Prolog
Satu malam yang dingin petir menyambar dengan gilanya, hujan yang terus berkecamuk bercampur dengan angin.
Di bangsal rumah sakit Medilton di Kota C.
Terdengar dengan lantang teriakan seorang wanita dengan perut besarnya sudah berumur 8 bulan.
Berulang kali Ruby berteriak kesakitan.
''Anakku, anakku selamatkan anakku!''
Dokter yang datang pun ditarik jubah putihnya oleh Ruby karena menahan sakit yang tak tertahankan.
Dokter membawa surat persetujuan keluarga pasien yang tidak lain adalah Melinda,
mama Ruby yang sejak datang ke rumah sakit selalu histeris melihat kondisi anaknya yang berlumuran darah.
''Segera bawa ke ruang operasi !''
Dokter berteriak kepada suster karena melihat kondisi Ruby yang sudah tidak terlihat bentuknya lagi.
Rambut berantakan menutupi mukanya, baju yang compang-camping sobek dan darah memenuhi bajunya.
Lima jam telah berlalu.
Pintu ruang operasi dibuka dengan membawa ranjang Ruby yang tidak sadarkan diri keluar.
Melinda terus mengikuti dibelakangnya dan terus menangis.
Lalu melinda tiba-tiba menghentikan langkah, berbalik dan bertanya kepada dokter.
''Bagaimana cucuku dok?'' Dengan mata merahnya dia berfikir mengapa cucunya tidak dibawa keluar.
Sekali gelengan kepala dokter berkata
''Maaf nyonya, kami sudah berusaha yang terbaik.''
Melinda dengan tangan yang bergetar menutup mulutnya dan menangis.
Cucunya yang tidak bersalah harus meninggal sebelum dia melihat dunia.
Bagaimana dia harus menjelaskan semua ini kepada Ruby.
Terhuyung-huyung dia memandang Ruby yang mulai menghilang dari pandangannya.
Hujan deras yang tak kunjung berhenti membawa seorang laki-laki tampan dengan tatapan tajam masuk ke Loby rumah sakit dan berteriak kepada receptionis.
''Cepat katakan dimana Ruby Rin ditempatkan!''
Emosi yang meledak-ledak sampai urat di mukanya hampir keluar tidak merubah siluet wajahnya yang sangat tampan.
Seluruh suster yang berjaga dan penghuni rumah sakit tiba-tiba terpana dengan sosok pria ini. Selain perawakan yang gagah dan sempurna dari atas hingga bawah dan dapat dikatakan dia bagai dewa.
Alis yang tebal, mata coklat yang tajam dan bibir yang indah membuat receptionis terbodoh sekian detik hingga suara gebrakan meja membuatnya tersadar kembali.
''Bangsal Melati, Lantai......!
Tidak perlu mendengar kalimat selesai, Reyhan berlari menuju lift karena pada dasarnya dia mengenal rumah sakit ini.
Hampir seluruh rumah sakit terkenal di kota ini dia kenal seluruh sudutnya karna semua milik keluarganya.
Tidak ada hal besar di kota ini yang tidak dimonopoli oleh keluarga Zhang.
Dengan nafas tak beraturan dan tubuh yang menegang dia menunggu lift yang tak kunjung terbuka satupun.
Akhirnya Reyhan memutuskan menuju tangga darurat dan menaikinya dengan gila.
Sampai didepan pintu bangsal VIP dia temenung sejenak menata nafasnya dan dengan berat membuka pintu ruangan.
Tentu saja menaiki 10 lantai tangga membuat paru-parunya hampir kosong.
.......
Kembali ke Tiga jam yang lalu.
Di kota A
Reyhan dengan wajah yang kusam karena tidak pulang berhari-hari tapi tetap tidak menutupi ketampanannya.
Dia berdiri didepan rumah Ruby dan ingin memeluk Ruby, tapi yang didapatinya hanya rumah yang kosong.
Dia berulang kali menelefon nomor Ruby didepan rumahnya sampai hampir gila. Menggedor-gedor pagar pintu rumah Ruby sudah dilakukannya dari 2 jam yang lalu membuat tetangga harus meminta bantuan keamanan untuk mengusirnya.
''Sial,
''sebenarnya apa yang terjadi, bahkan melinda pun tidak ada dirumah''
Mata tajam Reyhan menatap petugas keamanan itu dengan perasaan ingin membunuh.
Tiba-tiba Handphone Reyhan menerima telfon dari Robert Zhang, Dia adalah ayah Reyhan. Dengan malas dia mengangkat telfonnya bahkan rasanya dia ingin membunuh semua orang yang menggangunya.
''Ada apa?''
Robert dengan tenang tertawa. Pacar kecilmu sendiri yang datang mencariku
''APAAAA?''
Seperti dipukul palu kepala Reyhan sakit sekali.
Robert melanjutkan setiap katanya dengan santai.
''Dia sangat pintar, bahkan dia rela mengorbankan anak itu demi kesepakatan ini, hahaha aku sangat puas, bahkan anak itu tidak pantas lahir kedunia. Sepatutnya dia mati!!''
Handphone digenggamanya sudah mau remuk dengan gertakan giginya dan mata seperti iblis ingin menerkam Robert.
''Katakan dimana dia sekarang?''
Reyhan membentak Robert dengan gerangan hebat
''Mungkin dia sudah mati....''
Satu kalimat, satu kalimat dari Robert yang sudah ampuh menghancurkan seluruh pertahanannya.
Dengan gemetar Reyhan berkata
''Jika sesuatu terjadi pada Ruby dan anakku. Jangan Harap aku akan menganggapmu Ayah dan tidak akan kembali ke keluarga Zhang bodohmu itu selamanya.''
''Coba saja !!''
Kemudian Robert menutup telfonya
.
''Sial.
Reyhan segera menghubungi Andre teman dekatnya dan mencoba menggali informasi dari paman Andre yang sudah puluhan tahun bekerja di keluarga Zhang.
.
Hasilnya sudah ada dan Reyhan tanpa persiapan langsung terbang ke kota C tempat keluarga Zhang berada. Tentu saja dia langsung mencari keberadaan Ruby di rumah sakit Medilton.
.
Di Bangsal VIP Rumah sakit
.
Reyhan membuka pintu bangsal dengan hancur hati, melihat kondisi Orang yang sangat dicintainya sekarang dengan perut yang sudah kempes dan wajah yang sangat pucat.
Disampingnya ada melinda yang tidak berhenti menangis.
''Apakah Ruby baik-baik saja?, Apa yang membuatnya menjadi seperti ini?''
Reyhan dengan menahan sakit hatinya bertanya.
''Anakku, Dimana anakku? Cepat katakan Tante?. Dimana anakku?''
Melinda tidak bisa menahan sakit hatinya dengan sesak menangis dan mencoba menghindari Reyhan.
Tak sampai berapa langkah meninggalkan Reyhan dia berkata
''Sudah cukup, sudah cukup kamu membuatnya menderita sekarang Ruby harus kehilangan anaknya. Kuharap kamu pergi dari kehidupannya dan jangan ganggu Ruby lagi, dan kalian tidak saling berhutang satu sama lain''
Melinda pun pergi keluar dengan menangis
Telapak tangan Reyhan sudah menggenggam seperti meremuk sedari tadi dengan marah memukul tembok dengan kerasnya.
Darahpun keluar tanpa permisi memenuhi tangan dan berbekas ditembok.
Dokter berjaga masuk mendengar suara itu dan Reyhan dengan setan merasuk ditubuhnya menarik kerah dokter.
''Kenapa, Kenapa membuat anakku mati, ingin kalian tidak bisa bekerja lagi ya?.''
Meneriaki dokter dengan kuatnya.
Dokter membuka kacamatanya dengan santai berkata
''Tuan muda Zhang, anak anda sudah mengalami gagal jantung sebelum dilahirkan. Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Jika anda ingin melaporkan kami maka tidak perlu lagi ada dokter didunia.''
Hati Reyhan sudah remuk berkeping-keping, air matanya turun dengan hebatnya.
Ini adalah kali kedua dia menangis,
Pertama karena ibunya meninggal dan kedua karena kehilangan anaknya.
Karena suara gaduh membuat Ruby terbangun. Dokter ingin ruang pasien steril dan mengusir semua yang ada didalam untuk memeriksa keadaan Ruby.
Reyhan pergi dengan emosi yang masi menyala-nyala. Melewati lorong rumah sakit yang dingin. Dia berharap ini adalah mimpi, hatinya sangat pahit hingga tidak bisa merasakan apapun.
Disudut tangga darurat sendiri
Dia menangis dengan gilanya, bahkan anaknya sendiri tak dapat dia selamatkan.
Setelah Ruby sadar kembali
Reyhan kembali ke ruangan Ruby, melihatnya duduk dengan tatapan kosong sambil menolak setiap suapan bubur yang diberikan Melinda. Sepertinya Ruby telah mengetahui anaknya telah tiada.
Hatinya terasa seperti dicabik-cabik
''Tante Melinda, bisa beri waktu kami bicara?''
Dengan suara serak Reyhan memohon.
Tanpa suara melinda meninggalkan mereka.
Hening terasa mencekam setiap sudut ruangan, Reyhan mengambil tangan Ruby dengan lembutnya bertanya
''Ruby...''
''Apakah sulit bagimu untuk percaya padaku?''
''Kubilang jangan pernah mendatangi keluarga Zhang apapun itu alasannya, tak bisakah kamu mengandalkanku sepenuhnya Ruby?''
''Jangan terulang lagi oke?''
Mata merah bekabut dan tatap penuh arti masi menatap Ruby yang diam dan membuang muka.
.
.
''Pergilah, aku tidak mau melihatmu. Jangan bertemu lagi.''
.
Mata Ruby sudah dipenuhi dengan kebencian seolah tak acuh dengan keberadaan Reyhan, mengibas tangannya dan menutup diri dengan selimutnya.
Reyhan mulai merasakan darahnya naik tetapi dia ingin terus menahannya. Orang didepannya adalah dunianya.
''Ruby aku mohon, jangan begini kita dapat kembali.......''
Tiba-tiba Ruby dengan emosi keluar dari selimutnya melempar piring buah disampingnya ke lantai dan berteriak
''Pergi !!!!, apa kau tidak dengar, aku membencimu. Jangan pernah muncul dihadapanku''
Reyhan terbodoh dan linglung sejenak dengan apa yang Ruby ucapkan.
''Ruby, kita bisa....''
Ruby dengan emosi yang sama pun mengambil pisau yang ada di sebelah piring buahnya dan mengarahkan ke nadi tangannya.
''Apa kau tak bisa mengerti kata-kataku? Pergi dari hadapanku selamanya. Atau aku yang mati sekarang!.''
Reyhan yang dikenal sebagai pria yang tak takut akan apapun ini. Dengan badan yang masih bergetar didepan Ruby. Dia akhirnya mengerti, matanya dipenuhi air mata menyinarkan kekecewaan yang tak berujung.
Dia sangat mengenal keras kepalanya dengan baik, bicara apapun tidak akan berguna.
''Baik, aku pergi...''
Beberapa kata Reyhan cukup membuat seluruh ruangan dingin.
Entah kemana perginya oksigen disekitar Ruby, yang dia rasakan hanya sesak didadanya mengikuti setiap langkah kaki Reyhan. Hingga pintu ruangan tertutup, Ruby merasakan kesesakan meremukan dadanya.
Dia menangis tanpa suara, yang hanya adalah rasa kehilangan semua yang dia miliki.
Dalam hati dia terus mengatakan ini
''Reyhan, sampai disini jodoh kita''
Lirih lirih tangisan berubah menjadi tangisan yang yang menjadi-jadi dengan gila.
Dunia ini memang tidak untuk mereka bersama.