On your wedding day. Sebuah drama yang mengisahkan dua orang yang selalu bersama tapi di masa depan hanya cukup sebagai kenalan. Ya, begitulah hidup. Tak selalu menyatukan yang seirama, tapi juga menunjukkan kalau apa saja bisa terjadi. Termasuk perpisahan.
Lovi bergegas dengan kebaya yang dikasih langsung sama Nadya.
“Makan dulu ya.”
“Iya, ma.”balasnya sambil duduk di meja makan. Menikmati nasi goreng lengkap dengan telur ceplok.
“Josen gak ikut pergi?”
“Enggalah. Kan ini acara teman kantor.”
“OH, iya ya.”
“Ma, ayo kita jalan-jalan. Biar papa juga gak di rumah terus.”
“Hmm, kemana?”
“Ke mana aja. Minggu depan aku dapat bonusan. Kita pergi ya.”
“Kamu gak nabung dulu, Lov? Ya, biar setidaknya ada dana darurat.”
“Aku juga punya tabungan kok, ma. Tapi pengen banget jalan-jalan sama kalian.”
“Ya udah, terserah kamu aja.”
Dia segera menghabiskan makanan itu. Dengan segera bersiap untuk pergi. Dia tak perlu menyetir karena akan dijemput Edgar. Well, permintaan yang tak bisa ditolak. Setelah berkali-kali menghindar, sudah saatnya dia menghadapi masalah.
“Ma, aku pergi ya.”
“Iya, hati-hati.”
Edgar mengenakan batik yang cocok banget di badannya. Tentu saja, aura kekayaan sangat terpancar. Bikin Lovi lumayan terkesima. Namanya juga perempuan. Lihat yang bening dikit langsung terbawa ke perasaan.
“Gak nyangka ya.”
“Gak nyangka apa?”
“Mereka jadi nikah. Dan kalau diingat, itu yang bikin kita ketemu.”
“Ah, i-iya juga sih. Masih ingat seberapa panik kau demi dapat balasan surat itu?”
“Astaga, pake diingetin lagi.”
“Gak bakal lupa, Ed.”
Setelah beberapa lama, mereka akhirnya sampai di gedung pernikahan. Lovi dan Edgar langsung berpisah karena keduanya punya tim sendiri. Gak enak juga nongkrong berdua. Apalagi, hubungan mereka belum sampai ke tahap itu. Mereka masih berstatus seorang teman bagi satu sama lain. Jadi aneh gak sih?
“Cantik banget. Pasti Edgar makin kesemsem.”
“Diem. Bacot ah.”
“Kita disini sampai kapan?”
“Bentar.”ucap Lovi sambil berjalan ke sekumpulan wanita yang berkebaya sama dengannya. Fiks, mereka juga bridesmaid.
“Eh, ini masih lama ya?”
“Engga kok. Mbak Nadya udah mau ready tuh.”
“Oh, thank you.”
Nadya muncul dengan kebaya cantik yang mempesona. Kebaya warna putih yang sangat indah. Dia benar-benar jadi ratu hari ini. Tak ada yang mengimbanginya. Cantik paripurna. Dia tersenyum melihat Lovi dan Aya. Yups, keinginannya terkabul.
Mereka langsung membuat barisan dibelakang Nadya. Bersiap untuk memasuki gedung pernikahan. Saatnya jadi the center of attention.
“Yakin dia bakal datang?”tanya Aya.
“Semoga saja. Pokoknya, aku udah ngasih undangan. Dia juga sering kok jaga pos di area rumah sakit.”
“Tapi agak gak nyambung ngundang dia kesini.”
“Biarin aja. Feeling sih, dia bakal datang.”
“Dia beneran datang!”ucap Aya. Dia sudah melihat sosok itu. Pria yang duduk tepat dibawah AC.
“Good news.”
“Aku harus ngomong apa?”
“Tinggal bilang makasih, beres.”
“Aih, itu susah.”
“Abis kelar ini, duduk disampingnya. Aku biar duduk sama yang lain.”tegas Lovi. Ya, jangan sia-siakan kesempatan. Siapa yang bisa jamin dia disini terus? Orang sibuk pasti ada saja kerjaannya.
Aya benar-benar mengumpulkan keberanian. Dia langsung pergi ke tempat itu. Duduk disamping Adong tanpa mempedulikan reaksi cowok itu. Setelah yakin ekspresi kaget itu berlalu, barulah Aya bicara. Ya, setidaknya dia tenang dulu gitu.
“Aku kesini cuma mau berterima kasih. Terima kasih untuk yang kemarin.”
“Ya, sama-sama.”
“Oke, i’m done.”
Aya hendak pergi tapi ada orang berbondong-bondong masuk ke gedung itu. Membuatnya gak bisa keluar dari kursi itu. Adong menahannya dengan genggaman tangan.
“Disini aja dulu. Lagian disana sudah penuh.”ucapnya menunjuk posisi kursi Lovi. Aya kembali duduk walau tidak nyaman berada disamping Adong.
Acara berjalan lancar. Pesona pengantin yang luar biasa berhasil menghipnotis setiap orang. Perjalanan panjang dari dua insan yang berakhir manis. Siapa sangka tadinya ini adalah cinta sepihak. Dan sekarang, cinta itu tulus dari keduanya.
“Ay, aku harus pergi ngurusin sesuatu di belakang. Kau makan duluan saja. Adong, temani dia ya.”
“Hey, aku juga mau ikut.”
“Gak usah. Aku udah bertiga sama teman-temannya Nadya. Kau nikmati acaranya aja.”
Aya merasa dijebak. Dia cuma mau say thank you. Cuma sebatas itu. Gak lebih dan gak kurang. Tapi Lovi bikin dia terjebak dua kali.
“Kalau begitu, aku duluan.”ucap Aya.
“Tunggu dulu! Aku gak punya teman makan.”
“Terus?”
“Kenapa gak bareng aja?”
Terserahlah. Mereka berjalan ke tempat makan yang disediakan secara prasmanan. Aya tidak bisa lagi membencinya. Entahlah. Bukan karena dia diselamatkan dari kematian. Tapi sejak Adong bercerita soal keluarganya, Aya merasa bersalah sudah pernah membencinya. Ya, wajar jika dia berusaha menghindar. Sama seperti Aya yang belum bisa memaafkan dirinya sendiri soal kematian ayahnya.
“Aku baru tahu soal ayahmu, turut berduka.”ucap Adong tiba-tiba.
“Hmm, aku bingung harus ngomong apa.”
“Kalau dipikir-pikir, kau lebih menderita daripada aku. Aku aja yang terlalu lemah.”
“Hey, kok jadi kau yang menentukan? Orang tua yang bercerai juga membuat anak menderita. Bahkan mungkin kau lebih sakit.”ucap Aya dengan wajah sedih. “Orang mati pasti bikin sedih, tapi orang hidup yang jauh lebih membuat sedih. Sebab orang hidup bisa membuat perkara baru, lagi dan lagi. Bahkan bisa menyakiti hati. Dan itu gak mudah.”
Adong mendengarnya dengan baik. Bingung mau lega atau gimana. Tapi ia juga tahu, apa yang dialami Aya tak segampang itu.
***
Entah bagaimana ini terjadi. Saat Adong bersama dengan Aya, Lovi gak mau mengganggu. Melihat mereka akrab sudah bikin Lovi senang. Tak perlu kembali ke masa lalu, tapi biar hubungan itu tetap baik.
Dia mencari tempat dan menemukan Edgar. Dia duduk seorang diri dengan aneka cheese cake kesukaannya. Lovi langsung duduk dan itu bikin Edgar langsung sumringah.
“Lovi?”
“Boleh makan disini kan?”
“Boleh, boleh banget!”
“Thank you. By the way, kamu suka banget sama cheese cake? Sampai semuanya diambil gini?”
“Haha. Yes, ini kue favoritku. Gak penting makan nasi, ini aja udah cukup.”
“Dasar.”
Para biduan mulai melakukan aksi. Bikin suasana jadi meriah. Suara emas selalu membuat perhatian lebih. Apalagi penyanyinya termasuk yang terkenal di kota ini. Semua orang menantikan performancenya. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu hits dari dalam hingga luar negeri.
“Sorry ya, selama ini aku menghindar.”ucap Lovi.
“It’s okay.”
“Kamu sadar juga ternyata.”
“Jelas. Siapa juga yang gak sadar. Cuma cowok gak peka aja.”
“Aku harus berpikir keras sebelum bicara sama mu. Tapi, aku perlu melihat yang lagi nyanyi. Jadi, aku boleh pindah kan?”
“Of course.”
Lovi mengangkat kursinya dan duduk disamping Edgar. Ya, posisinya biar pas buat nonton yang lagi nyanyi. Sebenarnya, Lovi gak ingin diliatin sama cowok itu. Dia mau bicara tanpa ada interupsi. Benci jika ekspresi Edgar malah membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.
“Sebenarnya, perasaanku gak sama denganmu.”ucapnya mengawali. Bikin Edgar makan hati, tapi perasaan itu ia tahan. Berkecamuk di dalam hati hingga bikin ia jatuh ke titik paling rendah. Argh, ada bau-bau jika cintanya akan ditolak.
“Aku sendiri bingung mau bagaimana. Sebenarnya, tidak ada pria yang kusukai saat ini. Tapi itu keadaan yang gak bisa berlangsung selamanya kan? Aku gak mau menjadikanmu kelinci percobaan atau bahkan pelampiasan.”
“Kalau aku yang mau bagaimana?”
“Hah?”
“Jadikan aku kelinci percobaan.”
“Kau udah gak waras?”
“Aku serius, Lov. Seperti mereka. Apa menurutmu semua pasangan berawal dari cinta pada pandangan pertama? Engga kan? Ada yang awalnya cuma iseng tapi malah sampai ke pernikahan. Aku gak mau berharap banyak. Aku hanya ingin mencoba. Itu saja sudah cukup.”ucap Edgar dengan ekspresi serius. Menatap mata Lovi tanpa mengindahkan siapapun yang melihat mereka.