuti program ini?” tanya Adrian penasaran “mempermudah jalan hidupku, mencari pekerjaan sangat sulit, bahkan mengikuti program ini pun sangat sulit” ucap Adriana apa adanya Yah, Adrian tau tak ada yang berubah dari perempuan satu ini, ia yakin finansial Adriana masih belum stabil “kamu belum memiliki penghasilan yang cukup, bukannya kurang tepat kalau tujuan kamu mengikuti program ini hanya untuk itu, bukan untuk mengabdi” ucap Adrian sambil menyesap soda yang tadi untuk Adriana “kalau bisa menyelam sambil minum air kenapa tidak, lagi pula aku bukan dokter Nadine yang memiliki suami pengusaha bahkan bisa menjalin kerja sama dengan pemerintah dan mencetuskan program ini” ucap Adriana “lalu kenapa kamu menghindariku kembali setelah sekian lama” tanya Adrian kemudian “aku tidak menghindari apapun” ucap Adrina membela diri “kalau tidak menghindar lalu apa, kamu tau aku datang terus kamu menukar posisimu, bahkan aku harus merogoh kocek untuk memancing kamu keluar” ucap Adrian merubah pandangannya menghadap Adriana Adriana tak menjawab apapun, ia tak tau kalau Adrian mengetahui dirinya memang menghindari laki-laki itu. “kapal aku yang terakhir sudah tiba, setelah mutan tersebut dibongkar aku akan kembali, selamat melanjutkan tugas sebagai seorang tenaga kesehatan” ucap Adrian menghampiri anak buahnya yang sedang mengepak obat-obat herbal yang di produksi oleh perusahaanya. Adriana hanya mengangguk tanpa menjawab apapun, ia tak tau harus menjawab dengan apa, di sudut hatinya ia tak rela laki-laki itu pergi, tapi ia tak memiliki alasan apapun untuk menahan dirinya, setelah pernikahan Juna, Adriana mendoktrin dirinya untuk tidak memendam rasa kembali, ia takut kecewa untuk yang kedua kalinya. ____ Setelah kepergian Adrian, Adriana kembali pada kerjaanya melakukan listing pada obat-obatan yang baru saja tiba, agar ia bisa mengistirahatkan dirinya “stok kali ini lumayan banya sus?” tanya seorang dokter wanita yang tadi memberikan penjepit makanan padanya yang bernama Reka “lumayan dok, sepertinya cukup unutk pelayaran kita ke besok” ucap Adriana mencoba tersenyum, ia sangat sulit untuk berteman “saya boleh bertanya sesuatu?” tanya Reka “boleh dok, kalau saya mampu akan saya jawab” ucap Adriana tetap fokus pada listingnya “kamu memiliki hubungan apa dengan pak Rian, sepertinya kalian sangat dekat” “Rian?” tanya Adriana bingung, sebab tak ada yang bernama Rian di dalam anggota tim medis yang bertugas “laki-laki yang menjadi lawan bicara kamu tadi, beliau pemasok obat-obatan untuk rumah sakit ini, meskipun aku yakin Pak Daniel akan membayar dengan harga yang tidak murah juga” “jadi obat-obatan ini berasal dari perusahaan beliau?” tanya Adriana tanpa menjawb pertanyaan Reka “yah, dan kamu belum menjawab pertanyaan aku, ada hubungan apa kalian berdua?” “awalnya saya tidak sengaja bertemu, kemudian saya di kenalkan oleh teman saya, udah lumayan lama juga, pekerjaan saya sudah selesai” ucap Adriana “baiklah kalau begitu saya juga akan beristirahat” ucap Reka keluar dari ruang penyimpanan obat lebih dulu ____ Adrina melakukan pertolongan pertama pada seorang wanita yang sedang hamil tua, akses menuju rumah sakit masih sulit sehingga mau tak mau ibu-ibu tersebut harus di gotong ke rumah sakit apung, baru tiga jam tertidur dirinya sudah kembali berjalan, salah seorang penduduk mendatangi mereka dengan mengatakan ada seorang ibu yang akan melahirkan. “dokter sepertinya sudah pembukaan 8, ruangan sudah di persiapkan, dokter Nadine juga sudah stand by di dalam” ucap Adriana pada seorang dokter laki-laki “apa Nadine bersama suaminya?” tanya Dimas, dokter yang di gadang-gadang pernah menjalin hubungan asmara dengan dokter yang menjadi panutannya selama ia mengabdi di rumah skait apung ini “ya dok, suaminya sedang berada di sini juga” ucap Adriana membantu Dimas menggunakan handskun pada tangan Dimas “dasar bucin” ucap Dimas melenggang masuk menuju ruang persalinan yang di ikuti oleh Adriana “hai” ucap Dimas tanpa menoleh pada Nadine dan fokus pada perut sang ibu yang sudah tampak kesakitan “sudah datang yang ahlinya, kalau begitu saya permisi dulu jangan lupa ada yang ingi aku bicara kan” ucap Nadine keluar dari ruangan persalinan, Adriana melihat itu hanya tersenyum *** Setelah prosesi melahirkan yang cukup ekstrim menurut Adrina, namun tidak bagi seorang Dimas dan Nadine mereka sudah sangat biasa dengan kondisi menyelamatkan pasien dengan alat seadanya Adriana membuatkan teh hangat untuk Nadine dan Daniel sebagai tamu utama mereka, hampir semua tim medis menyambut pasangan suami istri yang memiliki peran penting dalam program ini “aku dengar dari puteriku, selain tampan kau merupakan dosen yang sangat galak” ucap Daniel pada Dimas sementara Nadine, ia membantu Adriana membuka box berisi makanan unutk tim medis “ya, dan kau ayah yang sangat memanjakan puterimu” ucap Dimas sambil meminum teh yang di sugukan “bahkan Alisya pernah nangis sampai berhari-hari karena kamu memberinya nilai E Mas” ucap Nadine menimpali “dia tidak bisa diam seperti ayahnya dan selalu memotong ucapanku, itu sangat mengganggu” ucap Dimas menyindir Daniel yang selalu meminta agar Dimas melakukan anaknya dengan perlakuan kusus dari dirinya. “terimaksih sudah membantu rumah sakit ini tetap jalan Mas” Merasa pembicaraan tersebut sudah mengarah pada pembahasan yang bukan urusannya Adriana membawa box makanan yang di bawa oleh Nadine untuk mereka nikmati “saya permisi dulu dok, pak” ucap Adriana pamit pada Nadine, Daniel dan juga Dimas “Adriana apa persediaan obat sudah sampai?” tanya Nadine pada Adriana “sudah dok, tadi malam tepatnya, apa dokter mau melihat?” tawar Adriana “boleh, saya juga ingin memeriksanya” Adriana memberi jalan pada Nadine untuk lebih dulu “kenapa kamu menunduk terus dari tadi?” tanya Nadine membaca hasil listing Adriana “tidak dok saya hanya bingung harus melakukan apa” ucap Adriana jujur “setelah ini, kamu sudah memilki tujuan untuk mengabdi di mana?” tanya Nadine tersenyum ramah “belum dok, saya masih mencari rumah sakit yang berada di perkotaan agar tidak terlalu jauh dari kost saya, itu pun kalau bisa” Medengar itu Nadine hanya diam, kemudian ia tersenyum “kalau kamu kebingungan kamu bisa menghubungi saya” ucap Nadine meletakkan hasil listing yang tadi ia gunakan “saya menemui suami saya dulu, semoga dua bulan tidak terasa lama untuk kamu” ucap Nadine “saya juga pernah di posisi kamu, jauh dari orang tua, keluarga, tapi mau bagaimana pun tugas kita mengabdi pada negeri” ucap Nadine menepuk pundak Adriana beberapa kali “terima kasih dokter atas wejanganya saya memang sedikit memiliki beban mental dok” mendengar itu Nadine menyerngitkan keningnya “maksud kamu, apa warga di kapal ini tidak bersikap ramah dengan kamu?” tanya Nadine menangkap sesutu yang ganjil dari Adriana “bukan mereka dok tapi saya yang merasa perlu mejaga jarak, saya hanya takut kecewa bila berdekatan denga orang lalin, kemudian orang tersebut meninggalkan saya, maaf dok saya jadi curhat” Nadine menggeleng “tidak masalah saya justru senang kamu berbagi cerita dengan saya, saya tidak tau masalah apa yang menimpa kamu sehingga kamu membatasi diri sendiri terhadap lingkungan, tapi percayalah segala sesuatu tidak ada yang sia-sia, mungkin rumor saya dengan Dimas sudah menyebar di rumah sakit ini, saya tidak menutupi hal itu, saya pernah menaruh rasa pada dokter kandungan tersebut, tapi jodoh saya bukan dia tapi seorang Daniel dengan segala keposesifannya yang memberikan saya lima orang anak, menurut pengalaman pribadi saya kamu di kecewaka oleh orang yang kamu sayangi tapi coba lah sedikit merubah cara pandang kamu” ucap Nadine memberi sedikit wejangan Medengar itu Adriana sedikit merasa lega, permaslahan yang berada di pundaknya seakan berkurang sedikit “dokter apa saya boleh memeluk dokter?” tanya Adriana mengehampiri Nadine “kenapa tidak” ucap Adriana menerentangkan tanganya “terima kasih dok” ucap Adriana dalam pelukan Nadine ia telah lama kehilangan sosk ibi bahkan kakak di hidupnya, ia begitu mengidolakan karakter Nadine
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN