7. Hal Baik

1080 Kata
"Suku Zath?" ulang Nayma dengan wajah bingung. Genore mengangguk dan membiarkan gadis itu sibuk dengan pikirannya. "Apakah kalian siluman?" tanya Nayma ragu. Genore terbahak mendengar pertanyaan polos Nayma. Wajah gadis itu yang sedang menahan kesakitan dan rasa penasaran terlihat sangat lucu. Genore sambil harus menarik napas berkali-kali agar dia bisa berkosentrasi membuang racun di kaki Nayma. "Kami manusia, tidak ada yang berbeda," sahut Genore. Dia sedang menumbuk beberapa macam daun kering dan menjadikannya bubuk halus. Bubuk halus itu kemudian dicampurkan dengan air yang berwarna kehijauan sehingga membuatnya seperti pasta kental. "Ta..tapi." Ucapan Nayma tertahan karena rasa perih di kakinya karena Genore sedang mengoleskan pasta kental itu ke kakinya yang terluka. Dia hampir berteriak dengan keras saat Genore menekan area dekat lukanya untuk mengeluarkan darahnya yang sudah bercampur dengan racun. Darah yang berwarna kehitaman itu keluar dengan derasnya. Genore kemudian mengoleskan pasta kental ke lukanya menutupnya dengan ikatan kain. "Istirahatlah dulu agar lukamu cepat membaik, aku akan segera kembali," ujar Genore sambil menyalakan sebuah lilin yang berukuran lumayan besar. Dia menaburkan serbuk yang berbentuk seperti kristal di api yang menyala di lilin itu sehingga menimbulkan percikan api. Genore kemudian beranjak meninggalkan Nayma. Ada banyak pertanyaan yang tertahan di mulut Nayma. Semua keanehan ini begitu membingungkannya. Siapa Arash? Sedang di mana dia saat ini dan berbagai hal yang tidak masuk akal di pikirannya. Nayma merasa kepalanya berputar pelan dan kantuk mulai menyerang. Aroma yang begitu menenangkan masuk ke pernapasannya dan membawanya ke alam mimpi. *** "Bagaimana keadaannya?" Arash menghadang Genore yang baru akan keluar dari bilik pengobatannya. "Sudah tertidur," sahut Genore. "Sebaiknya kau jelaskan siapa dirimu pada gadis itu sebelum rasa ingin tahu membuatnya menerka-nerka hal yang tidak masuk akal," kata Genore lagi. Arash tertegun setelah ucapan Genore, dia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Akan sangat sulit kulakukan," sahut Arash dengan wajah murung. "Aku ingin memanipulasi ingatannya, tapi entah kenapa berkali-kali aku melakukannya selalu tidak pernah berhasil. Hanya dengan gadis itu," lanjutnya. Genore manggut-manggut mendegar perkataan Arash. "Karenanya kau berniat membawanya ke sini untuk mencari tahu?" tebak Genore. "Awalnya memang begitu, tapi kecelakaan tadi membuatku membawanya lebih cepat daripada rencana," sahut Arash. "Bisa kau ceritakan padaku siapa gadis ini? Tidak mungkin kau menemukan dia di hutan, kan?" tanya Genore sambil terkekeh. Genore adalah tabib andalan suku Zath, penampilannya sudah sangat renta tapi kekuatannya bisa disamakan dengan lima orang pria dewasa. Arash tahu, Genore tidak pernah mau tahu urusannya tapi jika kali ini dia meminta seperti itu artinya ada hal penting yang ingin diketahuinya. "Namanya Nayma, dia anak seorang pedagang dari suku Air," jelas Arash. Genore terdiam dan matanya terlihat menerawang. "Suku Air dari pulau Pilsia. Jauh juga. Lanjutkan, hal apalagi yang kau ketahui tentangnya?" pinta Genore lagi. "Apakah ada keanehan pada gadis itu sampai kau begitu ingin tahu?" tanya Arash penasaran. "Kau akan tahu setelah ini," balas Genore. "Sudah berapa lama kau menyadari jika tidak bisa memanipulasi ingatannya? Seingatku level kekuatan manipulasimu sudah maksimal," katanya lagi. "Sejak awal kami bertemu," sahut Arash. "Dasar kau lelaki kurang ajar, baru saja bertemu sudah ingin memanipulasi ingatan seorang gadis." Genore tertawa mengejek dan itu membuat Arash jengkel. "Tidak ada hal buruk yang ingin kulakukan. Aku hanya penasaran dengan gadis ini, aku ingin mencari tahu tentang dirinya dengan berusaha masuk ke pikirannya. Tapi ternyata tidak semudah itu." Arash membela diri. "Apa kali ini artinya hubungan kalian sudah dekat sampai kau bisa berencana membawanya ke sini?" tanya Genore. "Astaga Genore! Kenapa kau harus tahu untuk hal seremeh itu?" tanya Arash berang. "Wajahmu memerah. Apakah kau malu mendengar pertanyaanku?" ejek Genore. Arash memalingkan wajah, menghindari tatapan matanya. Karena dengan menatap mata saja, Genore akan tahu apa yang ada di kepalanya. "Aku memang tertarik padanya sehingga ingin mengetahui apa yang ada di dalam pikirannya. Karena kesulitan masuk ke dalam pikirannya yang kulakukan akhirnya memanipulasi ingatan orang tuanya," jelas Arash. "Gadis yang malang," kata Genore sambil berdecak. Arash tersenyum masam. "Wajar saja kau tertarik padanya. Wajah cantiknya membuat pria-pria sepertimu penasaran," lanjutnya membuat wajah Arash semakin memerah. "Apalagi yang membuatmu tertarik padanya? Tentu bukan hanya karena wajah cantiknya, bukan?" Kali ini Arash menggeram kesal mendengar pertanyaan Genore yang terdengar terlalu mau tahu. "Tidak ada hal lain lagi. Aku cuma tertarik, bukan ingin menjadikannya sebagai pasangan hidupku. Jadi hentikan tanya jawab tidak penting ini," ujar Arash kesal. Genore menjawab perkataan Arash dengan tawa kerasnya. Tawanya tak kunjung berhenti sampai Arash harus membentaknya karena kesal. "Kau akan menyesal karena ucapanmu, Arash," kata Genore di sela tawanya. Arash tidak peduli dengan ucapan Genore dan bermaksud meninggalkan Genore karena kesal dengan perkataannya. "Aku merasakan hal baik sedang terjadi di sini. Apa kau bisa menjelaskannya padaku, Genore?" Sesosok tubuh tinggi besar tiba-tiba berada di antara mereka. Arash tersenyum kaku menatap Dax, ayahnya. "Hal baik apa, Ayah?" tanya Arash basa-basi. Arash yakin Dax, ayahnya pasti sudah mengetahui jika dia pulang dengan membawa seorang gadis yang terluka. Apakah itu hal baik menurut ayahnya? "Benar, Panglima. Rupanya hawa kebaikan menyebar begitu cepat," sahut Genore dengan bersemangat. Arash sampai harus mengernyitkan kening mendegar ucapan keduanya. "Apa maksud kalian, Ayah?" tanyanya. Apa ini ada hubungannya dengan kesembuhan Trias, kepala suku mereka? "Apa karena kesembuhan Yang Mulia?" tanyanya penasaran. Dax tertawa pelan dan disambung dengan kekehan tawa Genore. "Ayah dan Genore sedang membicarakanmu," kata Dax. Hebat sekali ayahnya dan Genore sampai harus membicarakannya tepat di hadapannya. "Aku tidak merasa sedang membuat kebahagiaan buat kalian." "Iya, kau memang tidak melakukannya. Tapi gadis yang sedang terbaring di dalam sana yang melakukannya," ujar Dax sambil tersenyum lebar. Arash jarang sekali melihat ayahnya tersenyum. Ayahnya hanya bisa tersenyum datar di saat-saat tertentu. Sebagai panglima perang, Dax adalah sosok yang keras dan kaku. "Aku tidak mengerti, Ayah. Dia hanya gadis biasa yang kebetulan aku tolong karena terkena anak panah suku Oro. Tidak ada hubungan apa pun diantara kami." Arash berusaha meluruskan kesalah pahaman yang terjadi. Apa Ayahnya begitu bahagia karena baru pertama kalinya Arash membawa teman wanita ke desa? Tapi tidak mungkin! Dax bukan tipe ayah yang mau ikut campur urusan pribadi anaknya. "Dia begitu istimewa buat suku Zath, Arash," sahut Ayahnya. Wajahnya Arash menegang, dia menatap Dax dan Genore secara bergantian seperti tidak percaya pendengarannya. Arash tahu, ayahnya adalah orang yang sangat mencintai sukunya dan rela melakukan apa pun untuk mempertahankan suku mereka yang terancam musnah karena selalu menjadi incaran suku Oro. Hal istimewa yang disebutkan ayahnya tadi terdengar sangat menyeramkan buatnya, apalagi kali ini berhubungan dengan Nayma, satu-satunya gadis yang bisa membuatnya rasa penasarannya seperti diuji. "Dia adalah pasangan yang sudah ditakdirkan buatmu, Arash dan tidak akan bisa kau hindari," ucap Dax. (*)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN