bc

Terjebak Nostalgia

book_age18+
11
IKUTI
1K
BACA
love-triangle
contract marriage
family
HE
friends to lovers
boss
heir/heiress
sweet
bxg
lighthearted
kicking
brilliant
city
like
intro-logo
Uraian

Bening Dahayu Jelita tidak pernah menyangka hidupnya bisa serumit ini. Dia kembali ke Jakarta untuk menyelamatkan perusahaan keluarga, namun justru terikat dalam pernikahan kontrak dengan Galang Zaafir Safiq—pria super dingin berusia 35 tahun yang digosipkan “tidak normal” karena selalu menjaga jarak dari wanita.

Galang memang baik, tapi sikapnya terlalu berjarak. Membuat Bening bertanya-tanya— Dia sekadar sopan… atau memang tidak tertarik pada wanita sama sekali?

Kekacauan bermula saat Genta—musuh bebuyutan Galang—muncul di sebuah acara lelang perhiasan mutiara. Amarah Galang meledak, Bening tersinggung, dan sejak saat itu hubungan mereka mulai retak.

Bening sengaja mendekati Genta—bukan karena tertarik, melainkan untuk membalas dendam dan membuat suaminya cemburu.

Belum selesai drama itu, Jenna—mantan Galang yang dulu berselingkuh—tiba-tiba kembali dan berusaha merebut posisi Bening. Namun Bening bukan tipe wanita yang mudah ditindas. Dia membalas dengan memanfaatkan sikap Galang yang semakin protektif, semakin peduli dan semakin jelas menunjukkan rasa cemburunya.

Hingga suatu hari, Galang akhirnya menyerah pada hatinya sendiri. Dia mengakui perasaan yang sejak awal berusaha dia pungkiri.

Dan di saat itulah rahasia terbesar terungkap—

Galang adalah cinta pertama Bening, tetangga semasa kecil yang selama ini dia cari, tanpa pernah menyadari bahwa pria itu pun diam-diam tak pernah melupakannya.

🪷Awalnya hanya pernikahan kontrak. Namun siapa sangka, dua hati justru terjebak nostalgia dan kembali jatuh cinta.

chap-preview
Pratinjau gratis
Pernikahan Kontrak
“Saya nikahkan Bening Dahayu Jelita binti Yusuf Dahayu dengan Galang Zaafir Safiq bin Umar Safiq, dengan mas kawin seratus gram emas dibayar tunai.” Hening sekejap. Semua mata tertuju pada Galang. Galang menarik napas panjang, lalu dengan suara lantang menjawab— “Saya terima nikahnya Bening Dahayu Jelita binti Yusuf Dahayu dengan mas kawin seratus gram emas dibayar tunai.” Sekali ucap. Jelas. Tegas. Para saksi langsung mengangguk, hampir bersamaan. “Sah.” Ucapan itu serentak memecah suasana. “Alhamdulillah,” ujar para tamu undangan, memenuhi ruangan dengan gema syukur. Bening tak pernah menyangka bahwa kepulangannya ke Jakarta akan berakhir dengan pernikahan kontrak—dengan pria yang menjadi investor di perusahaan ayahnya. Meski hanya pernikahan kontrak, Galang menyiapkan semuanya dengan sempurna. Mulai dari tempat acara, dekorasi pelaminan, makeup, hidangan, hingga souvenir untuk para tamu. Bahkan, penampilan dan pernikahannya berhasil membuat iri para wanita jomblo di Jakarta, karena dia menikah dengan Galang, pria sukses yang selama ini dielu-elukan para wanita. “Gak usah cium tangan dan kening,” bisik Galang pelan. Bening memutar bola mata, malas. “Hm,” jawabnya singkat. Kelakuan Galang membuat sahabat-sahabatnya geleng-geleng kepala, tak habis pikir. Begitu Bening beranjak dari meja akad, Galang menahan tangannya. “Mau ke mana?” tanyanya. “Makanlah. Aku belum makan sejak kemarin sore,” jawab Bening tanpa menoleh. Galang mengernyit. “Segitu miskinnya sampai nggak punya uang buat beli makanan?” “Ckck, iya. Selamat ya, Pak Galang… kamu baru saja menikah dengan gembel,” balas Bening dengan tertawa tipis. Lalu dia berlalu meninggalkan Galang yang masih terpaku di tempat. Mata Galang menatap Bening yang terlihat kesusahan berjalan karena kebaya panjang yang dikenakannya. Seharusnya, konsep pernikahan mereka adalah pengantin yang berjalan menyapa para tamu—keluarga, sahabat, dan kolega bisnis Galang. Tapi sang istri, Bening, justru sibuk menikmati makanan dengan lahap. Bahkan terlihat seperti orang yang belum makan selama seminggu, tanpa peduli tatapan Galang yang campur aduk antara kesal dan geli. “Jangan salahkan Bening!” Galang menoleh ke belakang. Ternyata Mahen, sahabatnya, sudah berdiri tepat di belakangnya. “Setelah akad saja kamu terlihat acuh dengan istrimu. Untung saja Bening tidak memukul wajahmu yang menyebalkan itu,” ujar Mahen sambil menepuk bahu Galang. “Kami menikah bukan—” “Karena cinta,” sahut Mahen cepat. “Meski begitu, kamu harus menghargai Bening. Dia baru sah menjadi Nyonya Galang, seharusnya kamu tahu itu!” Galang menatap Mahen sebentar. “Dia sangat paham dengan kondisi pernikahan kami.” Mahen terkekeh. “Saking pahamnya sampai tak peduli dengan gunjingan para tamu undangan. Habis akad, tidak ada salaman, cium kening… bahkan cincin pernikahan saja dipakai sendiri. Benar-benar wanita mandiri. Salut aku dengannya.” Belum sempat Galang menjawab, Mahen sudah pergi lebih dulu, meninggalkannya dengan tangan mengepal kuat. Galang tak tersinggung dengan ucapan sahabatnya itu, melainkan kesal pada dirinya sendiri—atas sikap dinginnya pada Bening setelah akad nikah. Matanya lalu melirik ke arah buffet makanan. Di sana, sang istri tengah asyik mencicipi satu persatu hidangan yang tersedia, tanpa peduli tatapan orang-orang di sekitarnya. “Wanita aneh!” gumam Galang pelan, sebelum akhirnya menyusul Bening dengan langkah pelan. Fotografer yang bertugas bahkan mulai kebingungan karena baru memiliki foto pengantin saat duduk di kursi akad dan menandatangani buku nikah. Belum ada foto mesra berdua, atau sekadar foto layaknya para pengantin pada umumnya. Sesampainya di dekat buffet yang menyajikan sate taichan, Galang memeluk pinggang Bening dengan posesif. Kelakuannya itu membuat sang istri melotot. Dengan mulut penuh makanan, Bening protes, "Apa yang kamu lakukan?!" "Menjaga istri agar tidak lupa kalau dia itu pengantin, bukan tamu undangan yang akan menghabiskan semua makanan." "Sebentar lagi selesai. Lagian ngapain kamu nyusul? Bukannya nggak mau diganggu ya?" "Aku butuh bantuanmu untuk pura-pura romantis di depan para keluarga dan kolega bisnis." "Oh—" Setelah itu, Bening buru-buru menghabiskan sate taichan yang tinggal satu tusuk, lalu mengambil tisu untuk membersihkan tangan. "Yuk," ajaknya. Galang menahan tubuh Bening, lalu tangannya naik ke atas, membersihkan sisa bumbu sate yang menempel pada bibir Bening. Kelakuannya itu membuat para tamu undangan di sekitar berseru, bahkan ada yang terang-terangan menggoda keduanya. Tapi Bening tak merasakan apa pun, karena dia paham kalau yang dilakukan oleh Galang adalah akting belaka—untuk meyakinkan ibu dan keluarga besarnya bahwa dia benar-benar mencintai Bening. Galang menggenggam tangan Bening erat, jemarinya mengunci jemari sang istri dengan sempurna. Mereka mulai berkeliling menyapa para tamu undangan yang hadir. "Selamat ya, Galang. Istrimu cantik sekali," puji salah satu kolega bisnis Galang. "Terima kasih, Om. Saya beruntung sekali bisa menikahi wanita secantik dan sebaik Bening," jawab Galang sembari menatap Bening dengan tatapan penuh cinta. Tangannya yang bebas naik, mengelus lembut pipi sang istri. Bening tersenyum canggung, berusaha menutupi degupan jantungnya yang tiba-tiba berdetak kencang. Di meja keluarga, Tante Galang langsung menyambut mereka dengan antusias. "Astaga, kalian berdua seperti pasangan di drama Korea! Galang, kamu romantis sekali sama Bening." Galang tersenyum, kemudian melingkarkan lengannya di pinggang Bening, menarik tubuh istrinya mendekat. "Bening adalah segalanya buat saya, Tante. Masa saya nggak boleh romantis sama istri sendiri?" "Ihhh, bikin baper aja nih!" seru sepupu Bening dari seberang meja. Saat berpindah ke meja berikutnya, seorang tamu wanita—teman ibu Galang—memegang tangan Bening dengan hangat. "Nak, jaga Galang dengan baik ya. Dia sudah lama menunggu sosok wanita yang tepat. Syukurlah akhirnya dia menemukan kamu." Sebelum Bening sempat menjawab, Galang sudah lebih dulu bersuara. "Justru saya yang harus berterima kasih, Tante. Bening mau menerima saya apa adanya." Dia mengecup puncak kepala Bening lembut, membuat para tamu di meja itu bersorak gembira. Bening menggerutu dalam hati karena Galang melampaui batasan. Bisa-bisanya dia menciumnya, bahkan tak segan memeluknya erat di depan para saudara. Hingga akhirnya mereka mendatangi meja para orang tua. Galang hanya memiliki ibu, dan Bening hanya memiliki ayah. Keduanya sama-sama menjalani pernikahan kontrak karena permintaan orang tua mereka. "Sayang," panggil Bu Amy begitu melihat kedatangan sang menantu. "Sini duduk, Nak. Pasti capek habis menyapa para tamu." "Iya, Bun. Capek banget, pengen rebahan," jawab Bening tanpa sungkan dengan mertuanya. Pak Yusuf terkekeh pelan melihat kelakuan putrinya. "Acara hampir selesai, Nak. Sabar sebentar." "Nggak nyaman, Pa. Kebaya ini bikin aku susah gerak. Apalagi heels tinggi ini bikin kakiku sakit," rengek Bening. Galang langsung menundukkan tubuhnya, memeriksa kedua kaki sang istri. Benar saja, kaki Bening lecet. “Balik ke kamar yuk,” ajak Galang. Tanpa menunggu jawaban sang istri, Galang langsung menggendong tubuh bening, membuat Bu Amy, Pak Yusuf dan beberapa saudara menutup mulut karena kaget. Mereka tidak menyangka Galang bisa bersikap romantis. Karena mereka tahu jika pernikahan ini hasil perjodohan. dalam hati bening menjerit, “Dasar, raja drama! Pintar sekali berpura-pura jadi suami siaga!” Sesampainya di kamar, Galang menaruh tubuh Bening ke atas sofa, lalu meninggalkannya begitu saja ke kamar mandi. Bening menganga. Dia pikir akan ada drama lanjutan suaminya mengompres kakinya dengan air hangat, lalu mengoleskan salep, kemudian diakhiri dengan kecupan manis di kening. "Heyooo, aku lupa kalau bukan istri kesayangan sungguhan." Bening melepaskan heels-nya lalu melemparkannya ke sembarang arah, kemudian dia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Matanya menatap langit-langit kamar hotel, menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. "Akhirnya selesai juga acaranya. Untung saja Bunda setuju kami tidak mengadakan resepsi. Kalau tidak, bisa lecet semua kakiku." Dua puluh menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Galang keluar dengan wajah segar dan memakai kaos serta celana pendek. Melihat penampilan sang suami, Bening hanya bisa melongo. Bisa-bisanya pria itu tak membantunya melepaskan kebaya yang membuat tubuhnya tak nyaman. "Sana mandi," kata Galang setelah duduk di sofa single sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil. "Hhh, seger banget ya habis mandi?" "Hm." Bening mendengkus kesal, lalu kembali duduk dengan benar. "Bukain!" "Apa?" "Bantuin buka kancing kebayaku! Aku nggak bisa buka sendiri." Galang malah masih diam di tempatnya duduk, padahal Bening sudah ingin melepaskan pakaiannya dan berendam di bathtub. "Kok malah diam saja! Buruan bukain, Mas." "Aku akan panggil asisten—" "Apaan sih, tinggal buka kebaya aja, apa susahnya?" "Aku nggak bisa." "Buka kancing nggak bisa?! Jangan bercanda, Mas!" Saking kesalnya, Bening sampai beranjak dari sofa, lalu menghampiri Galang dan duduk di pangkuannya. "Bening—" "Buka sekarang! Aku udah gerah banget." "Kamu nggak ada sungkannya denganku." "Buat apa sungkan, toh kita hanya menikah kontrak kan?" Bening menoleh ke samping, menampilkan senyum jahil. "Beda lagi kalau Mas Galang punya rasa denganku. Pasti nggak berani buka kancing."

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
311.3K
bc

Too Late for Regret

read
292.8K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
138.4K
bc

The Lost Pack

read
407.9K
bc

Revenge, served in a black dress

read
148.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook