Pengejaran
"Tiarap semua!" titah seorang laki-laki yang memakai penutup kepala sekaligus wajah berwarna hitam sambil menodongkan senjata api.
Suara teriakan dan tangisan tak terelakkan lagi. Sekomplotan perampok bersenjata sedang berusaha menjarah sebuah toko emas yang ramai pembeli.
Terekam di cctv toko, komplotan terdiri dari lima orang yang semua wajahnya tertutup hanya menyisakan bagian mata dan mulut. Kelimanya membawa senjata api serupa yang sering digunakan oleh aparat polisi.
Mereka bahkan terlihat tenang dan profesional, seperti sudah terbiasa melancarkan aksi rampoknya. Satu perampok berhasil menembak kaca etalase emas.
Dentuman senjata dan pecahan kaca diiringi teriakan histeris para pegawai serta pengunjung toko pun membahana. Semua orang semakin ketakutan dan menutup telinga, sebagian dari mereka sibuk merapal doa, sebagian lagi menangis ketakutan.
Komplotan itu terlihat begitu terlatih dan cekatan. Satu orang berjaga di pintu toko, dua orang menodongkan senjata pada pengunjung dan pegawai toko yang tiarap, dua lainnya sibuk memasukkan beberapa perhiasan emas juga uang tunai di meja kasir ke dalam tas yang sudah disiapkan.
"Jangan ada yang coba-coba nekat telepon polisi atau kalian akan tahu rasanya timah panas ini menembus tulang kalian!" ancam salah seorang perampok yang masih menodongkan senjata laras panjang.
Tanpa mereka ketahui, salah seorang pegawai toko yang bersembunyi di bawah meja kasir baru saja menelepon kantor polisi tanpa bersuara. Sehingga polisi bisa mendengar ancaman yang dilontarkan salah satu perampok.
Sedangkan seorang gadis berambut pendek, salah satu pengunjung toko emas yang tiarap merasa tak asing dengan suara laki-laki bermasker yang sedari tadi mengitimidasi.
Gadis itu menajamkan telinga saat perampok itu kembali bersuara. "Berikan HP dan dompet kalian! Cepat! Taruh di kotak ini."
Si perampok menendang kotak donasi yang terdapat di dekat pintu masuk toko dan sudah ia buka paksa gemboknya. Lalu dengan senjata ia mengkode agar semua sandera mengeluarkan dompet dan ponsel mereka.
"CEPAT!" Seru si perampok sambil menembak ke arah atas sehingga melubangi langit-langit toko. Teriakan histeris kembali terdengar. Sementara seorang gadis muda sedang berusaha konsentrasi untuk mengenali suara yang terasa tak asing di telinga.
Namun, otaknya terasa buntu akibat mendengar suara dentuman senjata disusul teriakan histeris yang memekakkan telinga. Jantung gadis itu kini berpacu lebih cepat, wajahnya sudah terlihat pucat.
"Hei, Kamu! Sini HP sama dompetnya!" titah si perampok yang sama. Kali ini menodongkan senjatanya pada gadis berpotongan rambut pendek model mullet.
Bukannya menyerahkan apa yang diminta si perampok, gadis muda itu justru malah menutup telinga dan menggeleng. Bayangan adegan yang sama beberapa tahun silam kembali berkelebat.
"Cepat! Serahin HP sama dompet kamu!" Kali ini ujung senjata sudah menempel di kepala gadis muda itu. Teriakan kembali membahana ketika satu perampok sudah menandai gadis muda berpotongan rambut pendek yang masih saja menggeleng dengan kedua tangan menutup telinga.
"Dek, kasih aja HP sama dompetnya, dari pada ditembak," ujar seorang bapak yang tiarap tak jauh dari gadis itu.
"Diam kau Bapak tua! Nggak usah ikut campur!"
Kini giliran ujung senjata mengarah pada seorang bapak paruh baya yang mulai menggigil ketakutan.
Samar, kemudian terdengar suara sirine yang semakin mendekat.
"Bos, gawat! Polisi, Bos!" Ucap salah satu perampok yang bertugas menjaga pintu yang terbuat dari kaca.
"Shiiit!" umpat seorang perampok yang dipanggil bos oleh rekannya.
"Siapa yang berani telepon polisi? Ngaku kalian!"
Lagi-lagi, teriakan histeris menggema, si perampok yang sebelumnya menodongkan senjata pada bapak paruh baya, kini tengah bergerilya menghampiri satu persatu sandera. Semua sandera dibuat merinding oleh ancaman senjata yang bisa kapan saja meledakkan kepala mereka.
"Bos! Polisi, Bos!"
"Arrgh! Cepet masukin semua ke dalam tas!"
Tim perampok kini memasukkan semua ponsel dan dompet ke dalam tas bersamaan dengan emas dan uang hasil jarahan. Kembali ketua perampok mendatangi si gadis muda yang kini sedang menangis sambil menutup wajah.
"Pasti bocah ingusan ini yang telepon polisi! Mau maen-maen lo? Belum tahu siapa kita? Hh?"
Gadis muda itu berteriak kesakitan saat rambut pendeknya dijambak. Kini si perampok berhasil menarik paksa tas selempang milik gadis itu lalu mengambil dompet dan gawainya.
"Masih anak SMA ternyata, ck! Mau jadi pahlawan kesiangan lo, bocah tengik!"
Perampok menggeledah dompet dan membaca sebuah kartu pelajar bernama Maura Intan Permata. Setelah berhasil mengambil uang lembaran warna pink, kemudian dompet berwarna tosca itu dilempar ke wajah di gadis muda. Selanjutnya ia mengantongi gawai ber-case motif daun ke dalam sakunya.
"Bos! Kabur, Bos! Polisi udah deket, Bos!"
Sekomplotan perampok itu gegas akan meninggalkan toko emas, yang sudah dikepung polisi.
"Angkat tangan! Turunkan senjata kalian!" seru polisi yang sudah berhasil mendobrak masuk toko emas.
Bukannya menurut, kawanan perampok justru berbalik menodongkan senjata yang mirip sedang dipakai polisi.
Anggota polisi yang terdiri dari empat orang akhirnya berhasil membengkuk tiga kawanan perampok dan mengambil satu tas berisi hasil rampokan. Sedangkan dua lainnya berhasil meloloskan diri. Termasuk si ketua perampok yang membawa sandera.
"Mundur semua! Atau kepala anak ini akan pecah!"
Kembali teriakan histeris membahana, kini perampok yang selalu dipanggil 'Bos' itu telah menyandera si gadis muda berambut pendek sambil menyekapnya dan mengarahkan ujung senjata tepat di kepala sanderanya.
Mau tak mau, polisi menahan serangannya setelah memasang borgol pada ketiga anggota perampok yang berhasil dibekuk. Aparat berseragam itu memilih diam dan siaga sambil menunggu aksi dua orang perampok berikutnya.
Sementara si gadis muda bernama Maura itu kembali merasakan trauma yang amat mendalam. Todongan senjata, teriakan dan bentakan kini semakin membuatnya tak karuan. Keringat dingin sudah membasahi tubuhnya, degup jantungnya sudah tak bisa ia kendalikan, aliran darah seakan berhenti, bahkan napasnya mendadak sesak saat lengan kekar si perampok mengunci lehernya.
"Jalan!" titah ketua perampok pada si gadis muda yang sudah lemas tak berdaya.
Satu perampok yang membawa tas hasil rampokan dan si ketua kelompok kemudian berjalan perlahan keluar dari toko emas yang sudah dikepung.
"Tahan tembakan! Ada sandera seorang remaja perempuan," titah kapten polisi pada anggotanya melalui Handy Talky.
"Siap, Kapt!" jawab anggota polisi kompak.
Komplotan perampok yang berhasil menggasak emas, uang tunai serta dompet dan gawai itu lalu berlari cepat menuju mobil mereka. Polisi kemudian mengejarnya dengan tetap siap siaga.
Merasa terancam dan dikejar, ketua komplotan justru melepaskan satu tembakan ke arah polisi. Beruntung tembakan meleset dan tak mengenai petugas yang sudah memakai rompi anti peluru. Kini giliran gadis SMA itu yang berteriak histeris saat mendengar letupan senjata api tepat di telinganya.
"s**t! Berisiiik!"
Si perampok kini membungkam mulut gadis muda yang menjadi tawanannya sambil terus berlari mundur ke arah mobil van hitam yang sudah terparkir di ujung ruko.
"STOP! Lepasin gadis itu!" teriak satu polisi yang berpapan nama bertuliskan Arga Sena., sudah mengacungkan senjata.
Tak mau menghiraukan titah petugas, perampok yang membawa tas justru semakin berlari kencang. Sang ketua yang membawa sandera sedikit kerepotan berlari karena sambil menyeret si gadis muda yang berjalan terseok-seok dan mulai lemas karena sulit bernapas.
"Bos! Ayo, Bos!" seru salah satu perampok yang sudah menunggu di dalam mobil.
"Dasar Bocah sialan!" umpat si ketua perampok kepada sanderanya karena memperlambat langkahnya untuk melarikan diri.
"Ayo, Bos! Sedikit lagi!" anggota komplotan menyemangati.
Tanpa mereka sadari, polisi Arga sudah membidik salah satu kaki si ketua perampok. Setelah mendapat aba-aba, petugas akhirnya berhasil menembak salah satu kaki si perampok.
Gadis muda itu pun tumbang bersama si perampok di aspal. Masih tak mau menyerah, ketua perampok kembali berusaha bangkit dan berlari meski dengan satu kaki yang pincang, kali ini ia meninggalkan sanderanya agar tak merepotkan.
"Berhenti!"
Arga tetap mengejar si perampok, tapi langkahnya terhenti dan menolong si gadis muda yang sudah terkulai lemas. Tanpa diduga si perampok melepaskan tembakan saat sudah sampai di dalam mobil sebelum berhasil kabur.
Teriakan kembali terdengar bersamaan dengan letupan senjata api. Begitu juga dengan teriakan gadis muda itu yang akhirnya kembali ambruk di aspal.
Arga terpaksa menghentikan pengejaran perampok yang berhasil kabur karena kini si gadis muda sedang terkapar dan bersimbah darah akibat terkena tembakan si perampok. Sementara anggota tim polisi lain kembali melanjutkan pengejaran menggunakan mobil polisi yang sudah berisi tiga perampok yang tertangkap.
"Dek! Bangun, Dek! Sadar, Dek!" Arga menepuk pipi gadis muda yang sudah tak sadarkan diri.