PART 17

1587 Kata
  PART 17 Adam pov Aku memutuskan pulang ke Jakarta setelah memastikan  mami sudah baik-baik saja dan tidak terlalu memikirkan Denis , banyak urusan yang harus aku kerjakan di Jakarta. Salah satunya tentang gadis kecil itu , aku penasaran apa yang akan dilakukan anak itu saat bertemu mami . Harus ku pastikan terlebih dahulu , takutnya nanti ia melukai mami seperti apa yang telah ibunya lakukan. Rasa penasaran ku semakin bertambah jika melihat wajahnya , seperti tak pernah ada kebahagiaan dalam hidupnya . Wajahnya selalu murung , aku ragu jika daddy tak pernah memberi apa yang diinginkannya. Aku masih ingat saat masih kecil , aku saja yang bukan anak kandungnya selalu dimanjakannya . Bahkan sampai terakhir mami hidup bersamanya , aku tetap mendapatkan kasih sayang darinya . Walaupun semua itu harus aku lupakan , bukannya aku tak tahu balas budi. Namun semua yang ia lakukan kepada mami sangat sulit untuk ku lupakan. Tok..tok.. "Mas , disuruh Mama makan, " ucap adikku , Audrie. Adik cewek yang sangat bawel , namun bisa menghiburku jika aku kesepian. Aku turun dari ranjang ku , ku buka pintu kamar . "Gue gak napsu makan." Jawabku . "Ayolah , kita jarang-jarang makan malam . Lo aja bisa dihitung pake jari pulang ke rumah ini." Rengek Audrie. Aku tak pernah bisa menolak Audrie , bagiku ia prioritas orang yang harus aku lindungi. "Oke lah, " ucapku pasrah . Dengan tergesa , Audrie menarik tanganku turun ke lantai bawah. Mama dan papa sudah menunggu kami , rasanya sudah lama juga aku tak menikmati makan bersama mereka . Setelah makan malam selesai , Audrie masuk ke dalam kamarnya. Aku pun ikut Audrie , banyak yang ingin aku tanyakan tentang Marsya. "Mas , Lo ngapain ikut gue masuk !" Ucap Audrie dengan suara cempreng khasnya. Tanpa permisi, aku duduk di pinggiran ranjang miliknya. "Hey , Lo bisu ya!" Teriak Audrie . Sepertinya ia mulai kesal denganku , biarkan saja . Membuatnya kesal adalah hobi ku . Ia melemparkan tubuhnya tengkurap di atas ranjang. "Ada apa sih ?" Tanyanya . Aku masih diam saja , ia mengubah posisinya menjadi duduk di sampingku . "Mas ?" "Mas Adaaaaaaam ! Lo kesambet setan bisu di kamar Lo ya ?" ucapnya tepat di telingaku . Sudah sudah, jika ia sudah berteriak, aku tak mampu lagi menggodanya. Suaranya begitu menyakitkan telingaku , bahkan kini masih saja berdenging akibat teriakannya barusan . Aku membaringkan tubuhku ke atas kasur yang empuk , ku jadikan tanganku sebagai bantalan . Audrie mengikutiku , ia berbaring di sampingku. Kita sama-sama menatap langit-langit kamar Audrie , kebiasaan lama yang sudah tak lagi kami lakukan . Audrie terkekeh. "Mas , kita dulu sering sekali ya kayak gini . Sambil curhat," ucapnya. Aku pun tersenyum kecil. "Iya, " Aku teringat tujuan ku datang ke kamar Audrie , ingin menanyakan tentang temannya itu. "Drie , temanmu...." Belum sempat aku melanjutkan omonganku , ia sudah memotongnya. "Marsya ?" "He em." "Kenapa ?" Audrie menoleh ke arah ku sekilas. "Jadi ketemu sama gue engga ?" tanyaku . "Ya jadi lah , Lo bisanya kapan mas ? " Aku berpikir sejenak , aku harus menyesuaikan dengan jadwal ku . "Sabtu mungkin ?" "Bisa , nanti coba aku bilang Marsya ya." Ucap Audrie . "Ketemu di mana ?" sambungnya . "Hotel. " Jawabku asal. Ku lihat Audrie membulatkan matanya , kaget dengan tempat yang ku sebutkan tadi . "What the... !!!!!!! Lo mau ngajakin dia bicara apa cek-in mas !" Teriaknya . Audrie hobi sekali teriak-teriak , aku menggulingkan tubuhku untuk membungkam mulutnya. Tanpa sadar , aku menindih tubuh Audrie. Dia berada di bawah ku , aku terpaku melihat wajah polosnya . Cantik ! Batinku . Astaga Adam , dia adikmu. Belum sempat aku menurunkan tubuhku , Mama dan papa sudah berada di ambang pintu kamar Audrie yang tak tertutup. "ALLAHUAKBAR!! Adam , apa yang kau lakukan !" Teriak Mama . Aku segera menyingkir , lalu berjalan cepat ke arah Mama dan papa. Berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tak seperti yang mereka lihat , mereka membawa kami turun ke ruang keluarga. Seperti terdakwa , aku dan Audrie diinterogasi. "Adam , Audrie itu adikmu. Papa ingatkan kalau kamu lupa. " Ucap papa datar , aku tahu ia menyimpan emosi . Aku menunduk,"Maaf pa , tadi tidak sengaja. " "Apa yang sebenarnya terjadi?" Kini Mama Milka yang angkat bicara , ia lebih bijak daripada papa.Mama bisa menjadi penengah . "Tadi mas Adam mau ngajakin anak orang ke hotel ma. " Ceplos Audrie . Aku mendelik , ini bukan waktunya bercanda Audrie! "Hehe , bercanda ma." Ucap Audrie seakan tanpa dosa . "Betul yang Audrie bilang ?" Papa menatapku tak percaya. "Bukan pa." "Lalu ?" Aku bingung , haruskah aku memberitahu papa alasanku ingin menemui Marsya di hotel . "Bicaralah Adam," kata Mama . Aku menghela napas berat , mungkin lebih baik aku cerita saja kepada mereka . "Cuma mau ketemu Marsya ma , pa . Katanya dia ingin bertemu Mami Cia." Ucapku jujur . "Untuk apa ?" Tanya papa mulai penasaran . "Mana Adam tahu pa , makanya mau ketemu dulu." Ya , aku juga tak tahu apa inginnya bocah itu. "Ya sudah , lain kali jangan ulangi lagi hal tadi . Kalian sudah besar , harus tahu batasan-batasannya. " Yutur papa . "Baik Pa. " Ucap kami bergantian . Padahal tadinya aku mau sekalian bercerita dengan Audrie tentang hubunganku dan Denis saat ini , keburu kepergok Mama dan papa jadi aku mengurungkan niatku. Papa dan Mama beranjak dari duduknya , kesalahpahaman tadi sudah terselesaikan. Aku melanjutkan obrolanku tentang Marsya dengan Audrie , dia bilang akan memberitahu Marsya kalau aku ingin menemuinya. _____ Hari Sabtu telah tiba , hari ini aku dan Marsya akan bertemu di cafe hotel milik papa sekalian aku mengecek hotel yang kini menjadi tanggung jawabku itu . Pukul sembilan tepat , aku telah menunggu di tempat kita janjian . Aku mengedarkan pandanganku , belum nampak bocah yang membuat janji kepadaku hari ini . Sebuah pesan masuk di ponselku , satu pesan dari orang yang aku tunggu. Aku sempat terkekeh melihat nama kontak yang belum sempat aku ganti itu , karena aku mendapat nomor ponsel bocah itu dari Audrie. Marsya N Bear Di mana mas ? Me Meja nomor sembilan Aku mencari sosok itu , tepat di depan pintu masuk aku melihat Marsya tengah celingukan mencariku . Ia berjalan ke arahku setelah membaca pesan dariku , tampak kecanggungan terpancar di wajahnya. Mataku otomatis memindai tampilannya , nampak sederhana. Tak ada satupun barang bermerek menempel di tubuhnya , membuatku berpikir kenapa orangtuanya seorang pengusaha sekelas Miko tapi anaknya sesederhana ini ? Berbeda sekali dengan Audrie , anak itu kalau tidak bermerek mana mau memakainya . "Mas Adam." Panggilnya saat aku masih fokus dengan penampilannya. "Ah , silahkan duduk. " Ucapku . Marsya mengangguk."Terima kasih. " Duduk tepat di depanku , ia menatapku dengan kikuk . Aku memanggil pelayan cafe , memesankan minuman untuknya dan untukku . Lama diam , ia memberanikan diri untuk mengatakan tujuannya bertemu mami . Aku tatap matanya , caraku mengetahui lawan bicaramu tengah berbohong atau tidak . Ceritanya mengalir begitu saja , sesekali ia menyeka air matanya yang jatuh menetes. Satu fakta yang baru aku tahu , dia sama sekali tak bahagia dengan hidupnya meski semua keperluannya tercukupi. Tak ada kasih sayang di dalamnya , cukup miris . Aku terharu mendengar semuanya , ku kira kini ia tengah bersenang-senang dengan harta daddy . Namun salah , ia sama sekali berbeda dengan ibunya yang licik itu . Kenapa aku bilang licik ? Karena ia merebut daddy dari mami ! Aku bersyukur karena sedikit beban mami telah daddy rasakan , kehidupan rumahtangganya sama sekali tak harmonis. Perempuan itu hanya menginginkan harta dari daddy , sungguh malang nasib daddy . Aku tersenyum miring "Mam , hidup mereka lebih miris daripada hidup kita." batinku dalam hati . Namun aku juga iba dengan Marsya , sepertinya ia sangat tertekan dengan hidupnya. Baiklah , suatu saat nanti aku akan mempertemukannya dengan mami . Semoga beban hidupnya sedikit terangkat. Jujur aku dulu sangat membenci Marsya , tapi sekarang benci itu berubah menjadi rasa simpati . Semua kesalahan dari orang tuanya , tak seharusnya ia menanggung beban itu sendirian di usianya yang masih remaja. Setelah semuanya telah diceritakan Marsya , aku memintanya untuk pulang karena sebentar lagi aku ada pertemuan dengan beberapa klien. Aku dan dia keluar cafe berbarengan , sempat ku lirik saat ia menunggu angkutan di halte . Rasa iba kembali menyerang ku , aku tak tega melihat gadis kecil itu pulang sendirian. Ku lirik jam dipergelangan tanganku , masih ada waktu untuk sekedar mengantarnya pulang. Segera ku ambil mobilku , lalu aku menghampirinya yang tengah duduk di halte . Awalnya sempat menolak , namun dengan bujukanku akhirnya ia pun mau . Aku mengendara mobilku ke alamat yang ia sebutkan tadi , bukan alamat rumah Opa Surya . Tiba-tiba aku terpikir Denis yang ikut daddy ke Jakarta ,Apakah Denis juga ada di rumah itu ? Aku sampai di depan sebuah rumah , nampak sangat sepi bagai tak berpenghuni. Saat Marsya akan turun , aku mencekal lengannya . Aku tanyakan apa yang ada di benak ku tadi , sekalian memastikan Denis baik-baik saja bersama daddy . "Tinggal sama siapa ?" tanyaku . "Papa dan bi Siti , mama jarang pulang.  " Itu jawaban Marsya , aku sedikit lega . Denis tidak berusuran dengan si Yasmin , setidaknya dapat mempercepat pemulihan Denis . Aku membiarkannya turun , lalu kembali ke hotel untuk menghadiri pertemuan itu. Soal Denis , aku bisa cari tahu dengan bantuan Edo esok hari .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN