Bab 16 : Ketika Iblis dan Izrail mengesalkan

2009 Kata
*membaca Al-Qur'an lebih utama* "Tolong ambilkan baju saja di mobil, kuncinya ada di atas meja." Nabila melihat ke arah atas meja yang memang terdapat kunci mobil laki-laki tersebut. Dengan cepat ia langsung berjalan ke arah parkiran. Hanya ada satu mobil di sana, yang ia duga sebagai mobil dari Dito. "Selain pencabut nyawa, ternyata pencabut kewarasan juga." Nabila membuka pintu mobil, dan menemukan atau potong kaus berwarna abu-abu. Namun pandangan matanya terfokus dengan satu bingkai foto yang berada di bawah kaus ini. Gambar seorang wanita cantik dengan memakai hijab dan sedang tersenyum lembut ke arah kamera. Nabila segera menggelengkan kepalanya, ia harus segara mengantarkan kaus izrail ini sebelum nyawanya batal di isi full. Dengan sedikit berjalan cepat, akhirinya Nabila sampai di toilet ganti khusus laki-laki. Tok! Tok! Tok! "Pak, ini bajunya." Teriak Nabila yang didengar oleh Dito. "Letak aja di situ, saya akan ambil." Nabila.langsung meletakkan kaus tersebut, lalu langsung berlari terbirit-b***t, beberapa pengunjung laki-laki menatap dirinya heran karena keluar dari dalam kawasan toilet pria. Hingga Nabila sampai di meja yang tadinya ia tempati. Meletakkan kunci mobil Dito dengan kasar membuat Rio yang tadinya asyik bermain game terkejut seketika. "Nape lu, Jaenab?" Nabila menggeleng pelan sambil mengatur nafasnya yang masih memburu. "Lama-lama gila gue ngadepin ntuh dosen gila, udah di suruh nyiram, pas udah di siram lah gue di suruh ambil baju, serasa jadi bininya gue." "Baguslah, anggap aja simulasi jadi seorang istri malaikat Izrail, kok gue merinding yah setiap bahas tuh dosen lu." Nabila diam, ia tidak menanggapi sama sekali ucapan Rio, pikirannya melayang dengan Dito yang tiba-tiba minta disiram. Dengan cepat ia mengambil ponselnya dan mencari di mesin pencarian. KENAPA LAKI-LAKI MINTA DISIRAM AIR DINGIN TIBA-TIBA. What the fu**k ! Kenapa yang muncul malah, Lima rahasia Mr. P yang wajib pria tau, Pria lebih muda terangsang saat cuaca lagi dingin. Astaga kenapa semau membahas ini sih? Kenapa bisa? Kan tidak mungkin jika dosen Izrail itu tiba-tiba bernaffsu dengannya. "Rio, gua mau nanya sesuatu, penting banget ini." Rio mempause gamenya sejenak saat melihat raut wajah serius Nabila. Ia mendekatkan dirinya ke arah gadis itu. "Laki-laki minta disiram air dingin itu kenapa?" Tanya Nabila lirih. Rio langsung tertawa ngakak melihat wajah polos Nabila, gadis ini sama sekali tidak mengerti ternyata. Nabila sendiri heran dengan respon Rio yang malah terkekeh geli, terlebih lagi Rio tertawa bagai orang yang kesetanan. "Anjir, sakit perut gue woy. Lagian lu udah gede gak tau apa-apa. Polos bener," ujar Rio yang masih dengan tertawanya. Nabila merengut tidak suka, lalu hendak melempar kunci mobil yang berada di depannya. "Eh, selo-selo. Lu beneran pengen denger kan?" Nabila mengangguk semangat, dia ingin tahu kenapa Dito bertingkah aneh seperti tadi. "Itu karena naluri laki-laki keluar sebagai pemangsa." Rio mengucapkan itu seolah-olah sedang berdongeng lengkap dengan ekspresinya yang dibuat semenegangkan mungkin. "Kok kayak singa aja?" Tanya Nabila heran. Rio semakin menahan tawanya. Ia mengangguk membernarkan. " Laki-laki itu emang kayak singa, buas, ganas, liar. Apalagi kalau di ranjang." Kalimat terkahir Rio mengucapkan di dalam hati, mana bisa dirinya m*****i kepolosan otak Nabila. "Tapi kan yah, kata pak Izrail tadi ada yang bangun dan minta dilepaskan, emang itu apaan?" Rio Mamasang Nabila takjub, serius gadis yang ada di depannya ini berumur 21 tahun? Kenapa masih seperti bocah SD saja. "Beneran lu gak tau, Bil?" Nabila menggeleng, dirinya memang tidak tau apa yang dimaksud oleh dosennya itu, dan kenapa Rio harus menatapnya dengan wajah seperti itu? "Selo aja muka lu, gua butuh penjelasan, bukan muka kek orang kebelet boker." "Emmm... Mending lu tanya sendiri aja deh sama Izrail. Biar jelas semua, sekalian minta nyawa tambahan." Rio berlalu dari hadapan Nabila, hingga tak lama kemudian, Dito datang dengan penampilan yang membuat Nabila speechless dan takjub. "Ekhem." Dito berdehem untuk menyadarkan Nabila dari keterpakuannya. Nabila yang tersadar hanya meringis malu, lalu membuang pandangannya ke arah jalanan di seberang nya. "Terima kasih atas bantuannya," ujar Dito pelan. Nabila hanya menggeleng, ia tidak bisa mengeluarkan suaranya sama sekali, seolah pertanyaan yang tadinya telah ia susun di luar kepala malah hilang seketika, berganti dengan pikiran yang blank. Melihat Nabila yang diam saja, Dito pada akhirnya memutuskan untuk berlalu dari hadapan gadis itu. Namun sebelum melangkah pergi, Dito mengucapkan kalimat yang membuat Nabila langsung memekik kesenangan. "Nabila, nyawa kamu full kembali." Setelah mengucapkan itu, Dito langsung pergi keluar dari kafe menuju mobilnya yang terparkir. Nabila langsung berdiri setelah diam beberapa detik, dan langsung berteriak kesenangan, ia bahkan sudah bergoyang tidak jelas di hadapan beberapa pengunjung yang memandang dirinya geli. "UHUYYY.... WOAHHHH NYAWA GUE BALIK...." Nabila terus bergerak bagai cacing kepanasan, tanpa sadar jika Dito masih memperhatikan dirinya dari dalam mobil sambil terkekeh geli. Rio yang melihat tingkah Nabila tidak terkendali, hendak menghampiri gadis itu, namun kehadiran pemuda yang memakai kemeja kotak-kotak di belakang Nabila membuat Rio mengurungkan niatnya. "Kurcaci kalau lagi seneng bisa kayak orang gila yah?" Nabila langsung berhenti, ia melihat ke belakang dan menemukan manusia iblis yang memberinya julukan kurcaci, bukannya tadi iblis ini berada di kampus? Lalu kenapa tiba-tiba ada di sini? "Om ini beneran iblis kali yah? Bisa ada di mana-mana." Pluk! Rian yang dipanggil iblis langsung mengetuk dahi gadis di depannya ini. Ya kali orang seganteng dirinya disamakan dengan iblis. "Sembarangan aja, sana buatin es kosong." Nabila mendengus, kenapa pemuda ini selalu memesan es kosong terus, padahal jika dilihat penampilannya seperti orang kaya. "Penampilan doang kayak anak pejabat, kantong isinya jebol." Lirih Nabila yang sayangnya masih bisa di dengar oleh Rian. Lagi-lagi Rian hanya terkekeh pelan, lalu mendorong tubuh mungil gadis itu menuju pantry. "Es kosong yang gak dingin yah." Teriak Rian yang membuat Nabila menghentikan langkahnya. Es kosong yang gak dingin? "Om, waras kan?" Rian mengangguk mantap, dirinya ini waras, kenapa si kurcaci melihatnya seperti baru pertama kali melihat orang ganteng saja. Nabila mendengus, lalu melanjutkan langkahnya ke dapur. Sampai di sana, sudah ada Rio yang melihatnya dengan geli. "Habis bertemu Izrail, nyambung jadi iblis yah, Bil." Nabila mendengus tidak suka, ia membanting cangkir sendok es batu. Rasanya hidup dia seperti berada di dua alam, satu alam baka, satu lagi neraka. Iblis dan Izrail? Kemala harus mengenal mereka sih, padahal jika diteliti, kemungkinan mengenal keduanya sangat tidak mungkin. "Gimana rasanya punya doi yang satu rasa Izrail satu lagi rasa iblis?" Rio terus melontarkan pertanyaan yang membuat Nabila kesal. "Panas! Puas Lo?" Rio langsung tertawa ngakak, dengan kekesalan yang menggunung, Nabila langsung menuju ke arah meja Rian. Dan meletakkan gelas berisi air minum dan juga es yang terpisah tempatnya. "Tadi pesan es kosong tapi gak dingin kan? Nah itu es nya letak sendiri," ujar Nabila yang melihat tatapan penuh tanya dari Rian. Tak mendapati respon apa-apa, Nabila langsung berlalu meninggalkan pemuda itu menuju meja nya, bahkan lemon tea yang ia pesan masih berkurang sedikit. Akh! Hari yang sangat buruk, entah kenapa Nabila malah ingin tidur sejenak, ada sekitar satu jam lagi untuk masuk waktu kerjanya, ia menidurkan kepalanya di atas lipatan tangan, dan tanpa sadar ia langsung terlelap. Rian membawa es kosongnya pindah ke meja Nabila, dengan pelan ia duduk tepat di hadapan gadis itu. Namun entah mengapa, tiba-tiba rasa isengnya muncul. Ia menempelkan es yang dingin ke arah pipi Nabila, membuat gadis itu langsung terkejut dan bangun. "Hahahahah.... Hahahahah...." Rian tertawa ngakak melihat wajah Nabila yang terkejut lalu berubah menjadi amarah. "Ya Allah muka kamu, hahahahah.." Nabila merasakan matanya memanas, dirinya sangat kesal sekarang, hingga tidak lama kemudian air matanya mengalir dibarengin dengan Isak tangisnya yang menguat Rian langsung menghentikan tawanya. "Heh, kurcaci. Baperan banget sih." Rian mencolek-colek bahu Nabila yang masih bergetar karena menangis. Nabila sudah menangis dua kali dalam jangka waktu yang hanya setengah hari, dan semua disebabkan oleh dua manusia yang menjadi titisan izrail dan juga iblis. Rian terlihat panik karena Isak tangis Nabila gak kunjung reda, dengan pelan ia mengelus kepala yang dilapisi hijab itu. "Lagi ada masalah? Biasanya kamu saya isengin gak pernah sampe seperti ini nangisnya. " Nabila tak menjawab, ia masih setia dalam tangisnya. Membuat Rian menabahkan hatinya untuk bersabar menunggu Kurcaci selesai dengan Isak tangisnya. Setelah beberapa menit, Nabila akhirnya mengangkat kepala lalu memberikan pelototan tajam ke arah Rian. Ia menepis tangan pemuda itu yang masih bertengger di atas kepalanya. "Kenapa sih kok ngeselin banget? Saya salah apa sama om? Hah?" Nabila berteriak marah. Rian secara spontan menutup telinganya yang berdenging akibat suara toak si kurcaci. "Anjir, badan kecil tapi suara kayak tidak mesjid." Nabila melotot tidak terima. " Saya gak sekecil itu." Seakan tak mendengar Nabila, Rian malah asyik mencampurkan es batu ke dalam gelas yang berisi air. Kekesalan Nabila meningkat, ia berdiri dan hendak meninggalkan Rian sebelum sebuah suara memanggilnya dengan lembut. "Nabil...." Nabila melihat ke arah pintu, di sana sudah ada pasangan suami istri yang masih dalam suasana pengantin baru. Nabila langsung memeluk Niswah dengan erat, menyalurkan rasa rindunya. Baru sehari ia tidak berjumpa dengan Niswah, tapi rasanya sudah sangat rindu saja. "Kangen Niswah," ujar Nabila manja yang membuat Rian berlagak sok ingin muntah. Hafidz sendiri hanya diam menatap Rian yang bertingkah aneh. "Kamu ke mana aja? Kenapa gak pernah datang ke rumah?" "Gak enak, ganggu pengantin baru nanti." Pipi Niswah langsung bersemu merah. Ia menatap sang suami yang juga tengah menatapnya dengan senyum manis. "Aish... Please jangan buat jiwa jombloku tersayat-sayat." Rian sendiri sudah tertawa ngakak melihat Nabila yang berprilaku sangat lebay. "Kelamaan jomblo bisa merusak kadar kewarasan ternyata." Celetuk Rian tanpa dosa. Nabila mendelik tajam, sedangkan Hafidz menatap Rian dengan aneh. "Nyindir diri sendiri," ujar Hafidz membuat Rian langsung terdiam dan Nabila yang terbahak. "Nabil, kamu tadi gak ke kampus?" Tanya Niswah. Pasalnya tadi ia berada di ruangan sang suami mengambil tugas yang akan diperiksa Hafidz, dan tidak menemukan Nabila di mana pun. Meskipun mereka baru menikah dan sedang cuti, tapi bagi Hafidz tugas mahasiswa akan tetap dikumpulkan. Nabila terdiam, ia jadi ingat tentang masalahnya dengan dosen Izrail yang menyebalkan. "Gimana mau masuk, aku aja diusir keluar sama dosen Izrail," jawab Nabila. Kening Hafidz mengkerut, ia sangat tidak tau dosen Izrail yang dimaksud oleh sahabat istrinya itu. "Dosen Izrail? Siapa maksud kamu?" Nabila membulatkan matanya, ia seakan terlupa dengan suami sahabatnya yang merupakan seorang dosen di kampusnya dan juga mengajar di kelasnya. Niswah sendiri sudah terkekeh melihat Nabila yang terkejut dengan wajah pucat. "Emm... Itu pak, eh Mas. Emm Anu.." Nabila tergagap seketika, ia bingung cara menjelaskannya. Dirinya menatap ke arah Niswah meminta pertolongan, namun yang namanya lagi pengantin baru, sudah pasti menuruti perintah suami nya yang menatap Niswah dengan alis terangkat. "Jawab sendiri gih, aku mau pesan makanan dulu, mas mau pesan apa?" Tanya Niswah ke Hafidz. "Samain aja kayak kamu." Niswah mengangguk, dan memanggil Rio yang kebetulan sedang lewat. Selagi Niswah membacakan pesanannya. Hafidz masih menunggu jawaban dari Nabila. "Nabila, siapa itu dosen Izrail?" Tanya Hafidz kembali. Nabila menghela nafas, baiklah, nasi sudah menjadi bubur, tinggal tambah kacang goreng, daun bawang, kerupuk, sambel, suwiran ayam, maka akan sangat lezat. "Beneran mau tau, Pak? Eh mas? Aku manggilnya apa sih, kok bikin bingung gini." Rian terkekeh geli, begitu pula dengan Hafidz dan Niswah. "Panggil Mas aja gak papa. Kemarin juga panggil mas kan? Kenapa sekarang bingung?" Hafidz berucap pelan. Dirinya bukan jenis dosen yang dingin dan cuek. Bahkan beberapa mahasiswa menjadi temannya. "Emmm.. dosen Izrail itu pak Dito Alaska." Nabila menunduk takut, hingga kekehan Hafidz membuat Nabila mengangkat kepalanya. Niswah sendiri sudah terkekeh melihat respon suaminya yang tadinya terkejut, sekarang malah tertawa. "Dito? Kamu sebut dia Izrail? Kenapa?" "Soalnya pak Izrail bahas nyawa mulu, untung aja tadi lagi baik, nyawa saya balik full lagi." Jawab spontan Nabila yang membuat Niswah, Hafidz langsung tertawa. Niswah sudah tau siapa yang dimaksud dengan Izrail oleh sahabatnya, makanya tidak terkejut akan hal itu. Hafidz hanya menggelengkan kepalanya lalu melihat ke arah sang istri yang masih tersenyum manis, akh, rasanya sangat menenangkan, apakah begini rasanya menjadi pengantin baru? Kok rasanya mendebarkan sekali. "Udah kali natap bininya, gak bakal lari," ujar Rian yang membuat Hafidz terkesiap. Niswah sendiri sudah menunduk malu. "Namanya pengantin baru, situ mana paham, kelamaan jomblo sih." Ejek Hafidz yang membuat Rian melotot seketika. "JOMBLO ITU BAHAGIA YANG TERTUNDA."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN