…
Nadia berlari di tengah derasnya air hujan, ia meminta Gery menghentikan mobilnya saat melihat air turun dari langit.
Gery terdiam, ia masih didalam mobil dan pandangan menatap pada Nadia yang sedang tertawa bahagia bermain air hujan.
Ia pun turun dari mobil membawa payung.
"Nadia, ayo masuk ke mobil, nanti kamu masuk angin," ujar Gery sedikit berteriak karena hujan turun lumayan deras.
"Ini seru, Pak. Jangan khawatir, Bapak yang lemah ke mobil atau pulang aja," balas Nadia dengan berteriak.
"Apaan sih, saya bukan lemah, Nadia! Saya mengkhawatirkan kamu, karena kamu itu Minggu depan ada ulangan!" teriak Gery lagi.
"Udah sana, Pak. Pulang, saya masih seru disini…"
"Nadia, ayo… jangan bandel,"
"Ih, Pak… sana,"
"Ck," karena kesal, Gery pun melemparkan payung yang ia pakai untuk melindungi diri dari air hujan.
Nadia pun terdiam, sebelum akhirnya terkekeh.
Gery pun terdiam, melihat Nadia begitu bahagia.
"Pak, tau nggak…"
"Nggak!" Jawab Gery dengan cepat.
"Pak, Saya serius…"
"Iya, ngomong aja…"
"Saya…" suara Nadia sedikit bergetar. Membuat Gery merasa iba.
"Ada apa, Nadia?"
"Pak, besok saya ulang tahun yang ke 18. Tapi, hiks…"
"Tapi kenapa, Nadia?"
"Tapi bohong, Pak…" jawab Nadia terbahak, ia berlari menuju mobil Gery. Tak peduli dengan mobil gurunya yang basah, ia tetap masuk kesana dan duduk di jok depan.
"Astaga, gue di bohongin bocah! Kudu banyak sabar gue," gumam Gery berlari.
"Awas ya kamu, Nadia! Saya skors kamu!"
Nadia terkekeh di dalam mobil Gery, dan pemilik mobil pun masuk.
"Jangan main-main, Nadia! Atau kamu mau saya hukum, ha?"
"Maaf, Pak… saya sedikit main aja kok,"
"Nggak bagus bercanda kamu, ini bisa jadi penyakit."
"Jangan ceramah ya, Pak. Ayo jalan, dingin banget ini," ucap Nadia membuat Gery mendengus kesal.
"Kamu pikir, saya nggak dingin, hah?"
"Santai, Pak. Jangan ngegas, saya nggak ajak bapak buat ikut hujan-hujanan loh," ucap Nadia pada Gery.
"Ya tapi kamu … "
"Udah, Pak. Ayo jalan, antar saya pulang."
"Astaga… saya sudah cocok menjadi supir ya?"
Nadia pun terkekeh.
"Bapak udah buat saya jengkel tadi siang, dan ini pembalasan dari saya." Ucap Nadia dengan senyum jahatnya.
"Haish, kamu balas dendam karena saya buang rokok kamu?"
"Ya apa lagi,"
"Harusnya kamu tau, itu di sekolahan dan kamu nggak boleh pakai kebiasaan buruk itu."
"Pak, asal bapak tau aja… merokok itu pilihan, pendidikan itu wajib!" Jawab Nadia pada Gery.
Gery tersenyum mengejek,
"Pendidikan itu wajib, tapi kamu selalu bolos…"
"Ah, ya… bolos juga pilihan, Pak. Saya membolos tapi nilai saya nggak pernah jelek," ucap Nadia membanggakan diri sambil menaik turunkan alisnya.
Gery mendengus kesal, ia mengambil mantel di jok belakang dan melemparkannya pada Nadia.
"Pak, kok di kasih ke saya?"
"Saya nggak mau kamu sakit, Minggu depan ada ulangan semester,"
"Oh iya, saya lupa… makasih ya, Pak. Tapi ini saya takut, pacar anda marah…"
"Pacar saya santai, dia nggak bakal marahin kamu," ucap Gery pada Nadia.
"Saya pikir … nggak ada perempuan yang mau jadi pacar anda selain Bu Janda, Pak!" ucap Nadia mengejek Gery.
"Sembarangan kamu, gini-gini saya sudah punya tunangan,"
"Hah? Beneran, Pak?"
"Iya, buat apa saya bohong?"
"Keren, Pak…"
"Ya keren, tapi itu baru rencana sih," lanjut Gery terkekeh.
"Dih, nggak asik banget, Pak." Jawab Nadia mendengus kesal.
"Udah, ya… saya bisa gila kalau sama kamu "
"Dih, aneh… kan bapak sendiri yang nggak jelas tiba-tiba ikutin saya sampai ke rumah kak Randy,"
"Hei, saya nggak ada ikutin kamu. Saya cuma kebetulan lewat aja, paham!"
"Nggak, Pak. Soalnya saya nggak ada keluar rumah kak Randy, tapi kok bapak bisa tau?"
"Dibilangin, rumah teman saya di sebelah rumah Randy. Kalau kamu nggak percaya, besok deh kita ketemuan disana. Gimana?"
"Buat apa, Pak?"
"Biar kamu percayalah,"
"Oh iya juga sih, ayo lah… siapa takut, siapa tau bapak cuma mau ikut viral aja kan,"
"Dih, kamu nggak tau aja, kalau gurumu ini orang terkenal,"
"Alah, ngawur. Terkenal ngeselin iya," ucap Nadia membuat Gery geleng kepala.
Hingga dua puluh menit kemudian, mereka pun sampai di depan gerbang rumah Nadia.
"Pak, nggak mampir dulu?" tawar Nadia pada Gery.
"Dirumah kamu, ada siapa?"
Nadia pun terkekeh mendengar pertanyaan Gery, menurutnya itu adalah pertanyaan paling miris dalam hidupnya.
"Aku sendirian, Pak…"
"Saya pulang saja, kamu boleh hubungi saya kalau kamu tiba-tiba merasa demam atau pusing,"
"Baik, Pak. Terimakasih atas tawarannya, tapi saya punya Inces dan juga dua sahabat saya yang lainnya. Mereka pun sangat peduli dengan saya,"
"Baguslah, itu adalah sahabat sejati,"
"Iya, Pak.."
"Cepat, masuk… nanti masuk angin, repot." Ucap Gery menyuruh Nadia masuk.
"Hati-hati, Pak. Terimakasih untuk waktu nggak jelasnya ini," ucap Nadia sambil berlari menuju rumahnya.
"What! Waktu nggak jelas?"
Gery menggelengkan kepalanya, ia benar-benar tak habis pikir dengan muridnya itu.
Padahal sudah jelas, ia membuat Gery ikut terkena air hujan.
Gery merasakan dingin di tubuhnya, ia pun langsung mengambil mantel yang tadi sempat dipakai Nadia.
Sedikit menghangat, itulah yang Gery rasakan.
Ia pun langsung kembali melanjutkan perjalanan menuju apartemen miliknya.
Sesampainya di apartemen, ia langsung pergi mandi dengan air hangat dan menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.
"Sial, gue beneran meriang," umpat Gery dengan suara menggigil.
Berbeda dengan Nadia, dia justru dengan senang bermain air lagi di kamar mandi. Ia berendam dan menghabiskan waktu disana.
Hari esok, adalah hari ulang tahunnya.
Nadia pun terkekeh, sudah biasa… Nadia sudah bisa menebaknya, tidak akan ada apa apa di acara indahnya.
Ia akan menghabiskan waktu dirumah tanpa ada yang mengganggu.
Dia akan menghabiskan waktu untuk menonton.
Nadia mendapatkan ponselnya yang berdering, ia pun langsung menjawab panggilan itu.
"Hm, ada apa?"
"Nad, tadi siang kata Randy lo pulang di jemput, siapa tuh?"
"Dih, lo telpon cuma mau nanya itu, Kak?" tanya Nadia pada Revan.
"Ya, nggak gitu. Gue kangen aja kok,"
"Hm, kesini… bawain martabak ya?"
"Ya, Sayang. Yang manis mau nggak?"
"Iya mau, biasa…"
"Kejunya yang banyak, kan?"
"Iya… Lo yang terbaik, Kak."
"Yaudah, gue siap-siap otw. Lo tunggu di depan rumah,"
"Oke, hati-hati… muaccch," ucap Nadia.
"Huekkk…" balas Revan membuat Nadia terbahak.
Revan pun tersenyum saat sambungan mereka telah selesai.
Ia langsung pergi mencarikan pesanan Nadia.
Ia menggunakan motor sport miliknya, mungkin ia akan mengajak Nadia untuk jalan malam.
…
Bersambung...