Di dalam mobil, Nadia tak henti - hentinya bergelayut manja di lengan kiri Felix yang sedang mengemudi. Felix kali ini sedang berbaik hati untuk tak menoyor kepalanya. Dia membiarkan, dan fokus pada kemudinya.
Nadia, yang bersandar pada lengan Felix tersenyum sumringah. Dia menatap lampu jalan yang merah, sambil menatap ke arah sepasang kekasih di luar yang sangat mesra.
Wanita itu melihat sang pria begitu memperhatikan wanitanya. Sampai rela untuk membawakan tas milik sang wanita yang terlihat tak berat juga.
Iri? Jelas. Siapa yang tak iri pada pasangan yang uwu - uwuan seperti itu. Wanita itu juga ingin. Namun, sebelum negara api menyerang, Nadia lebih baik tidak ambil pusing.
Dia memilih memejamkan matanya. Menikmati sunyi yang sangat membuatnya sedikit nyaman. Apalagi, bersandar pada lengan besar sang kekasih. Sangat membuatnya nyaman, dan senang.
Tak terasa, waktu sudah berjalan cepat. Hingga mobil yang Felix kendarai sampai di apartemen yang Nadia tinggali. Tapi, wanita itu malah tak sadar terlelap.
Felix menoleh dan menatap Nadia yang terlelap di bahunya. "Nad, sudah sampai."
Telunjuknya menggoyangkan kepala Nadia, berharap wanita itu terbangun. Namun, namanya kebo tetap aja kebo. Sulit sekali membangunkan wanita itu saat sudah terlelap hebat.
Bahkan, Felix mendengar dengkuran yang bermula dari suara yang kecil, sampai suara yang kencang.
"Ngokkkk.”
Felix kemudian berdecih melihat suara dengkuran Nadia yang sangat kencang. Dia memindahkan terlebih dahulu kepala Nadia dari bahunya, kemudian menyandarkan ke bangkunya. Setelah itu, Felix melepas seat belt miliknya dan turun dari mobil. Pria itu kemudian, menuju ke pintu satunya lalu mulai membuka seat belt yang di gunakan oleh Nadia.
Setelah itu, Felix dengan terpaksa menggendong Nadia yang masih terlelap dengan mulut yang terbuka. Dia menggendong masuk ke dalam apartemen miliknya.
Sampai di lift, adalah cobaan terberat bagi Felix. Tubuh Nadia tidak bisa di katakan ringan, berat malah iya. Dia harus menekan lift untuk naik ke atas unitnya. Tapi sebelum itu, dia harus sangat berusaha keras menekan tombol lift agar terbuka.
Felix yang sedang menggendong Nadia, memutar tubuhnya sehingga ke samping mengarah ke lift. Lalu, dia mengarahkan sikunya ke tombol lift, namun karena Felix sangat jakung dia harus merundukan tubuhnya agar sikunya sangat pas dengan tombol lift.
“Huft! Menyusakan.”
Ting!
Lift pun terbuka, lalu, Felix masuk dengan menggendong wanita yang masih saja setia terlelap. Sampai di dalam lift, cobaannya tak begitu saja. Dia kembali harus menekan lantai tiga di mana unit apatemen mereka berada.
Saat Felix akan kembali memutar tubuhnya ke samping, mengarahkan sikunya untuk menekan dial tombol lift, ternyata Felix tak sengaja membenturkan kepala Nadia hingga bunyi pun terdengar.
Dug!
Nadia refleks yang sedang tertidur, memegang kepalanya dan meringis. “Aw…”
Melihat Nadia yang sudah terbuka matanya, dengan senang hati Felix menurunkan Nadia hingga wanita itu terjatuh di lantai dengan p****t yang mendarat duluan mencium lantai.
Bug!
“Astaga, Felix! Kalau mau bangunin orang, nggak gini caranya. Sakit!”
Felix, dengan tampang tak berdosanya hanya melihat ke bawah saja, tanpa berniat membantu untuk berdiri.
Nadia, yang masih merasa pusing tiba – tiba terbangun dengan adegan kepala yang terbentu dan terjatuh merasa sangat sebal. Dia langsung bangkit, dan kemudian menatap tajam Felix.
“Jahat banget.”
“Tangan saya berat. Kamu sangat menyusahkan. Bagus sudah bangun.”
Nadia memajukan bibirnya sangat sebal. Dia lalu menatap ke depan dan menekan lantai tiga dial pada lift. Setelah itu dia bersedekap melakukan mode merajuk.
“Sumpah nih cowo gue harus di pelet apa gimana, biar dia romantis ke gue? Nggak ada manis – manisnya sama sekali. Yang ada malah kayak musuh dalam selimut, nyebelin nyebelin nyebelin!” batinnya.
Ting!
Begitu lift keluar, Nadia lebih dahulu keluar dari lift, dan langsung berjalan dengan cepat menuju ke unit apartemennya. Dia mengarahkan tangannya sehingga sensor tubuhnya terdeteksi, sehingga pintu apartemennya terbuka otomatis. Setelah terbuka, Nadia yang masih kesal masuk, dan membanting pintu dengan sangat kasar.
Brak!
Felix terdiam di tempat. Karena tepat di wajahnya, Nadia membanting pintu apartemen. Pria dewasa kepala tiga lebih itu hanya menghela napas. Dia kembali mengarahkan tangannya dan sensor pun mendeteksi tubuhnya, tapi, pintu tidak otomatis terbuka.
Felix berdecih melihatnya. Siapa lagi jika bukan ulah sang kekasih yang sedang merajuk. Ini model yang sama ketika sang kekasih merajuk, mengganti settingan sensor agar Felix tak di izinkan masuk saat dia kesal.
“Nad! Kamu jangan main – main, ini sudah malam. Buka pintunya sekarang!”
Nadia di balik pintu melihat wajah Felix di sebuah motir mengejek memenye – menyekan bibirnya, menirukan saat Felix mengomel layaknya wanita tua.
“Giliran di usilin, ngamok. Tadi kenapa usil, dasar cowok!”
Nadia masa bodo. Dia langsung menuju kamarnya untuk tertidur. Biar saja Felix kembali ke pent house atau rumahnya yang lain, jangan ke apartemennya tapi. Anggap hukuman yang pantas untuk Felix yang sangat nakal.
Di kamar, Nadia langsung merebahkan diri diatas kasur. Dia memang masih mengantuk dan ingin melanjutkan waktu tidurnya yang tadi di delay karena benturan di lift.
“Saatnya tidur!! Ah, nyaman banget sih…”
Masih dengan pakaian formal, tanpa menghapus lip tint yang terpoles di bibir ranumnya, Nadia sudah kembali mendengkur dengan sangat dalam.
***
Sinar mentari yang menyorot pagi hari, mulai melakukan kebiasaannya. Masuk ke celah jendela kamar, dengan menari – nari dan juga membelai kulit wajah Nadia yang lembut.
Sorot mentari, membuat kening sang wanita menjadi mengkerut. Saat dengusan mulai terdengar, tapi tak lama setelah itu, kulitnya terasa berbeda. Tak terbelai kembali oleh mentari yang sedikit menyelikit kulitnya.
Nadia kembali menikmati tidurnya dengan nyenyak. Saat dia akan menikmati kembali rasa nyaman tersebut, kulitnya langsung terasa terbelai kembali oleh sorot mentari yang membuatnya tak nyaman.
“Ih, ngeselin banget. Ngeganggu tidur gue aja!” dengusnya.
Sejenak kemudian, sorot mentari tadi, sudah lenyap. Nadia melepas kerutan dahinya, dan memulai kembali menata tidurnya yang nyenyak. Tapi, seakan ada yang mempermainkan takdir nyamannya dalam tidur, mentari itu kembali datang.
Nadia sangat malas untuk kembali melanjutkan tidurnya. Dia dengan berat hati membuka mata sambil mengomel layaknya wanita tua.
“Dasar, matahari pembawa sial. Nyebelin juga-”
Matanya yang sudah terbuka menatap seorang pria yang wajahnya tersinari penuh oleh sorot mentari. Wajah tampan, dengan pahatan yang mendekati sempurna itu menatapnya. Jemari kekarnya kini berada di atasnya untuk menutupi sorot mentari yang akan membelai kulit Nadia.
“Felix?”
Felix, begitu berbeda setiap waktu. Kini, pria itu menatap netra milik Nadia dengan senyuman ramah yang membuat siapapun yang melihat begitu meleleh, karena pria itu yang bak dewa Yunani.
“Morning, sweety.”
Nadia serasa menjadi beku. Dia bingung harus melakukan apa, otaknya sangat begitu nge-bug di pagi – pagi. Apa lagi dia masih proses loading, karena baru saja bangun dari tidurnya.
“Eh, tunggu. Bukannya tadi malam, kamu aku kunciin di luar? Kamu kok bisa masuk tiba – tiba sih?”
Felix menaikan alisnya. Dia tak menjawab, tapi malah langsung mengeratkan pelukan pada pinggang Nadia, untuk semakin mendekat kearahnya.
Jemari kekar Felix beralih kearah puncak kepala Nadia, dan mengelusnya dengan lembut. “Masih sakit?”
Nadia hanya bisa mengerjapkan mata, melihat perlakuan pria itu sangat lembut di pagi hari. Oh my god! Apakah dia kebanyakan minum s**u jadi mabok? Sampe dia halu, Felix sangat lembut sekali kepadanya?
“Kamu apa – apaan sih. Kok aneh gini? Jangan – jangan…”
“Jangan – jangan apa?”
Dengan santainya Nadia menjawab, “Mau mati. Kalik.”
Wanita itu menerima jitakan di kepalanya. Luka benturan di lift semalam, masih terasa nyata, namun sekarang di tambah jitakan oleh tangan kekar itu.
“Aw! Felix, nyebelin banget sumpah kamu. Nyebelin parahh!!”
Dengan tampan tak beresalah, Felix biasa saja. “Mulut kamu harus di cuci biar nggak asal ngomong kayaknya, Nad.”
“Dih, mending dari pada kamu irit ngomong. Sok banget sok cool.”
“Suka – suka.”
Meski mereka sering bertengkar, dan Nadia yang mengalah meminta maaf pada akhirnya, tapi, Nadia tak bisa kehilangan Felix. Bagi Nadia, Felix adalah segalanya, dia adalah belahan jiwa dan oppa – oppa korea baginya. Jadi, dia tidak akan meninggalkan kekasihnya meski pun Felix sangat sangat sangat minus attitude sekali.
Nadia mulai menyusupkan kepalanya di d**a bidang Felix, menyandarkan ke d**a Felix. “Ah, nyaman banget.”
Merasa tubuhnya yang di peluk, Felix tak keberatan. Dia malah hanya tersenyum, meski tak membalas pelukan Nadia, biar terkesan sepihak, namun Nadia tak masalah.
Jika di luar sana, wanita yang memberikan kode, maka menunggu pria untuk menerima sinyal kodenya. Tapi tidak untuk wanita khas seperti Nadia. Dia tak suka memberikan kode, dia langsung menerjangnya memuaskan apa yang dia ingin lakukan. Nadia satu di antara dua persen wanita yang berbeda. Dia sangat unik, dan juga langka sekali.
Wanita itu mengeratkan pelukan pada Felix. Dia sangat teramat mencintai pria yang mampu mengusik hatinya sepuluh tahun, namun, sudah sah menjadi kekasihnya kurang lebih dua tahun. Pria tua yang gengsi namun Nadia sangat mencintainya.
“Aku denger dari Bu Nara, kamu mau pergi ke New Zeland. Bener?”
“Em.”
Nadia mengerucu kan bibirnya di dalam dekapan Felix. “Kenapa nggak bilang dulu? Kapan berangkatnya?”
“Tiga hari lagi.”
Nadia mendongak dan menatap Felix kesal. “Tiga hari? Kok cepet banget sih. Kenapa nggak pernah bilang aku kalau mau ke luar negri sih?”
“Tanpa bilang pun kamu sudah tau kan. Jadi buat apa bilang.”
Nadia mendengus, “Enggak gitu konsepnya juga Bapak Felix. Aku kan pasangan kamu, semua yang pasangan lakukan adalah saling terbuka satu sama lainnya. Jadi, kamu harusnya jauh – jauh hari bilang dong, kalau kamu itu mau pergi.”
“Terus kalau saya bilang, kamu bakal seperti tahun lalu nyusul saya. Saya tidak mau mencampur antara profesionalisme dengan hubungan personal, Nadia.”
“Em. Yaudah lah, udah terlanjur juga.”
Nadia yang kesal, melepas pelukannya dan memilih untuk memunggungi Felix. Dia seorang kekasih, meski dia sangat urakan, dia juga memiliki hati yang lembut. Dia tidak suka, Felix seolah bersikap dia tak memiliki kekasih. Meski mereka menjalani back street, apa salahnya terbuka mengenai masalah pribadi? Sangat menyebalkan bukan?