Best Day

1000 Kata
Suara burung kenari membangunkan Sashi dari tidurnya. Ia lupa bahwa semalam jendelanya tidak sempat ditutup. Namun ia bersyukur bisa tidur nyenyak dan bangun dalam keadaan segar. Segelas teh melati dan pancake beraroma kayu manis sepertinya sempurna untuk dinikmati setelah cuci muka nanti, pikirnya. Sashi masih betah mengenakan piyamanya sehingga ia enggan turun ke bawah. Mungkin ia akan memesan makanannya lewat telepon lagi. Masih banyak yang belum ia cicipi dari restoran dan kafe milik Rosie & Riley’s Cottage. Besok ia akan kembali bekerja dan seprtinya hari ini ia akan berpuas-puas istirahat. Sashi akan turun ke bawah untuk makan malam saja. “Haloo, Mbak, aku bisa pesen pancake cinnamon sama jasmine tea yang panas? Pancake-nya dikasih keju dikit aja.” “Bisa, Mbak, ini sama Mbak Sashi, kan?” “Iya, dianter ke pondok aku aja, ya. Aku tunggu di lantai bawah, nanti ketuk aja.” “Oke, siap, Mbak.” “Oya, huzarensla yang aku bikin kemaren malem udah dikasihin ke mama papanya Pak Jeff?” tanya Sashi hampir melupakan makanan yang satu itu. “Udah kok, Mbak. Mas Franky sama yang lainnya juga ikutan makan. Di kulkas udah ga bersisa.” “Oh, syukur deh kalo gitu. Ya udah ditunggu pancake sama tehnya, ya. Makasih sebelumnya.” “Siap, Mbak. Sama-sama.” Sashi menutup telepon, lalu beranjak ke kamar mandi untuk mencuci wajah, menggosok gigi dan melakukan rutinitas skin care-nya. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun di luar tampak mendung. Sashi akan bersyukur jika akhirnya turun hujan. Ia bisa meneruskan tidurnya setelah sarapan nanti. Ia juga harus mengulang film yang ditontonnya semalam. Setelah mnegenakan serum dan toner untuk wajahnya, Sashi turun ke lantai bawah menunggu sarapan. Ia menyelonjorkan kaki di atas sofa sambil memeriksa ponsel. Ada chat dari keponakannya, Arin, yang memberitahukan bahwa semalam ayahnya Sashi berkunjung ke rumahnya. [Om keliatan kurus, Kak. Dia dateng ke sini ga ada keperluan apa-apa, cuman kangen aja pengen tahu keadaan kami. Terus, dia juga ngasih uang saku buat aku. Katanya kalau ga sibuk, dia bakalan sering berkunjung ke sini.] [Tapi papanya Kakak sehat-sehat aja, kan?] tanya Sashi emmastikan. [Sehat, kok. Dia kurus karena capek kerja aja, katanya, dan kepikiran kakak terus. Aku sempet denger obrolan om sama mama. Katanya om nyesel di hari-hari terakhir kakak, kalian jarang banget ketemu. Sekarang pun kalo kangen, om ga tau mau ke mana. Dia ga bisa meluk nisannya kakak.] Mata Sashi berkaca-kaca. Akhirnya setelah sekian lama, ia bisa mengetahui kabar ayahnya dan bagaimana ia menyikapi keadaan setelah kehilangan anak semata wayangnya. Sashi memang selalu kesal kepada ayahnya. Mereka seringkali beradu argumen. Namun ia juga menyayangi dan menghargai beliau sebagai sosok seorang ayah. Kini Sashi pun merindukan sosok ayahnya tersebut. Ia seakan ingin terbang ke Bandung dan memeluknya. Namun entah kapan moment itu akan terlaksana. Sashi masih mencari cara bagaimana supaya kehadirannya tidak mengakitbatkan serangan jantung. Pintu diketuk. Sashi menyeka mata dengan tisu sebelum berdiri membukakan pintu. Di sana, seorang waiters berdiri membawa baki berisi pesanan Sashi. Namun yang membuat Sashi mengalihkan pandangannya adalah sosok di belakang waiters tersebut. "Mbak, itu ada yang nyariin Mbak Sashi," ujar si Waiters. Sashi masih mematung sampai Noni tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. "SASHIIIII" "N-noni? Kok bisa ada di sini?" Noni melepas kopernya dan setengah berlari menuju Sashi. Mereka berpelukan hingga hampir menangis. "Anjir gue berasa mimpi bisa meluk lagi. Lo keliatan cantik, Sash. Makin seger sama warna rambut lo yang baru." Sashi tidak mau banyak berbicara karena ia takut tangisnya pecah. "Lo masuk dulu, kita sarapan. Mbak, bisa ambilin satu lagi yang kayak gini buat temen aku?" "Oh iya, Mbak." "Gue mau omelette yang lo posting tempo hari di story!" jawab Noni dengan suara cemprengnya yang membuat Sashi tersenyum. "Ya udah, Mbak, ganti jadi omelette aja, ya." "Oh iya, siap." Sepeninggal si Waiters, Sashi kembali berbalik pada Noni yang kini sudah duduk di sofa. Rasanya seperti mimpi. Noni seperti datang dari dunia laindan itu membuat mood Sashi kembali naik setelah tadi ia mellow mendengar kabar ayahnya. "Sumpah, kenapa lo ga ada ngomong dulu mau ke sini?" "Surprise dong, Honey! Tadinya emang mau minggu depan, tapi gue udah ga sabar, udah terlalu suntuk diem di kantor. So here i am!" jawab Noni sambil merentangkan kedua tangannya. "Terus di sini mau berapa hari?" "Empat hari doang, sih. Karena Senin gue harus meeting dan ada shooting buat video klip." "Good. Tapi kenapa ga dari kemaren aja, sih? Besok gue udah balik kerja. Lo gapapa kan kalo gue tinggal kerja?" "Its' oke, lo juga kan udah bilang. Kita bisa hangout pas sore." "Pajamas party kayak dulu lagi ya? Nanti gue kasih tahu si Robert. Ntar kita nginep di rumah dia aja, rumahnya enak banget, cocok buat dijadiin tempat pajamas party bertga doang." "Okay, sekalian juga gue mau nyari tempat buat nginep. Sebenernya kemaren udah mau booking hotel, cuman gue ga tau alamat tempat lo tinggal, takutnya kejauhan." "Gampang, nanti kita cari. Kalo lo mau bisa aja sih tinggal di rumah gue. Cuman ya gitu, sempit. Tapi lumayan nyaman." "Ga ah, ga enak sama yang punya rumah. Lo aja yang ikut tinggal di hotel gue gimana?" "Nah, boleh juga. Berarti nanti kita cari hotel yang deket sama klub tempat gue kerja." "Yaps!" Pintu kembali diketuk. Waiters datang membawakan secangkir teh dan omelette untuk Noni. Sashi langsung mengajak Noni untuk menikmati sarapannya di atas. "Enak di balkon atas sambil lihat pemandangan sawah. Mumpung udaranya juga adem." "Ih pancake lo kayaknya udah dingin juga, kebanyakan ngobrol," ujar Noni. Sashi tertawa. "Gapapa, saking senengnya lo dateng. Kebetulan gue juga suka pancake dingin." Noni menghela napas ketika melihat view dari balkon atas. Ia benar-benar merasakan sedang holiday. Tempat yang bagus, teman yang ia sukai, makanan yang enak, apalagi yang lebih sempurna dari itu. "Gila, beneran ini yang gue butuhin, sih." "Emang enak, kan? GUe aja pengen tinggal di sini. Seandainya duit gue banyak." "Yaudah kawinin aja ownernya," canda Noni. "Hush! Ga usah ngarang." "By the way, tujuan gue ke sini juga karena penasaran sama si Owner, karenaselama ini lo ga pernah ngejelasin secara spesifik dia itu orangnya kayak gimana."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN