bc

Dikhianati Sahabat

book_age18+
131
IKUTI
1.1K
BACA
family
HE
love after marriage
drama
childhood crush
polygamy
like
intro-logo
Uraian

Rumah tangga Lana dan Bara mulanya damai. Meski sudah tiga tahun dan Lana belum jua hamil, Bara sangat mencintainya. Semakin lama sikap Bara pada Lana pun kian manis. Namun, tanpa setahu Lana, Bara menyimpan bara di balik sikap manisnya.

"Dek, gimana kalau kita adopsi anak?"

Demi kebahagiaan Bara, Lana setuju. Bara lalu mengajak Lana ke sebuah yayasan adopsi anak. Mereka kemudian mengadopsi seorang bayi tampan. Kebahagiaan mereka pun semakin lengkap. Namun, lambat laun Lana mulai curiga, karena wajah anak angkatnya sangat mirip dengan Bara. Setelah mengetahui kenyataannya, Lana begitu terpuruk, hingga akhirnya ia tidak lagi percaya cinta.

Apa yang terjadi sebenarnya? Yuk ikuti ceritanya.

*************************************************

Hai pembaca, selamat berjumpa di cerita baru saya. Jangan lupa follow dan dukung semua ceritaku, ya. Terima kasih.

Salam hormat,

DeealoF3

chap-preview
Pratinjau gratis
Pertemuan Pertama
Jakarta, 2016 “Sya, kenalin. Ini Mas Bara,” ucap Lana seraya mengenalkan suaminya pada sang sahabat. Karena Bara kerja di luar kota, baru kali itu Nisya bertemu Bara. Sontak, bola mata Nisya membulat. Ia memandang Bara bagai kucing melihat ikan. Lelaki 35 tahun itu sukses membangunkan jiwanya yang fakir kasih sayang: sejak sang suami meninggal dunia beberapa tahun lalu. Hatinya yang gersang pun pelan-pelan menyejuk. Lana selalu menceritakan mengenai Bara, sehingga membuat Nisya penasaran. Sahabatnya itu berkoar jika Bara lelaki sempurna. Baralah yang terbaik. "Sya, lihat ni, Mas Bara abis beliin gelang. Bagus, kan?" "Sya, Mas Bara tuh nggak bisa makan kalau bukan gue yang masak." "Sya, Mas Bara tu harus denger gue ngomong i love you dulu setiap pagi baru dia semangat kerja." Bara beginilah, begitulah, dan masih banyak lagi, hingga membuat Nisya yang merasa lebih baik dan cantik daripada Lana, mendadak jengah. Menurutnya Lana sangat beruntung. Sahabatnya itu bisa bersuamikan lelaki sempurna macam Bara. Sedangkan ia yang baru menikmati indahnya mahligai rumah tangga, malah dipisahkan dengan Miko, lelaki yang sangat dicintainya. Bagi Nisya, dunia sungguh tidak adil. “Bara,” ujar lelaki tegap di depan Nisya sambil mengulurkan tangan. Senyum dinginnya, lesung pipit di pipi kiri, dan wajah datarnya, membuat Nisya teringat pada Miko. "Ni-sya," ucap Nisya seraya menjabat tangan Bara. Bara tidak sadar jika ekspresi datarnya saja telah sukses membuat jantung Nisya melaju cepat. Darah menderas dan d**a memanas. Bahkan, sudah sepuluh detik mereka saling berjabat tangan. Tanpa menarik pandangan. Sebelum bertemu Bara, sudah puluhan kali Nisya mengabaikan kumbang yang mendekat. Padahal semuanya jauh lebih tampan dan mapan daripada Bara, dengan pesonanya masing-masing. Namun, justru lelaki seperti Baralah yang Nisya inginkan. Dia seperti menemukan kembali jiwa sang suami pada lelaki itu. “Hush, udah lepas! Gitu banget sih ngeliatinnya. Jangan lama-lama, ntar lo naksir lagi. Awas ya, punya gue, ni.” Lana terbahak seraya memeluk erat Bara. “Ya, nggak mungkinlah, Lan. Lo ini ada-ada aja.” Sontak, wajah Nisya memerah. Setelah tangannya terlepas, tanpa sadar ia langsung meletakkannya di d**a. “Janji lo, ya?” “Janji.” Nisya mengangkat telunjuk dan jari tengah tangan kanannya. Namun, di belakang tubuhnya tangan kirinya menyilangkan keduanya. Kita lihat nanti, ya, Lan. *** Mata Lana membulat saat melihat Nisya keluar dari kamar tidurnya. Rahangnya mengeras sampai urat lehernya terlihat. “Sya, ngapain kamu?” kata Lana yang membuat Nisya bak penjahat yang tertangkap basah. “Eh, Lan, kamu ternyata udah pulang. Aku nggak habis ngapa-ngapain. Cuma …” Kalimat Nisya terputus karena Lana yang masih membawa kantung belanjaan bergegas masuk kamarnya. Lana menduga jika Nisya sudah mengambil barang pribadinya tanpa izin. Namun, setelah berada di dalam, Lana semakin membelalak. Kakinya mendadak lemas bagai tak bertulang. Dadanya sesak dan matanya memanas. Di atas ranjang, Bara yang hanya mengenakan celana panjang sedang tengkurap. Kelihatannya lelaki tiga puluhan itu sangat kelelahan. Seketika pikiran Lana bagai benang kusut. Aneka pikiran buruk pun bergantian menggerogoti rongga kepalanya. Sontak, ia kembali ke luar dan tanpa pikir panjang mendorong Nisya ke dinding. “Lan, apa-apaan, nih?” “Lo yang apa-apaan! Apa yang lo lakuin sama Mas Bara?“ Suara Lana menggelegar. Wajahnya pun bagai tomat matang dengan tangan terkepal erat. “Maksud lo? Gue dan Mas Bara nggak ngapa-ngapain! Tadi waktu gue dateng, dia juga baru pulang. Dia mengeluh pusing dan kepalanya sakit. Ya udah, karena rumah lo kosong, gue tolongin dia. Gue bantu bikinin teh dan bantu pijat punggungnya. Itu aja!” ucap Nisya tak kalah keras. Ia tak terima perlakuan Lana yang seenaknya mendorongnya. “Tapi lo nggak berhak ngelakuin itu! Lo bukan siapa-siapanya!” “Lalu menurut lo , gue harus diam aja dan nungguin lo, yang pulangnya entah kapan dan nggak tau pergi ke mana? Lagi pula lo tahu kan gue kerja di salon. Udah biasa mijet. Bukannya makasih sudah ditolongin malah marah-marah!” Lana sontak menggemeretakkan gigi. “Gue habis belanja. Nggak liat?” Tak lama, Bara yang terbangun karena mendengar suara berisik, keluar kamar. “Ada apa, sih, ribut-ribut?” ujar Bara sambil memijit-mijit pelipisnya. “Dek, kamu udah pulang? Habis dari mana? Suami pulang malah nggak ada di rumah.” “Aku habis belanja, Mas. Kulkas kosong. Aku kan nggak tahu kalau Mas pulang cepet.” Bara lalu berjalan menuju kursi di ruang makan yang terletak di depan kamarnya. “Iya, badanku mendadak nggak enak, makanya izin pulang. Pas sampe rumah kamu malah nggak ada. Untung ada Nisya yang kebetulan datang. Dia bantu aku bikin teh manis dan memijat punggungku. Alhamdulillah sekarang udah enakan.” Lana yang masih kesal memicing ke arah Nisya yang sudah terlihat santai. “Beneran cuma itu?” “Iya. Sudahlah nggak usah berpikir macam-macam. Cepat masak, Mas lapar,” ucap Bara lalu bangkit dari duduk dan kembali ke kamarnya. Sepeninggal Bara keheningan tercipta di antara dua wanita 25-an tahun itu. Lana yang masih membawa plastik menuju kulkas. Ia mencoba menenangkan diri dengan hawa dingin yang membasuh wajahnya. Setelah selesai menata barang belanjaan, dia menarik napas dalam lalu mengeluarkannya lewat mulut. “Sya.“ “Hmm.” “Maaf, ya, tadi gue emosi.“ Lana lalu bangkit. Setelah menutup lemari es ia menghampiri Nisya yang masih duduk di kursi makan. “Makanya jadi orang nggak usah overthinking.” “Ya, wajarlah. Siapa yang nggak panik melihat suaminya berduaan di dalam kamar sama wanita cantik? Mana lo masih single lagi." Lana melirik Nisya. "Sebentar gue ambilin minum dulu.” Tak lama, Lana muncul dengan segelas air dingin berwarna merah. “Diminum dulu. Oh iya, lo ngapain ke sini?” Nisya masih mengusap-usap bahunya, setelahnya ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas tangannya. "Gue mau ngasih ini,“ ucapnya seraya menyodorkan pouch kecil ke depan Lana. Sontak, mata Lana berbinar. “Ini, kan, parfum yang biasa lo pake.” Ia lalu membuka botol bulat itu lalu menyemprotkannya sedikit ke leher. “Iya, kebetulan lagi ada promo, makanya gue beliin sekalian buat lo. Katanya, kan, lo suka wanginya." “Makasih, ya, Sya, gue bener-bener minta maaf soal tadi. Gue nggak nyangka lo mau ngasih parfum ini ke gue. Padahal dulu lo pernah bilang kalau parfum ini adalah jimat keberuntungan lo,” ujar Lana sambil memeluk erat Nisya. Tanpa setahu Lana, Nisya mencebik. Dengan malas ia membalas pelukan Lana. Enak aja, nggak semudah itu memaafkan perlakuan kasar lo tadi, Lan! "Kita, kan, sahabat, Lan. Apa pun yang gue punya, seharusnya lo juga punya. Begitu pun sebaliknya." Termasuk Mas Bara. Bersambung.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
59.8K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook