"Mereka terlalu banyak dan berbahaya. Ikuti aku dan jangan menimbulkan suara sedikit pun," bisik Arash tepat di telinganya. Nayma merasakan tubuhnya merinding karena embusan napas Arash terasa mengenai telinganya. Di situasi yang normal, dia pasti akan segera mendorong Arash dan menjauh dari lelaki itu. Tapi kali ini Nayma tidak bisa melakukannya
Arash memberi kode pada Nayma untuk mundur dan meninggalkan semak-semak tempat mereka bersembunyi. Nayma menahan tangan Arash karena rasa takut yang tidak bisa dijelaskannya. Rombongan orang-orang yang terlihat dari balik tempatnya bersembunyi terlihat berbahaya, wajah mereka tidak ramah dan menyeramkan.
"Jangan takut, aku akan melindungimu," ujar Arash menenangkan. Nayma melangkah mundur dengan perlahan dan membiarkan Arash menggenggam tangannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini selain percaya pada Arash.
"Siapa mereka sebenarnya?" tanya Nayma setengah berbisik setelah mereka bergerak menjauh.
"Suku Oro, suku paling berbahaya di pulau ini," sahut Arash.
"Apa mereka akan membunuh siapa saja orang yang mereka temui?" tanya Nayma penasaran.
"Tentu saja tidak," sahut Arash dan semakin membuat Nayma penasaran.
"Kenapa tadi kita harus kabur jika mereka tidak akan membunuh kita?" tanya Nayma. Arash mengusap kening dan kemudian menyugar rambutnya. Berhadapan dengan rasa ingin tahu Nayma yang begitu besar membuatnya serba salah.
"Mereka selalu bersikap kasar pada pendatang baru di pulau ini. Aku tidak mau mereka berlaku buruk padamu," sahut Arash akhirnya. Arash menarik napas panjang, tidak mungkin dia menjelaskan pada gadis itu jika rombongan suku Oro tadi sedang mengincar nyawanya.
"Syukurlah mereka tidak melihat kita," ujar Nayma lega.
"Lain kali kita harus lebih berhati-hati dan jangan berhenti terlalu lama di tempat yang sepi seperti tadi," kata Arash menimpali.
"Kau sudah boleh melepaskan tanganku," kata Nayma tiba-tiba. Arash terkekeh dan melepaskan genggamannya tanpa tahu jika wajah Nayma sudah memerah karenanya.
"Jadi tiap hari kau melewati jalan ini untuk ke desamu?" tanya Nayma setelah beberapa saat tidak ada pembicaraan diantara mereka.
"Tidak juga. Aku tinggal di salah satu rumah penduduk, tidak jauh dari kapal kalian. Jadi aku pulang ke desaku hanya beberapa kali dalam seminggu" jelas Arash. Nayma berguman, pantas saja Arash bisa datang ke kapal mereka di saat hari masih begitu pagi.
Mendadak Arash menghentikan langkahnya dan membuat Nayma melakukan hal yang sama. Dia memiringkan kepalanya dengan wajah serius.
"Lari!" perintah Arash tiba-tiba. Nayma tidak siap karena perintah Arash yang tiba-tiba hanya terdiam tanpa bisa menggerakkan tubuhnya. Dengan secepat kilat, Arash menarik tangan Nayma dan membawanya berlari.
Sial! Arash mengumpat dalam hati. Rupanya rombongan suku Oro tadi masih mengikuti mereka. Dia lengah dan mengira mereka sudah aman. Ini akan sangat menyulitkan dengan Nayma bersamanya.
"Aku tidak bisa berlari lebih kencang lagi." Nayma terengah-engah dengan larinya yang semakin melambat.
Arash sedang berperang dengan kata hatinya untuk menggendong Nayma dan membawanya kabur dengan kekuatannya, tapi ragu karena khawatir Nayma akan mengetahui rahasianya. Saat dia lengah, satu buah anak panah menembus betis Nayma dan membuatnya tersungkur.
"Arash...," bisik gadis itu sambil menahan sakitnya. Dia ingin berteriak tapi takut suaranya akan memanggil orang-orang jahat yang sedang mengejar mereka.
Tanpa berpikir dua kali, Arash menunduk dan mencabut anak panah yang tertancap di betis Nayma dan tanpa berpikir panjang menghisap darah bekas lukanya.
Tidak ada hal lain di kepala Arash selain kekhawatirannya akan adanya racun di anak panah itu. Suku Oro adalah suku yang kejam, tidak mungkin mereka melayangkan anak panah tanpa ada bahaya yang lain.
"Tahanlah sebentar," ujar Arash masih terus menghisap dan membuang darah dari luka Nayma. Gadis itu merintih, menahan rasa sakit yang mulai menjalar kakinya.
Arash merobek bagian bawah pakaiannya dan mengikatnya di dekat luka Nayma, mencegah agar racun cepat menyebar.
"Aku akan membawamu ke desaku. Tutuplah matamu," kata Arash sambil mengangkat tubuh Nayma. Nayma yang merasa risih menahan tangan Arash.
"Jangan, kamu tidak akan mampu menggendongku sampai ke desa," ujar Nayma lirih bercampur malu. Arash menggeleng dan dengan cepat menggedong gadis itu sebelum suku Oro kembali mengejar mereka.
"Tutup matamu!" perintah Arash sebelum dia membawa Nayma terbang menerobos hutan.
Nayma membuka matanya, tidak peduli dengan perintah Arash yang meminta untuk menutup matanya. Tidak mungkin! Nayma merasa dirinya pasti sedang dalam kondisi tidak sadar. Bagaimana bisa saat ini Arash menggedongnya sambil melompat dari puncak pohon satu ke pohon lainnya? Lompatannya yang cepat itu membuatnya seperti sedang terbang.
Nayma meremas tangannya agar dia cepat tersadar, mungkin racun di kakinya mulai menyebar dan membuatnya kehilangan akal sehat.
Tapi...ini terlalu nyata! Dia bahkan bisa melihat dengan jelas wajah tegang Arash.
Siapa sebenarnya lelaki ini? Kenapa dia bisa melakukan hal tidak masuk akal seperti ini? Tidak ada orang normal yang bisa membuat lompatan seperti ini. Dan...astaga! Dia bahkan tidak menapak tanah, hanya puncak-puncak pohon tinggi yang menjadi pijakannya.
Nayma merinding menyadari sebentar lagi akan berhadapan dengan masalah baru.
***
"Mana Genore?" Suara lantang Arash membuat Nayma membuka matanya. Rasa takut membuatnya memejamkan mata dan berharap kenyataan yang dilihatnya hanya mimpi buruk.
Kening Nayma berkerut saat menemukan dirinya sedang berada di tempat yang begitu asing. Tidak ada lagi hijaunya pepohonan atau pun warna-warni bunga yang masuk ke indera penciumannya. Tempat ini begitu gersang, hitam dan menyeramkan.
"Kau selalu memanggilku dengan kasar, Arash." Seorang wanita tua dengan punggungnya yang bungkuk berjalan tertatih mendekati mereka. Dia terkekeh pelan. Nayma ingin menjerit tapi suaranya tidak berhasil keluar, sehingga yang dilakukannya adalah kembali memejamkan matanya.
"Kakinya terluka, terkena anak panah suku Oro. Aku sudah menghisap racunnya tadi, tapi aku tidak yakin sudah bersih," ucap Arash dengan napas terengah. Wanita tua yang dipanggil dengan nama Genore itu memperhatikan gadis yang berada di gendongan Arash dengan saksama. Seketika kemudian dia tersenyum kecil.
"Aku menyuruhmu melihat lukanya, buka memperhatikan wajahnya," kata Arash kesal.
"Siapa dia? Di mana kau bertemu dengannya?" tanya Genore tanya perduli dengan ucapan Arash.
"Ceritanya panjang, akan kujelaskan nanti. Obati lukanya sekarang sebelum racun menyebar ke tubuhnya!" perintah Arash dan dia pun meletakkan Nayma di sebuah dipan bambu yang beralasakan kain.
Genore terkekeh lagi, kali ini dia terlihat begitu senang. Nayma mengintip dari celah matanya dan berharap bisa segera pergi dari tempat aneh ini. Rasa sesal merambat di pikirannya. Ini salahnya yang begitu penasaran ingin ke luar dari kapal. Lihatlah apa yang didapat, Arash yang awalnya terlihat seperti sosok yang baik, kali ini terlihat begitu mencurigakan. Nayma meringis saat memikirkan wajah khawatir ayah dan ibunya. Dia bahkan tidak tahu saat ini sedang berada di mana.
"Tenanglah, Nona. Jangan berwajah khawatir seperti itu. Lukamu akan segera aku obati." Suara serak dan menyeramkan itu membuat Nayma tercekat. Matanya terbuka dan mengedar ke segala arah. Tidak ada Arash di sini, hanya ada dia dan wanita tua itu.
"Si...siapa sebenarnya kalian?" bisik Nayma terbata.
"Sebut saja kami suku Zath." (*)