Chapter 8. Undangan Makan Siang

2095 Kata
Ola hampir tidak mempercayai matanya saat melihat si pria perpustakaan itu memasuki ruang rapat bersama dengan Stevan, asisten pribadi James. Jadi, pria itu adalah anak tunggal James yang selama ini tidak pernah terlihat? Ia mendengar bisik-bisik tak percaya di sampingnya, tetapi Ola tidak bisa menjauhkan pandangannya dari pria itu. Ini jelas tidak mungkin. Bagaimana mungkin pria berwajah Asia itu adalah putra James? James jelas-jelas pria asli Amerika yang tidak memiliki darah Asia sama sekali di tubuhnya. Rambutnya pirang tembaga dengan mata biru kehijauan yang terlihat menakutkan saat pria itu marah. Jelas sekali tidak ada kemiripan sama sekali antara pria yang kini ada di ruang rapat dan pria yang selama ini menjadi atasan mereka. Atau…Ola mengamati dengan mata yang disipitkan. Mungkin itu memang terlihat tidak sopan, tetapi ia jelas tidak bisa menahan diri untuk tidak mengamati si pria perpustakaan yang tampaknya juga kaget melihatnya di sini itu. Dalam hatinya, Ola tertawa puas. Pria itu mungkin tidak memiliki bayangan sama sekali bahwa ia adalah seorang direktur. Ia pasti hanya dianggap sebagai salah satu anak magang. Itu bukan anggapan yang mengherankan. Ola memang sering dianggap sebagai pegawai junior oleh kebanyakan orang. Terutama mereka yang tidak mengenalnya, tidak tahu berapa umurnya, dan tidak pernah bertemu dengannya lebih dari sekali. Tidak jarang, para klien juga memandangnya sebelah mata jika James mengirimnya untuk rapat mewakili perusahaan. Ia sering dianggap tidak becus bekerja. Atau itulah anggapan mereka sebelum tahu bagaimana ahlinya ia bekerja dan mengatur anggaran perusahaan. Mata Ola kembali mengamati pria yang kini sudah duduk di tempat James biasa berada itu. Mungkin dia hanyalah anak angkat. Mungkin James memang tidak pernah menikah dan memilih seorang anak angkat untuk mewarisi kekayaannya nanti. Akan tetapi, semakin Ola mengamati pria tersebut, semakin ia bisa menemukan sedikit jejak James di sana dalam bentuk rahang, bibir, dan juga hidung si pria Asia itu. Bagian tersebut jelas-jelas milik James. Apa istri James yang tidak pernah diketahui publik itu adalah seorang wanita Asia? Dilihat dari rambut hitam dan mata gelapnya, kemungkinan besar dugaan Ola memang benar. Apa Indonesia seperti dirinya? Atau mungkin, pria itu hanyalah anak di luar nikah sehingga James tidak pernah memperkenalkannya sebelum ini? Lamunan Ola terputus saat pria itu mengambil alih tempat Stevan bicara untuk memperkenalkan diri. Bahkan, dari jarak mereka yang tidak terlalu dekat ini, Ola bisa melihat jika pria itu juga tidak lepas mengamati dirinya. Ia yakin, seperti kebanyakan orang yang selalu memandang remeh dirinya, pria itu pasti sedang berpikir untuk melihat riwayat hidupnya, juga track record pekerjaannya, pada Stevan setelah ini. Pria itu tampak tidak percaya padanya. Namun, apapun yang baru saja Ola pikirkan itu buyar saat ia mendengar pria itu menyebutkan namanya dengan lantang. Nero Ganendra Goldman. Nama yang tidak asing. Nama yang begitu sering ia dengar walaupun mereka tidak pernah bertemu. Ola terkesiap saat kebenaran membanjiri kepalanya. Ia tahu siapa yang sering menyebutkan nama yang sedikit tidak umum itu. Damar. Kakak sepupunya itu baru saja pulang ke Indonesia setelah berada di Jepang selama bertahun-tahun karena ditolak oleh cinta pertamanya. Dan dalam cerita cinta pertama kakaknya itu, ada terselip nama Nero di antara mereka berdua. Pria yang juga menyukai Mutiara, gadis yang disukai Damar. Pria yang berhasil menjadi kekasih pertama Muti walaupun hanya sebentar, dan juga pria yang telah membuat Damar harus pergi dari sisi Muti. Apa benar mereka pria yang sama? Meskipun ia tidak bisa menyimpulkannya karena sama sekali tidak tahu tentang di mana selama ini Nero berada, Ola memiliki satu keyakinan bahwa memang mereka adalah orang yang sama. Berapa banyak orang di dunia ini memiliki nama yang tidak umum seperti itu? Siapa orang tua yang mau menamai anaknya seperti kaisar Romawi kuno yang terkenal sangat jahat itu? Tidak mungkin James berharap anaknya akan sejahat kaisar yang membunuh ibunya sendiri itu kan? Belum lagi, dari yang ia dengar dari ibunya, Nero dan Muti sekarang bekerja di sekolah keluarganya. Jika memang Nero yang itu adalah pria yang sama dengan yang ada di sini sekarang, ia tidak mungkin bekerja di sekolah kan? Untuk apa pria kaya seperti dirinya bekerja di sekolah? Gaji guru atau karyawan sekolah jelas tidak akan sepadan dengan gaya hidupnya. Nanti, Ola harus menanyakannya pada ibunya. Atau lebih baik pada Damar langsung. Kakaknya itu memutuskan tinggal lagi di Indonesia setelah tujuh tahun ‘melarikan diri’. Bukan tidak mungkin Damar sudah bertemu dengan Nero dan Muti di sekolah. Mungkin saja… “Miss Aleyna? Silahkan perkenalkan diri Anda.” Ola tergagap saat Shane menendang kakinya di bawah meja, ketika Stevan mengucapkan itu. Dengan gugup ia memperkenalkan dirinya yang langsung disambut dengan kerutan kening dan naiknya alis Nero. Sial! Pria itu pasti menganggapnya sebagai orang yang penggugup dan tidak kompeten. Kenapa mereka harus bertemu dalam situasi yang memalukan? Rapat dilanjutkan dengan laporan singkat mengenai departemen masing-masing, dan mata Nero tidak lepas mengamati Ola bagaikan elang yang menemukan mangsanya hingga rapat berakhir. Walaupun ia berhasil memaparkan kinerjanya dengan baik dan tanpa perasaan gugup, Ola tidak merasa puas. Ia merasakan bahwa akan ada hal buruk terjadi padanya. “Apa yang terjadi padamu? Kau tidak tampak seperti dirimu yang biasa,” tanya Shane saat mereka keluar dari ruang rapat beberapa menit sebelum jam makan siang. Ola mengembuskan napas dengan sedikit frustasi. “Mungkin aku hanya butuh kopi yang sangat pekat. Kepalaku sedang tidak berada di ruang rapat.” Shane mengangkat alisnya tidak percaya. “Kau? Bisa memikirkan hal selain pekerjaan? Itu kejutan.” Ola memutar bola mata mendengar itu. Ia memang terkenal sebagai seseorang yang sangat berdedikasi pada pekerjaannya. Ketika orang lain begitu tidak ingin bekerja lembur, ia akan dengan senang hati melakukannya. Bagi Ola, pekerjaan adalah kekasih sejatinya. Ada kepuasaan tersendiri saat ia melihat hasil kerjanya yang sempurna. “Bagaimana kalau kita makan siang sambil mencari kopi yang kau inginkan? Aku yang traktir.” Shane sering mengajaknya makan siang, tetapi biasanya Ola langsung menolak tawarannya dengan alasan pekerjaan. Lagipula, ia tahu jika pria itu tertarik padanya. Dan Ola bukan jenis wanita yang suka menjalin hubungan di tempat kerja. Oke, ia bukan jenis wanita yang suka menjalin hubungan apapun di manapun. Jadi, Shane jelas tidak akan mendapatkan kehormatan untuk menjadi kekasih pertamanya. Tidak akan ada pria itu. Namun, di luar fakta bahwa pria itu memiliki perasaan padanya, Shane adalah pria yang baik dan menyenangkan. Dan dengan sedikitnya teman yang Ola miliki, pergi makan siang dengan pria itu juga tidak ada salahnya. “Aku akan mengembalikan berkas ke kantorku sebentar. Kau mau menunggu?” Shane tersenyum. Jenis senyum yang akan membuat para wanita lain mengalami serangan jantung, tetapi tidak dengannya. Tidak akan pernah ada pria yang bisa membuatnya terkena serangan jantung hanya dengan senyuman. “Aku akan menemanimu,” jawab pria itu dengan ramah. Walaupun ia lebih suka jika Shane menunggu di lobi atau di mana saja selain menemaninya, Ola tidak menolak ketika pria itu berjalan di belakangnya menuju ruang kantor Ola. Jules masih ada di mejanya, sedang bersiap untuk makan siang. “Ada yang bisa kubantu, Miss?” tanya gadis itu sambil kembali meletakkan tasnya. Ola bisa saja meminta gadis itu meletakkan berkas yang ia pegang di ruangannya, tetapi ia menggeleng pada Jules sambil tersenyum dan berkata, “tidak. Aku hanya perlu meletakkan ini dan mengambil tasku. Kau pergilah makan siang.” Lalu Ola menoleh pada Shane. “Kau keberatan menungguku di sini sebentar?” Shane menggeleng tepat saat telepon di meja Jules berdering. Tidak berpikir bahwa itu tentang pekerjaannya, Ola memasuki kantornya dan meletakkan berkas di meja. Ia baru saja akan memakai mantelnya ketika kepala Jules terlihat dari balik pintu dan memasuki kantornya. “Itu tadi telepon dari sekretaris presiden direktur,” ucap Jules dengan nada sedikit takut. “Dan?” “Katanya, Anda di minta pergi ke kantor Presdir sekarang.” “Sekarang?” tanya Ola lagi untuk menyakinkan apa yang baru saja ia dengar itu. Jules mengangguk. Ola menghela napas dan kembali menggantung mantelnya. Dugaannya benar bahwa Nero memang tidak puas dengan laporan yang ia berikan tadi. Pria itu pasti sedang mencari-cari kesalahannya. “Aku akan ke atas sekarang,” kata Ola kemudian saat Jules masih menunggu jawabannya. “Apa aku perlu membawakan Anda makan siang nanti saat kembali?” “Tidak usah. Terima kasih,” jawab Ola sambil tersenyum. Ia ragu dirinya masih akan memiliki selera makan setelah keluar dari ruangan itu. “Dan Mr. Wyatt?” Shane! Sialan. Ola sama sekali lupa dengan pria itu yang sedang menunggunya. “Aku yang akan bicara padanya.” Kening Shane berkerut saat ia melihat Ola keluar dari kantornya tanpa tas dan mantel. “Kau tidak jadi ingin makan siang di luar?” tanya Shane sebelum Ola sempat membuka mulutnya. “Presdir memanggilku sekarang.” Kerutan di dahi pria itu semakin dalam. “Sekarang? Tapi ini jam makan siang, Ola.” “Aku tahu. Mungkin dia tidak suka dengan hasil rapat tadi.” “Omong kosong! Walaupun kau tidak terlalu fokus, pemaparanmu sama sempurnanya seperti biasa. Dan kita tidak mengalami kerugian apapun selama kuartal ini.” Orang yang paling tahu tentang laba dan rugi hanyalah dirinya, tetapi Ola hanya mengangkat bahu saat mendengar perkataan Shane tersebut. “Aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya ia inginkan.” “Dia pasti hanya mencari alasan. Pria itu sendiri tidak tampak seperti orang yang kompeten. Wajahnya bahkan tidak terlalu mirip dengan Mr. Goldman. Apa menurutmu dia hanya anak angkat.” Ia tidak suka bergosip. Dan meskipun tadi Ola juga sempat memikirkan hal seperti itu, ia hanya mengangkat bahu seraya menepuk lengan Shane pelan dan mendorong pria itu agar pergi dari kantornya. Ia membiarkan Shane turun lebih dulu sebelum dirinya sendiri naik ke lantai di mana Nero berada. Dalam hatinya, Ola bertanya-tanya apa maksud pria itu memanggilnya. Dan kenapa juga harus di saat jam makan siang. Bukan berarti ia kesal karena janjian makan siangnya dengan Shane batal. Ola justru bersyukur itu terjadi karena dari apa yang didengarnya tadi, Shane pasti hanya akan membicarakan Presdir baru itu sepanjang makan siang. Akan tetapi, ia kesal karena tidak bisa menikmati kopi yang sekarang benar-benar ia butuhkan. Emosi Ola cenderung mudah tersulut saat dirinya kekurangan kafein, atau jika dirinya sedang kelaparan. Dan ia mengalami dua-duanya sekarang. Ketika sampai di lantai tempat kantor Nero berada, Ola keluar dari lift dengan ragu. Ruangan itu tampak sepi karena lantai ini memang hanya dikhususkan untuk Ketua dan Presdir saja yang artinya, hanya Nero yang ada di sini karena James sedang tidak bekerja. Meja sekretaris juga tampak kosong. Ola hampir saja berbalik pergi ketika pintu ganda dari kayu mahoni itu terbuka. “Kau sudah datang,” sapa pria itu lebih dulu saat melihat Ola. “Masuklah.” Masih dengan kebingungan, Ola sedikit membungkukkan badannya. Tidak peduli apapun yang dipikirkan pria itu tentangnya, atau betapa mungkin ia adalah pria yang sama yang membuat Damar pergi dari Jakarta, Nero yang ini tetap adalah atasannya. Selama ini, Ola hanya sering memasuki kantor James. Ruangan ini selalu kosong karena tidak pernah ada yang menjabat posisi Presdir hingga hari ini. Namun, yang membuat Ola menarik napas dalam-dalam bukanlah ruangan yang pertama kali ia masuki itu, tetapi karena harum kopi yang membuat pening di kepalanya sedikit menghilang. Di meja itu sudah terdapat dua cangkir kopi berwarna hitam pekat dengan asap yang masih mengepul, juga dua kotak makan siang dari restoran yang sering Ola pesan untuk makan siang. “Duduklah. Aku minta maaf karena sudah membuat waktu makan siangmu terbuang.” Mata Ola beralih dari apa yang ada di atas meja, kepada Nero yang masih berdiri di belakangnya. “Ada apa ini sebenarnya?” Ia bukan orang yang mudah dekat dengan orang yang baru pertama kali ditemuinya. Apalagi tadi Nero tidak tampak menyukainya. Wajar kan jika ia curiga pria ini memiliki maksud terselubung di balik undangan makan siang ini? “Duduklah dulu. Aku merasa kau agak butuh kafein hari ini. Apa aku benar?” Tidak bisa menahan diri untuk cemberut karena tebakan pria itu benar, Ola duduk di sofa kulit berwarna hitam, dan langsung meraih cangkir kopi itu. “Kau tidak memasukkan racun atau obat tidur di dalamnya kan?” Suara tawa lirih Nero, mau tidak mau membuat Ola ikut tersenyum. Dan senyumnya berubah menjadi erangan nikmat saat rasa pahit dan panas itu melewati tenggorokannya. Ini adalah jenis kopi paling nikmat yang pernah Ola nikmati. Saat ia membuka mata, Ola melihat Nero sudah duduk di hadapannya. Sedang mengamatinya dengan seksama, dan lagi-lagi, Ola merasakan sesuatu yang tidak biasa. Ia merasa gugup. Sesuatu yang tadi juga terjadi saat ia melihat pria ini untuk pertama kalinya. “Ada apa? Ada yang ingin Anda bicarakan denganku masalah pekerjaan?” Nero hanya mengangkat bahu, lalu menggerakkan tubuhnya lebih dekat ke meja, dan menggeser kotak makan siang di meja agar lebih dekat pada Ola. “Tidak ada. Aku hanya ingin mengundangmu makan siang denganku. Kau tidak keberatan kan?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN