Part 12

2485 Kata
Arafah menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Dia melihat seorang gadis dengan dress kuning panjang, memamerkan bahu putihnya, rambutnya ditata rapih dengan make up tipis yang menghiasi wajah cantiknya. Sekali lagi Arafah menarik napas panjang, dia tidak percaya kalau gadis cantik yang sedang dilihatnya sekarang adalah cerminan dirinya sendiri. Arafah melihat kembali flat shoes yang dibelikan oleh Arka tadi siang. Dia menyimpannya tepat di samping flat shoes lusuh kesayangannya. Dia sudah menganggap kalau flat shoes pemberian Arka sama berharganya dengan flat shoes peninggalan ibunya. Lalu Arafah mengambil sepatu dengan hak cukup tinggi, dan mengenakannya dengan hati-hati. Setelah bersiap-siap. Arafah ke luar dari dalam menyusul kedua lelaki tampan yang sudah siap untuk pergi. Dia terkagum pada penampilan Arka dan Noah malam ini, mereka terlihat sangat tampan dengan tuksedo hitam dan dasi kupu-kupu yang mereka kenakan. Arafah segera menundukkan kepalanya, ketika merasa wajahnya memerah karena terang-terangan memandang Arka. Terlebih lagi dia tidak ingin Noah mengetahui isi kepalanya, sudah cukup selama ini dia menahan malu dengan selalu memikirkan kedekatan Bintang dan Arka yang jelas-jelas dibaca dengan mudah oleh sang Mind Reader yang tak lain adalah Noah Aldric Kennedy, atau Noah Aldric Orlando. "Wow!" gumam Noah ketika melihat penampilan Arafah yang begitu cantik. "Kamu cantik banget, ahhh, beruntung saudara gue punya lo." Imbuhnya entah pada siapa. Arka ikut memandang Arafah, seketika dia tertegun. Arafah terlihat berbeda dari biasanya. Dia melihat Noah yang sedang menekuk wajahnya karena bunda melarangnya untuk merusak dandanan Arafah dengan pelukan Noah yang nyeleneh. Dalam hati Arka setuju dengan perlakuan bundanya pada Noah. Bagaimanapun juga dia tidak rela Arafah disentuh oleh siapapun, termasuk Noah sendiri. "Ayo kita pergi, Adam dan Rachel pasti sedang menunggu." Kata Ayah Aidan. "Noah, kamu ikut sama siapa?" "Aku bawa motor." Noah mengerjap ketika orangtuanya memandangnya bertanya. "Aku ada pekerjaan setelahnya, jadi biar mudah gitu, hehe." Imbuhnya. "Terserah kamu sajalah." Noah nyengir lebar lalu ke luar dari rumah mendahului semuanya. Kemudian disusul oleh Bunda Reina dan Ayah Aidan. Arka tersenyum pada Arafah membuat gadis itu bersemu merah. "Kamu terlihat sangat cantik malam ini." Puji Arka tepat di telinga Arafah. "ARKA, JANGAN GODA ARAFAH, DIA JADI SALAH TINGKAH!!" teriak Noah dari luar rumah yang disusul dengan suara ringisannnya yang bisa dipastikan kalau Bunda Reina telah menjewer telinganya. *** Pesta itu begitu mewah, bertempat di aula Hotel Alexander yang sangat besar dan juga indah. Banyak orang yang datang ke pesta ulang tahun Rachel Annastasya Anthony dan suaminya Adam Anthony yang tak lain adalah orangtua si kembar Bintang dan Valentino. Semua tamu yang hadir berasal dari kalangan atas tetapi ada juga di antara mereka yang biasa-biasa saja. Bunda Reina dan Ayah Aidan tampak asik mengobrol dengan si pemilik pesta dan orangtua lainnya yang kebetulan bersahabat dengan mereka. Noah, Arka dan Arafah lebih memilih bergabung dengan sahabat-sahabatnya sesaat setelah mengucapkan selamat dan memberikan kado untuk Tante Rachel dan Om Adam. "Kamu mirip bidadari yang jatuh dari langit, Ara. Sangat cantik." Puji Hariz kagum dengan penampilan Arafah yang luar biasa cantiknya. "Terima kasih." Sahut Arafah disertai dengan rona merah di wajah cantiknya. "Sudah gue bilang jangan goda Ara!" kesal Arka pada Hariz. Hariz nencebik kesal mendengar perintah Arka. "Kenapa sih lo selalu sewot jika gue goda Ara? Biasanya juga jika gue goda Bintang tapi lo enggak kenapa-napa, malah nyengir." Gerutu Hariz. "Ya, karena Arka jatuh cinta sama Ara." Timpal Ethan. "Iya, enggak, Al?"imbuhnya menggoda. Arka diam malu jika menjawab dan tiba-tiba saja mengungkapkan hatinya pada sahabat-sahabatnya kalau dia sudah jatuh cinta pada Arafah. Gadis yang tak sengaja ditubruknya dan meninggalkan sebelah flat shoes hitam lusuh yang sangat berharga bagi Arafah. "Lihat! Ada siapa ini?"tanya seseorang langsung memeluk bahu Arafah dengan hangat. "Kita bertemu lagi, Ara Sayang. Apa kabar? Kamu makin cantik aja deh." Pujinya yang tak lain adalah Valentino. Arafah sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan Valent padanya. "A-aku baik, kok ..." dia sedikit risih pada Valent. Lelaki itu terlalu ramah dan terbuka. "Valent, lo enggak lihat kalau Ara risih dengan perlakuan lo?"tanya Arka kesal lebih tepatnya marah. "Enggak tuh, Ara-nya juga enggak nolak." Elak Valent. "Sudahlah jangan ganggu Ara sama Arka, Tino." Kata seseorang yang langsung memusatkan perhatian padanya. "Dia bisa marah kalau lo terusan ganggu Ara. Dan siap-siap juga koma selama beberapa hari." Imbuhnya dengan seringaian lebar. Valent mendengus kesal. Dia paling tidak suka dipanggil 'Tino' oleh siapapun. Dan lelaki yang satu ini selalu memanggilnya seperti itu. "Noah, jangan panggil gue 'Tino' lagi!" ujar Valent marah. Tapi Noah hanya menatapnya dengan datar tanpa ekspresi, wajah yang selalu ditunjukannya pada orang-orang yang tak dikenalnya serta wajah yang selalu dia pasang ketika bertugas. "Suruh Adek lo buat nyingkir dari kehidupan Ara. Sebelum gue bertindak buat ngancurin hidup dia." Kata Noah dingin. Tiba-tiba saja suasana terasa hening. Semua mata tertuju kepada Noah, Valent, dan Ara. Menebak-nebak apa yang telah terjadi sebenarnya. Ucapan ataupun perintah Noah tidak bisa diabaikan begitu saja. Bagaimanapun juga Noah memiliki insting yang begitu kuat dan akurat terlebih lagi dengan kemampuannya yang bisa membaca pikiran setiap orang, membuatnya tidak bisa dipandang rendah. "Haha serius amat sih?!"kata Noah memecahkan keheningan yang terjadi untuk beberapa saat, dia menepuk bahu Valent. "Gue tunggu lo di bawah panggung, pastikan para pengawal berjaga di sekitar dan jangan sampai para tetua tahu tentang hal ini." Bisiknya. Valent yang mengerti dengan ucapan Noah hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, Ok.Tak lagi memkirkan ucapan Noah sebelumnya. Keadaan menjadi hangat kembali, pesta masih belum dimulai karena masih ada banyak tamu yang belum hadir. Arka asik memperkenalkan Arafah pada beberapa rekan bisnisnya, ditemani oleh pasangan yang sudah menikah, Fariz dan Gaby lalu Ethan dan Cloe. Noah, Hariz, dan Valent sibuk mendekati beberapa wanita cantik yang menurut mereka bisa dijadikan mainan. "Mas Arka, boleh aku permisi ke kamar mandi?" Arka segera mengalihkan perhatiannya pada Arafah lalu tersenyum. "Mau aku temani?" "Tidak," tolak Arafah menggelengkan kepalanya. "Aku sendiri saja, lagipula aku tahu kok, letak kamar mandinya di mana?" Arka mengangguk paham. "Ya sudah, cepat kembali, ya." "Ya, terima kasih." *** Arafah merasa lega setelah ke luar dari kamar mandi. Dia menatap dirinya di cermin, mencoba untuk melihat, apakah ada yang salah atau rusak dengan penampilannya. Penampilannya masih baik seperti saat datang tadi, jadi Arafah tak perlu mencemaskannya. Lalu Arafah terdiam mematung di depan cermin. Mengingat kembali perkataan Hariz serta sahabat Arka yang lainnya. Kepalanya sungguh terasa bingung, di satu sisi dia senang jika Arka benar-benar menyukainya, di sisi lain dia tidak ingin banyak berharap. Dia tahu kalau Arka masih mencintai Bintang. "Sudah gue bilang berapa kali, jauhi Arka!" ucap seseorang menyudutkan Arafah ke dinding. Arafah tersentak kaget ketika tiba-tiba saja tubuhnya didorong dengan kasar oleh seseorang. Matanya membulat tatkala melihat siapa yang telah mendorongnya. "Bi–Bintang." "Ya, ini gue. Kenapa takut?"mata cokelatnya berkilat marah. "Kenapa lo deket-deket sama Arka. Sudah gue bilang bukan jauhi Arka, dia milik gue." "Ta–tapi ... aku–aku tidak—" "Mau nyangkal? Gue udah lihat semuanya, bagaimana cara lo natap Arka, bagaimana lo nempel sama Arka sepanjang pesta dan bagaimana caranya lo ngambil hati Tante Reina sama Om Aidan. Asal lo tahu, lo itu wanita tak tahu diri. Lagipula lo itu enggak pantas bersanding sama Arka yang sempurna." Bintang terkekeh mengejek. "Jangan kira gue enggak tahu tentang lo. Gue tahu semuanya, bahkan gue juga tahu penyakit jiwa yang lo derita." Arafah terdiam, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Bintang tahu semua tentangnya, tentang penyakit kejiwaan yang pernah dideritanya dulu. Bagaimana bisa gadis itu mengetahuinya. "Bukankah kamu sudah menolak Mas Arka?" lirih Arafah pelan. Bintang terdiam untuk beberapa saat. "Gue nolak Arka atau tidak itu bukan urusan lo, yang jelas Arka milik gue. Dan lo! Jangan pernah deketin dia, lo enggak pantas sama dia yang sempurna. Arka cuma cinta sama gue, lo harus tahu itu." Entah dari mana keberanian itu muncul, Arafah memandang Bintang tajam. Merasa geram dan kesal karena telah menghinanya serta mempermainkan perasaan Arka. "Kamu tidak bisa memaksakan cinta yang bukan kehendak kamu. Memang dulu Mas Arka sayang padamu, tapi itu dulu sebelum kamu menolaknya. Jangan salahkan Mas Arka atau aku jika kami ditakdirkan untuk bersama." Arafah menundukkan kepalanya lalu tersenyum tipis. "Harusnya kamu lebih menghargai perasaan oranglain jika memang kamu ingin selalu dicintai. Bukan mencampakannya dan menginginkannya kembali." "Berani lo ngelawan gue?"geram Bintang tidak terima. "Aku tidak melawanmu, aku hanya—" "Diam lo! Gue enggak butuh ceramah dari lo. Yang pasti, jauhi Arka jika memang lo mau hidup aman." Setelah mengucapkan hal itu Bintang beranjak pergi meninggalkan Arafah yang masih berusaha untuk mengatur napasnya. Lalu ingatannya melayang kepada ucapan Noah mengenai peringatan tentang Bintang. "Suruh Adek lo buat nyingkir dari kehidupan Ara. Sebelum gue bertindak buat ngancurin hidup dia." Dia menundukkan kepalanya. Apa sekarang hidupnya akan berubah? Orang yang tidak menyukainya bertambah satu. Sekaligus orang yang menjadi ancamannya. *** Arka mengamati Arafah dengan heran. Entah mengapa setelah pergi ke toilet sikap Arafah menjadi aneh. Dia terlihat gelisah sepanjang pesta, begitu juga dengan matanya yang tidak fokus. "Kamu kenapa? Sakit?" tanya Arka khawatir. "Kita pulang saja, ya?!" Arafah langsung tersenyum menggelengkan kepalanya. "Tidak, jangan. Aku baik-baik saja, kok." Sahutnya kikuk. Arka menatap Arafah, berusaha untuk membaca ekspresi gadis yang disukainya itu. Dia tahu Arafah sedang punya masalah, gadis itu belum pernah seperti ini sebelumnya. Tapi Arka lebih memilih diam. Dia tidak ingin membuat Arafah semakin ketakutan karenanya. Untuk beberapa saat keadaannya hening, kedua orang itu diam, sibuk dengan pikiran masing-masing hingga suara Waltz mengalun dengan lembut memenuhi penjuru ruangan Hotel ini. Banyak orang yang sudah mulai mengisi hall, berdansa dengan pasangan masing-masing. Bunda Reina dan Ayah Aidan ada di sana bersama sahabat-sahabatnya. Begitu juga dengan Ethan dan Fariz yang sudah mengajak istri mereka untuk berdansa. "Mau berdansa?"tawar Arka. Arafah yang sedang asik memperhatikan orang-orang yang sedang berdansa segera mengalihkan tatapannya pada Arka. "Ya?" Arka tersenyum manis. "Dansa?" "Da–dansa?"ulang Arafah ragu, dia tidak bisa berdansa sama sekali, dia tidak ingin mempermalukan Arka terlebih lagi dia takut jika Bintang marah-marah dan mengancamnya seperti tadi. "Tuh 'kan malah melamun? Kenapa?" "Enggak, ini anu ..."   Arka tersenyum melihat Arafah yang salah tingkah, walaupun jauh di dalam hatinya dia ingin tahu penyebab Arafah gelisah. Sekali lagi Arka mengajak Arafah untuk berdansa bersamanya, pada kali keempat ajakannya Arafah menganggukkan kepalanya. Senyuman lebar itu terpatri di wajah tampan Arka tatkala tangannya menggenggam tangan Arafah dan menariknya menuju hall. Sebagian orang tampak memperhatikan mereka, tapi Arka tidak mempedulikannya. Bahkan dia tidak mengacuhkan kedatangan Bintang. "Ikuti gerakanku dan musiknya." Perintah Arka menempatkan kedua tangan Arafah di bahunya. Sedangkan tangannya memeluk pinggang Arafah. Dengan kaku, Arafah meniru gerakan Arka sambil melaraskan dengan musik waltz yang sedang mengalun lembut. Butuh waktu yang cukup lama untuk Arafah mahir berdansa, gerakan tubuh dan kakinya yang kaku perlahan mulai tenang, apalagi perlakuan Arka yang begitu sabar serta lembut saat mengajari Arafah berdansa. "Kamu cepat belajar." Puji Arka tulus yang langsung menimbulkan rona merah di wajah Arafah. "Terima kasih." Sekilas Arafah melihat Noah yang sedang berdansa dengan seorang wanita cantik berpakaian seksi. Dia sedikit terkejut ketika tiba-tiba saja wanita seksi itu mencium Noah, Arafah hanya menghela napas malas melihat Noah yang membalas ciuman wanita itu tidak tahu malu. "Dia memang seperti itu. Suka mempermainkan wanita." Ujar Arka tiba-tiba. "Banyak cewek yang patah hati karena dia. Entah sampai kapan Noah akan seperti itu, bunda sama ayah sudah capek ngadepinnya. Semoga saja dia segera mendapatkan wanita yang benar-benar mencintainya." Arafah mengangguk, setuju dengan pendapat Arka. "Ya, semoga saja." Lalu Arafah bertanya-tanya. Apakah Arka juga telah menemukan orang yang dicintainya? Arafah tidak menyadari kalau sedari tadi Arka memperhatikan wajahnya. Berkali-kali mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, tapi dia segera mengurungkan niatnya. Lebih memilih melanjutkan dansanya dengan tenang. "SELAMAT MALAM SEMUANYA!" sapa seseorang di atas panggung mengacaukan dansa yang sedang berlangsung. "Maaf jika kami merusak dansa kalian." Arafah mengerutkan keningnya melihat Noah, Valent, dan Hariz yang sedang berdiri di atas panggung dengan penampilan yang cukup berantakan. Masing-masing dari mereka memegang satu alat musik; Noah dengan gitar biru metalik, Hariz dengan keyboard, lalu Valent dengan drumnya. Mereka terlihat seperti anak band. "Haha, mereka buat ulah lagi." Gumam Arka tersenyum menggelengkan kepalanya. "Trio bodoh memulai aksinya lagi." Imbuh Ethan. "Huh, mau kapan anak itu berubah?"kali ini Fariz yang bersuara. Arafa mengerutkan keningnya tidak mengerti. Fariz hendak menjelaskannya tapi perkataannya terpotong ketika Noah kembali bersuara. "Kami di sini hanya ingin meramaikan pesta ulang tahun orang tua sahabat kami yaitu Valentino. Selamat ya Om Adam, Mama Rachel, moga langgeng selalu. Dikarenakan kami adalah orang yang semangat dan tidak suka dengan musik melo yang kadang membuat kami mengantuk saat dansa. "Maka dari itu kami akan sedikit memberi keceriaan pada kalian. Dijamin kalian tidak akan kecewa." Arafah melihat Ayah Aidan dan Bunda Reina tampak geram dengan kelakuan putera mereka. Dan satu lagi lelaki yang memandang malas ke arah Noah adalah Allen—salah satu lelaki yang diperkenalkan sebagai ayah kedua Noah—tampaknya mereka marah pada Noah karena telah menghancurkan pesta Om Adam dan Tante Rachel. "Trio Bodoh itu selalu mengacaukan setiap pesta yang diadakan oleh keluarga Alexander, Orlando, Skyes, dan Anderson. Dulu mereka pernah menyanyikan lagu yang kadang bukan pada tempatnya. Seperti saat di pesta pernikahan Fariz dan Gaby, Trio Bodoh itu malah menyanyikan lagu Sam Smith, I'm not The Only One." "Kalau tidak salah lagu itu menceritakan perselingkuhan. Jadinya Gaby nangis-nangis karena merasa Fariz berselingkuh darinya." "Gue masih ingat, waktu itu gue harus tidur di luar padahal malam itu adalah malam pertama gue." Timpal Fariz dengan wajah sedih. "Dan nyanyi Lapang d**a, Sheila on Seven, waktu Ethan melamar Cloe. Mereka emang gila. Jadinya 'kan Cloe merasa kesal apalagi saat itu Ethan baru putus dari pacarnya." Arafah tersenyum, tidak tahu kalau sebenarnya Noah dan sahabatnya adalah lelaki yang sangat jahil. Dia tidak bisa membayangkan saat Noah mengacaukan pernikahan itu. "Let's get out, let's get out 'Cause this deadbeat town's only here just to keep us down While I was out, I found myself alone just thinking If I showed up with a plane ticket And a shiny diamond ring with your name on it Would you wanna run away too? 'Cause all I really want is you You look so perfect standing there In my American Apparel underwear And I know now, that I'm so down I made a mixtape straight out of '94 I've got your ripped skinny jeans lying on the floor And I know now, that I'm so down" Perlahan semua orang mulai hanyut dengan lagu yang dibawakan oleh Noah dan bandnya. Walaupun tempo lagu itu cepat tapi tak menyurutkan semua orang untuk berhenti menari dengan gaya bebas. "Lagu ini buat lo Arka sama Arafah." Teriak Noah kembali bernyanyi dengan suara keras. "Kamu seperti lagu yang sedang dinyanyikan oleh Noah. Perfect." Kata Arka sungguh-sungguh. Tanpa disangka-sangka Arka mengecup Arafah yang lansgung membuat gadis itu terkejut. Arka yang melihatnya terkekeh pelan, lucu dengan sikap Arafah saat dia menciumnya. Nan jauh di seberang ruangan. Seorang gadis mencengkram gelasnya dengan sangat kuat, matanya menatap marah pada gadis yang sedang digoda oleh lelaki yang dicintainya. Napasnya dan detak jantungnya memburu karena sakit, dengan sekali teguk dia menghabiskan minuman dengan kadar alkohol yang sangat tinggi. "Bintang!" tegur seseorang langsung membopong tubuh Bintang yang terkulai lemas. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN