Istri Ekstrovert

1483 Kata
Salah satu poin perjanjian pernikahan antara Galang dan Bening adalah tidak saling mengurus urusan pribadi masing-masing. Dan Bening melakukannya dengan sangat baik. Sangking baiknya sampai membuat Galang kelabakan setiap pagi. Bagaimana tidak, di hari ke-20 pernikahan mereka, lagi dan lagi Bening membuat bencana di dapur apartemen. Dia hanya membuat bekal ke kantor, bekal simple, tapi membuat semua alat masak dan bumbu dapur berceceran di mana-mana. "s**u kedelai hangat, toast beef, sosis goreng—kenapa sampai garamnya tumpah, beras berceceran di lantai, dan wortel menggelinding di wastafel?" Bening menatap keadaan dapur dengan santai sambil menutup kotak bekalnya. Pagi ini dia ada meeting dengan klien baru, jadi harus berangkat lebih awal. Tak ada waktu untuk berdebat. "Maaf, Mas. Aku beresin dan jelasin nanti sore ya." "Kamu nggak boleh keluar dari apartemen sebelum membersihkan dapur dan menjelaskan apa yang telah kamu lakukan, Bening!" "Mas, please, aku udah telat banget nih." Galang bergegas mengambil kunci motor Vespa milik sang istri, lalu memasukkannya ke dalam saku celana. Tangannya berkacak pinggang dengan wajah lelah tinggal bersama wanita yang tidak cinta kebersihan. "Ini bukan kali pertama kamu berjanji, Bening. Dan aku tidak akan tertipu lagi." "Yah, Mas, aku serius loh. Lagian biasanya kan Mas sendiri yang beresin dapur. Ya bukan salahku dong!" "Kalau aku tidak membereskan dapur, gimana aku bisa masak buat sarapan?" "Udah aku tawarin, nggak mau. Salah siapa coba?" "Aku makan masakanmu yang bahan-bahannya nggak dicuci?" Bening nyengir sambil menggaruk kepalanya. "Kan udah dicuci sebelum masuk lemari es. Lagipula ya, Mas, kuman kalau udah masuk ke suhu dingin pasti pada meninggal." "Jangan banyak alasan! Cepat beresin dapur." Meskipun sambil cemberut, Bening bergegas membersihkan dapur. Sementara Galang duduk di meja bar, memperhatikan setiap gerakan sang istri, takut ada yang terlewat saat membersihkan. Dengan kecepatan tangan Bening, tak sampai sepuluh menit dapur sudah kembali rapi. Bahkan baunya pun sangat harum gara-gara Bening menumpahkan sabun cuci piring. "Selesai!" seru Bening sambil bertepuk tangan, puas dengan kinerjanya. Lantas dia pun mengambil tasnya dan kotak bekal di atas meja, kemudian menengadahkan tangan pada Galang, meminta kunci motornya. "Hari ini aku izin pulang telat ya, Mas," katanya setelah mendapatkan kunci. "Mau ke mana?" "Nonton film sama Mbak Ayla, Mbak Nina, dan Mbak Tara." "Kalau pergi sama mereka bukan pulang telat lagi. Kamu bakalan pulang tengah malam." "Eh, hari ini nggak kok. Hanya nonton film sama makan, nggak ada belanja." "Dan kamu percaya dengan mereka?" Bening mengangguk cepat. Jelas dia sangat percaya dengan ketiga sahabat barunya itu. Ayla, Nina, dan Tara itu istri sahabat Galang—kini menjadi sahabat kesayangan Bening karena mereka sangat menyenangkan, tidak membosankan seperti sang suami. "Jangan lupa bawa kartu yang aku berikan. Dibuat belanja." "Ih, aku nggak pengen belanja." Galang menyilangkan kedua tangan di depan d**a, lalu menatap Bening dengan lekat. "Bening, kamu kalau pergi sama trio singa itu kayak asisten, tau nggak? Meskipun tidak mau belanja, kenapa harus menawarkan diri membantu membawa belanjaan mereka?" "Kasihan—" "Nggak ada kasihan!" seru Galang. "Mas Mahen, Mas Bima, dan Mas Dirga itu membayar asisten untuk para istrinya. Aku pun begitu, memberimu asisten pribadi. Tapi kamu malah menyuruhnya nongkrong di cafe bukannya membantu." Bening paham kalau omelan sang suami tidak akan berhenti dalam waktu sebentar. Jadi, dia memutuskan mengambil tangan Galang lalu menciumnya. Selalu begitu tiap kali mendapatkan wejangan bab kehidupan. Bening selalu kabur, membuat Galang harus menahan diri agar tidak menjitak kepala sang istri. "Bye, Mas. Sampai ketemu nanti malam," ujar Bening sambil berlari kecil menuju pintu. Brakkkk! Galang mengelus d**a melihat kelakuan Bening. "Apa ini karma pilih-pilih calon istri?" Setelah itu, dia menghubungi asisten Bening, memintanya agar menjaga Bening. Karena kemarin dia baru saja menabrak penjual bubur keliling gara-gara menghindari ibu-ibu sein kanan belok kiri. *** Galang melirik jam dinding untuk kesekian kalinya. Pukul sepuluh malam lewat lima belas menit. Bening belum juga pulang. Tangannya meremas ponsel, menimbang-nimbang apakah harus menghubungi sang istri atau tidak. Tapi mengingat perjanjian mereka untuk tidak saling mengurusi urusan pribadi, Galang urung melakukannya. "Tapi ini sudah larut," gumamnya gelisah. Akhirnya, Galang memutuskan menghubungi Reni, asisten pribadi Bening yang tadi pagi sempat diingatkan untuk menjaga sang istri lebih ekstra. Tuut... tuut... tuut... "Halo, Pak Galang?" jawab Reni dengan suara sedikit panik. "Mbak Reni, Bening sudah pulang belum?" "Eh... itu, Pak..." Reni tergagap. "Tadi Mbak Bening minta saya antri martabak telur di gang sebelah. Waktu saya balik, Mbak Bening sudah nggak ada di motornya." "APA?!" Galang beranjak dari sofa dengan cepat. "Mbak di mana sekarang?" "Saya masih di sini, Pak. Di pusat jajanan dekat komplek Taman Melati. Saya udah cari ke mana-mana tapi nggak ketemu, Pak." Galang langsung meraih kunci mobil dan jaket. "Jangan ke mana-mana, Mbak. Saya ke sana sekarang!" Tanpa membuang waktu, Galang meluncur keluar apartemen. Jantungnya berdegup kencang. Berbagai pikiran buruk berkecamuk di kepalanya—bagaimana kalau Bening kenapa-napa? Bagaimana kalau dia diculik? Atau kecelakaan? "Bodoh! Kenapa aku izinkan dia pulang malam?" rutuknya sambil memacu mobil. Sepuluh menit kemudian, Galang tiba di pusat jajanan yang dimaksud. Matanya langsung menangkap sosok Reni yang berdiri gelisah di samping motor Vespa pink milik Bening. "Pak Galang!" Reni berlari menghampiri. "Sudah coba hubungi Bening?" "Sudah, Pak. Tapi nggak diangkat-angkat. Terakhir Mbak Bening bilang dia mau ke toilet dulu sambil nungguin saya antri." Galang mengedarkan pandangan ke sekeliling. Kawasan jajanan itu ramai, penuh dengan pedagang kaki lima dan pengunjung. Di sana ada penjual martabak, sate, nasi goreng, es buah, hingga minuman kekinian. "Toiletnya di mana?" "Di ujung sana, Pak." Reni menunjuk ke arah ujung gang. Galang bergegas ke arah toilet umum. Matanya tajam memindai setiap sudut, berharap menemukan sosok istrinya. Tapi tidak ada. Dia kembali ke tempat Reni sambil mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Bening. Tersambung, tapi tidak diangkat. "Bening, angkat teleponnya!" desisnya frustasi. "Pak, gimana? Saya khawatir Mbak Bening kenapa-napa," ucap Reni dengan mata berkaca-kaca. Galang menarik napas panjang, berusaha tetap tenang meski hatinya kalut. "Mbak Reni, coba ingat-ingat lagi. Tadi Bening bilang apa sebelum Mbak antri martabak?" "Dia cuma bilang pengen martabak telur spesial yang viral itu, Pak. Terus dia minta saya yang antri karena dia mau ke toilet dulu." "Nggak ada yang aneh? Nggak ada orang mencurigakan?" Reni menggeleng. "Nggak ada, Pak. Aman seperti biasa." Galang kembali mengedarkan pandangan. Hatinya semakin tidak tenang. Di mana Bening sekarang? Kenapa istrinya itu tidak mengangkat telepon? "Pak, itu!" Reni tiba-tiba menunjuk ke arah warung es buah di seberang jalan. Galang mengikuti arah telunjuk Reni. Di sana, di salah satu bangku warung es buah, duduk seorang wanita—sedang asyik menyantap es campur jumbo sambil ngobrol dengan tukang parkir. Bening. Galang memicingkan mata. Amarahnya langsung meledak bercampur lega yang luar biasa. "Mbak Reni, tunggu di sini," katanya dengan nada datar yang mengerikan. Galang melangkah cepat menyeberang jalan, melewati beberapa motor yang parkir sembarangan, hingga akhirnya berdiri tepat di samping Bening yang sama sekali tidak menyadari kehadirannya. "Bening." Suara Galang yang dingin membuat Bening tersentak. Sendok es campur di tangannya nyaris terjatuh. "M-Mas?! Kok bisa ada di sini?" tanyanya dengan mata membulat kaget, mulutnya masih penuh dengan es campur. Galang menarik napas panjang, menahan amarah yang sudah di ubun-ubun. "Pertanyaan yang lebih tepat adalah... kenapa kamu ada di sini sendirian tanpa bilang siapa-siapa, sementara Reni panik mencarimu kemana-mana?" "Loh, aku kan cuma—" "Dan kenapa gak angkat telponku?!" Bening meringis. Dia merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel yang ternyata dalam mode silent. "Eh, tadi pas di mall aku silent dulu supaya nggak ada notifikasi ganggu." Galang memejamkan mata, berusaha sangat keras untuk tidak berteriak di tempat umum. "Mas, sorry ya. Habis tadi pas Mbak Reni antri, aku lihat ada yang jualan es campur viral ini. Katanya enak banget. Jadi aku pengen cobain dulu. Eh, ternyata antriannya panjang juga. Jadinya lama deh," jelas Bening polos. "Dan kamu nggak kepikiran untuk ngasih tau Mbak Reni?" "Aku pikir sebentar aja, Mas. Nggak tau kalau bakalan lama." Galang mengusap wajahnya kasar. Antara lega dan kesal bercampur jadi satu. "Bening, ini sudah jam sepuluh malam. Kamu sendirian, nggak ngasih kabar. Apa kamu tahu betapa khawatirnya aku—maksudku, betapa paniknya Mbak Reni?" Bening menunduk, merasa bersalah. "Maaf, Mas. Aku nggak kepikiran sampai situ." "Pulang. Sekarang," perintah Galang dengan nada yang tidak bisa dibantah. "Tapi es campurku belum habis—" "BAWA PULANG!" Bening langsung berdiri dengan cepat, membawa mangkuk es campurnya. "Siap, Mas!" Galang berjalan lebih dulu, meninggalkan Bening yang berjalan terseok-seok agar bisa mengejarnya. Tak mau ditinggal, Bening sampai tak melihat kanan kiri sebelum menyeberang hingga— Cittttt!!! Suara ban berdecit akibat direm mendadak membuat Galang tersentak. Dia menoleh ke belakang dan menemukan Bening sedang berdiri kaku, hampir tertabrak motor. Es campurnya tumpah di jalan. "BENING!!!" Saking kagetnya, Galang langsung berlari dan membawa Bening menepi. Sebelumnya, dia meminta maaf pada pengendara motor itu karena sang istri menyeberang tidak hati-hati. "Kamu ini kenapa sih?! Selalu bikin aku khawatir, tolong sehari saja nggak bikin masalah, bisa nggak, Bening?" Bening yang masih shock hanya menundukkan kepala, meremas tasnya dengan erat, lalu dia pergi begitu saja meninggalkan Galang menuju ke arah motornya. "Bening!" panggil Galang. "Nggak usah pulang aja sekalian!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN