PART 17
Adam pov
Aku memutuskan pulang ke Jakarta setelah memastikan mami sudah baik-baik saja dan tidak terlalu memikirkan Denis , banyak urusan yang harus aku kerjakan di Jakarta.
Salah satunya tentang gadis kecil itu , aku penasaran apa yang akan dilakukan anak itu saat bertemu mami .
Harus ku pastikan terlebih dahulu , takutnya nanti ia melukai mami seperti apa yang telah ibunya lakukan.
Rasa penasaran ku semakin bertambah jika melihat wajahnya , seperti tak pernah ada kebahagiaan dalam hidupnya .
Wajahnya selalu murung , aku ragu jika daddy tak pernah memberi apa yang diinginkannya.
Aku masih ingat saat masih kecil , aku saja yang bukan anak kandungnya selalu dimanjakannya .
Bahkan sampai terakhir mami hidup bersamanya , aku tetap mendapatkan kasih sayang darinya .
Walaupun semua itu harus aku lupakan , bukannya aku tak tahu balas budi. Namun semua yang ia lakukan kepada mami sangat sulit untuk ku lupakan.
Tok..tok..
"Mas , disuruh Mama makan, " ucap adikku , Audrie.
Adik cewek yang sangat bawel , namun bisa menghiburku jika aku kesepian.
Aku turun dari ranjang ku , ku buka pintu kamar .
"Gue gak napsu makan." Jawabku .
"Ayolah , kita jarang-jarang makan malam . Lo aja bisa dihitung pake jari pulang ke rumah ini." Rengek Audrie.
Aku tak pernah bisa menolak Audrie , bagiku ia prioritas orang yang harus aku lindungi.
"Oke lah, " ucapku pasrah .
Dengan tergesa , Audrie menarik tanganku turun ke lantai bawah.
Mama dan papa sudah menunggu kami , rasanya sudah lama juga aku tak menikmati makan bersama mereka .
Setelah makan malam selesai , Audrie masuk ke dalam kamarnya.
Aku pun ikut Audrie , banyak yang ingin aku tanyakan tentang Marsya.
"Mas , Lo ngapain ikut gue masuk !" Ucap Audrie dengan suara cempreng khasnya.
Tanpa permisi, aku duduk di pinggiran ranjang miliknya.
"Hey , Lo bisu ya!" Teriak Audrie .
Sepertinya ia mulai kesal denganku , biarkan saja . Membuatnya kesal adalah hobi ku .
Ia melemparkan tubuhnya tengkurap di atas ranjang. "Ada apa sih ?" Tanyanya .
Aku masih diam saja , ia mengubah posisinya menjadi duduk di sampingku .
"Mas ?"
"Mas Adaaaaaaam ! Lo kesambet setan bisu di kamar Lo ya ?" ucapnya tepat di telingaku .
Sudah sudah, jika ia sudah berteriak, aku tak mampu lagi menggodanya.
Suaranya begitu menyakitkan telingaku , bahkan kini masih saja berdenging akibat teriakannya barusan .
Aku membaringkan tubuhku ke atas kasur yang empuk , ku jadikan tanganku sebagai bantalan .
Audrie mengikutiku , ia berbaring di sampingku.
Kita sama-sama menatap langit-langit kamar Audrie , kebiasaan lama yang sudah tak lagi kami lakukan .
Audrie terkekeh. "Mas , kita dulu sering sekali ya kayak gini . Sambil curhat," ucapnya.
Aku pun tersenyum kecil. "Iya, "
Aku teringat tujuan ku datang ke kamar Audrie , ingin menanyakan tentang temannya itu.
"Drie , temanmu...."
Belum sempat aku melanjutkan omonganku , ia sudah memotongnya. "Marsya ?"
"He em."
"Kenapa ?" Audrie menoleh ke arah ku sekilas.
"Jadi ketemu sama gue engga ?" tanyaku .
"Ya jadi lah , Lo bisanya kapan mas ? "
Aku berpikir sejenak , aku harus menyesuaikan dengan jadwal ku .
"Sabtu mungkin ?"
"Bisa , nanti coba aku bilang Marsya ya." Ucap Audrie .
"Ketemu di mana ?" sambungnya .
"Hotel. " Jawabku asal.
Ku lihat Audrie membulatkan matanya , kaget dengan tempat yang ku sebutkan tadi .
"What the... !!!!!!! Lo mau ngajakin dia bicara apa cek-in mas !" Teriaknya .
Audrie hobi sekali teriak-teriak , aku menggulingkan tubuhku untuk membungkam mulutnya.
Tanpa sadar , aku menindih tubuh Audrie. Dia berada di bawah ku , aku terpaku melihat wajah polosnya .
Cantik ! Batinku .
Astaga Adam , dia adikmu.
Belum sempat aku menurunkan tubuhku , Mama dan papa sudah berada di ambang pintu kamar Audrie yang tak tertutup.
"ALLAHUAKBAR!! Adam , apa yang kau lakukan !" Teriak Mama .
Aku segera menyingkir , lalu berjalan cepat ke arah Mama dan papa.
Berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tak seperti yang mereka lihat , mereka membawa kami turun ke ruang keluarga.
Seperti terdakwa , aku dan Audrie diinterogasi.
"Adam , Audrie itu adikmu. Papa ingatkan kalau kamu lupa. " Ucap papa datar , aku tahu ia menyimpan emosi .
Aku menunduk,"Maaf pa , tadi tidak sengaja. "
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
Kini Mama Milka yang angkat bicara , ia lebih bijak daripada papa.Mama bisa menjadi penengah .
"Tadi mas Adam mau ngajakin anak orang ke hotel ma. " Ceplos Audrie .
Aku mendelik , ini bukan waktunya bercanda Audrie!
"Hehe , bercanda ma." Ucap Audrie seakan tanpa dosa .
"Betul yang Audrie bilang ?" Papa menatapku tak percaya.
"Bukan pa."
"Lalu ?"
Aku bingung , haruskah aku memberitahu papa alasanku ingin menemui Marsya di hotel .
"Bicaralah Adam," kata Mama .
Aku menghela napas berat , mungkin lebih baik aku cerita saja kepada mereka .
"Cuma mau ketemu Marsya ma , pa . Katanya dia ingin bertemu Mami Cia." Ucapku jujur .
"Untuk apa ?" Tanya papa mulai penasaran .
"Mana Adam tahu pa , makanya mau ketemu dulu."
Ya , aku juga tak tahu apa inginnya bocah itu.
"Ya sudah , lain kali jangan ulangi lagi hal tadi . Kalian sudah besar , harus tahu batasan-batasannya. " Yutur papa .
"Baik Pa. " Ucap kami bergantian .
Padahal tadinya aku mau sekalian bercerita dengan Audrie tentang hubunganku dan Denis saat ini , keburu kepergok Mama dan papa jadi aku mengurungkan niatku.
Papa dan Mama beranjak dari duduknya , kesalahpahaman tadi sudah terselesaikan.
Aku melanjutkan obrolanku tentang Marsya dengan Audrie , dia bilang akan memberitahu Marsya kalau aku ingin menemuinya.
_____
Hari Sabtu telah tiba , hari ini aku dan Marsya akan bertemu di cafe hotel milik papa sekalian aku mengecek hotel yang kini menjadi tanggung jawabku itu .
Pukul sembilan tepat , aku telah menunggu di tempat kita janjian .
Aku mengedarkan pandanganku , belum nampak bocah yang membuat janji kepadaku hari ini .
Sebuah pesan masuk di ponselku , satu pesan dari orang yang aku tunggu.
Aku sempat terkekeh melihat nama kontak yang belum sempat aku ganti itu , karena aku mendapat nomor ponsel bocah itu dari Audrie.
Marsya N Bear
Di mana mas ?
Me
Meja nomor sembilan
Aku mencari sosok itu , tepat di depan pintu masuk aku melihat Marsya tengah celingukan mencariku .
Ia berjalan ke arahku setelah membaca pesan dariku , tampak kecanggungan terpancar di wajahnya.
Mataku otomatis memindai tampilannya , nampak sederhana. Tak ada satupun barang bermerek menempel di tubuhnya , membuatku berpikir kenapa orangtuanya seorang pengusaha sekelas Miko tapi anaknya sesederhana ini ?
Berbeda sekali dengan Audrie , anak itu kalau tidak bermerek mana mau memakainya .
"Mas Adam." Panggilnya saat aku masih fokus dengan penampilannya.
"Ah , silahkan duduk. " Ucapku .
Marsya mengangguk."Terima kasih. "
Duduk tepat di depanku , ia menatapku dengan kikuk .
Aku memanggil pelayan cafe , memesankan minuman untuknya dan untukku .
Lama diam , ia memberanikan diri untuk mengatakan tujuannya bertemu mami .
Aku tatap matanya , caraku mengetahui lawan bicaramu tengah berbohong atau tidak .
Ceritanya mengalir begitu saja , sesekali ia menyeka air matanya yang jatuh menetes.
Satu fakta yang baru aku tahu , dia sama sekali tak bahagia dengan hidupnya meski semua keperluannya tercukupi.
Tak ada kasih sayang di dalamnya , cukup miris .
Aku terharu mendengar semuanya , ku kira kini ia tengah bersenang-senang dengan harta daddy . Namun salah , ia sama sekali berbeda dengan ibunya yang licik itu .
Kenapa aku bilang licik ? Karena ia merebut daddy dari mami !
Aku bersyukur karena sedikit beban mami telah daddy rasakan , kehidupan rumahtangganya sama sekali tak harmonis.
Perempuan itu hanya menginginkan harta dari daddy , sungguh malang nasib daddy .
Aku tersenyum miring "Mam , hidup mereka lebih miris daripada hidup kita." batinku dalam hati .
Namun aku juga iba dengan Marsya , sepertinya ia sangat tertekan dengan hidupnya.
Baiklah , suatu saat nanti aku akan mempertemukannya dengan mami . Semoga beban hidupnya sedikit terangkat.
Jujur aku dulu sangat membenci Marsya , tapi sekarang benci itu berubah menjadi rasa simpati .
Semua kesalahan dari orang tuanya , tak seharusnya ia menanggung beban itu sendirian di usianya yang masih remaja.
Setelah semuanya telah diceritakan Marsya , aku memintanya untuk pulang karena sebentar lagi aku ada pertemuan dengan beberapa klien.
Aku dan dia keluar cafe berbarengan , sempat ku lirik saat ia menunggu angkutan di halte .
Rasa iba kembali menyerang ku , aku tak tega melihat gadis kecil itu pulang sendirian.
Ku lirik jam dipergelangan tanganku , masih ada waktu untuk sekedar mengantarnya pulang.
Segera ku ambil mobilku , lalu aku menghampirinya yang tengah duduk di halte .
Awalnya sempat menolak , namun dengan bujukanku akhirnya ia pun mau .
Aku mengendara mobilku ke alamat yang ia sebutkan tadi , bukan alamat rumah Opa Surya .
Tiba-tiba aku terpikir Denis yang ikut daddy ke Jakarta ,Apakah Denis juga ada di rumah itu ?
Aku sampai di depan sebuah rumah , nampak sangat sepi bagai tak berpenghuni.
Saat Marsya akan turun , aku mencekal lengannya .
Aku tanyakan apa yang ada di benak ku tadi , sekalian memastikan Denis baik-baik saja bersama daddy .
"Tinggal sama siapa ?" tanyaku .
"Papa dan bi Siti , mama jarang pulang. "
Itu jawaban Marsya , aku sedikit lega .
Denis tidak berusuran dengan si Yasmin , setidaknya dapat mempercepat pemulihan Denis .
Aku membiarkannya turun , lalu kembali ke hotel untuk menghadiri pertemuan itu.
Soal Denis , aku bisa cari tahu dengan bantuan Edo esok hari .