Bagian 17

2256 Kata
Pagi ini cuaca terlihat mendung. Sudah hujan dari sejak malam. Jevarra saja hampir telat bangun karena asik terlelap di tengah hujan. "Bunda, ngantuk. Aku enggak sekolah ya?" ujar Kala menelungkupkan kepalanya di meja makan. "Hush! Kamu mentang mentang hujan gini males malesan." "Tapi kan cuaca kaya gini enak nya tidur, bunda. Iya kan kak Jeva?" rengek Kala, lalu menoleh ke arah Jevarra yang berada di samping nya. Jevarra terkekeh pelan. "Ayo ayo semangat!" Madhava melirik cewek itu. Matanya tidak sengaja menangkap luka di tangan Jevarra yang masih memerah. Sepertinya cewek itu belum mengobati luka nya. "Bunda?" Luna menoleh ke arah anak kedua nya. "Ada apa abang? Mau nambah sarapan nya?" Madhava menggelengkan kepalanya, "Kotak P3K ada dimana?" Luna mengernyitkan dahinya. "Buat apa sayang?" "Luka." "Kamu luka? sebentar bunda ambilin." kata Luna dan berlalu dari meja makan. "Abang luka kenapa? Abang berantem? sama siapa? Apanya yang luka?" tanya Kala terlihat khawatir. Begitu juga Jevarra, perasaan Madhava terlihat baik baik saja. Tak lama Luna datang dengan kotak P3K yang memang selalu tersedia di rumah. "Nih abang. Mana yang luka sayang?" tanya Luna. "Madhava kenapa?" tanya Jevarra pada akhirnya. Cowok itu hanya diam, bahkan pertanyaan Kala pun tidak di jawab oleh nya. Madhava mengambil beberapa kapas, alkohol serta obat merah. Dia berdiri dan menyerahkan itu semua ke Jevarra. Membuat semua orang bingung. "Gue? gue gapapa, Dhav? Enggak luka." ucap Jevarra juga terlihat bingung. "Luka di tangan lo yang kemarin." kata Madhava sambil menunjuk tangan Jevarra. Luna dan Kala menoleh, ia juga melihat luka Jevarra. "Yaampun sayang! Tangan kamu kenapa?" tanya Luna, khawatir. "Ih! Kak Jeva lukanya belum di obatin ya?" Jevarra meringis pelan. "Lupa aku kalo punya luka." kata nya. Membuat Luna dan Kala menggelengkan kepalanya. "Kok bisa lupa sih kak? emang nggak perih?" tanya Kala. "Perih sih, tapi aku nggak rasain." "Madhava, itu Jevarra kenapa kok bisa luka gitu tangan nya?" tanya Luna menyipitkan matanya. Jevarra menoleh ke arah Madhava, lalu ke arah Luna. "Gapapa Bunda! Aku cuman kesenggol meja aja sedikit." "Di dorong." Jevarra melototkan matanya ke arah Madhava. Cowok itu sama sekali benar benar tidak peka. "Hah? jadi yang benar yang mana?" tanya Luna. Jevarra menghela nafasnya, "Di dorong bunda, terus kena meja gitu." "Siapa yang dorong kamu. Aduh, Madhava lain kali Jevarra nya jagain. Kok bisa di dorong gitu dia? Kamu nih gimana sih?" "Bundaa, jangan marahin Madhava, itu kan bukan salah dia. Aku nya aja yang teledor bun." ucap Jevarra sedikit meringis. "Iya bunda." kata Madhava setelah sejak tadi hanya menyimak perdebatan. "Iya apa? Iya iya aja kamu!" "Iya nanti aku jagain." ujar Madhava seperti biasa tanpa ekspresi nya. Ucapan seperti itu membuat Jevarra menoleh ke arah cowok itu. Ini beneran Madhava? Madhava yang bilang kaya gitu? Madhava Shankara Mahanta kan? Beneran ini si Madhava kan? Jevarra menatap cowok itu dengan tatapan tidak percaya dan tentu saja SENANG???? walau hanya untuk di depan bunda saja Madhava bilang seperti itu, tetapi ia tetap SENANGGGG! "Bagus. Ayo sayang habis sarapan bunda obatin dulu luka kamu." "Abang hari ini berangkat pake mobil bunda dulu." ucap Luna. "Aku di anterin siapa dong bun?" tanya Kala. "Sama abang ya nanti?" "SIAP BUNDA!" *** Jevarra menengok ke belakang. Ada Kala yang sedang merengut kesal. Ia malas ke sekolah. "Kala sayang, kok cemberut aja sih?" tanya Jevarra. Sedangkan Madhava hanya melirik lewat spion kaca mobil. Mereka sedang di jalan menuju sekolah Kala untuk mengantar sekolah gadis itu. "Aku kesal banget! Padahal aku ngantuk, masa enggak boleh libur sehari doang?" kata Kala menangkup kedua pipi nya. Jevarra terkekeh melihat tingkah gadis itu. "Semangat dong sayang. Nggak boleh cemberut gitu. Nanti kak Jeva beliin ice cream?" ucap Jevarra. Mendengar itu, Madhava terkekeh kecil. Hanya ia yang bisa mendengarnya. "Ih! Kak Jeva! Aku bukan anak TK tau! masa di sogok pake ice cream sih." ujar Kala semakin bete. Jevarra meringis kecil, lalu melirik Madhava yang sedang fokus menyetir. Madhava yang sadar pun menoleh. "Apa?" "Itu gimana Kala? Kasihan dia bete gitu." ucap Jevarra merasa tak enak. "Biarin aja, nanti baik sendiri." ujar Madhava. Kala yang mendengar itu mendengus. "Jangan ngadu ke bang Dhava, dia mah enggak akan peka!" ujar Kala. Jevarra terkekeh. Terasa benar ucapan Kala. "Mau apa?" tanya Madhava melirik sang adik. Yang di tanya terlihat senang dengan mata berbinar. "NAH!" "Beliin aku semua series dari Tere Liye ya Bang?" ucap nya. "Loh? kak Jeva punya semua nya. Lengkap." "SERIUS KAK?" "Iya, sayang." "Mau pinjem baca boleh, kak?" tanya Kala. "Boleh banget dong. Tapi nanti ya pulang sekolah kak Jeva ambil dulu di rumah." "YES! Makasih kak Jeva." "Nah gitu dong senyum lagi. Semangat ya sekolah nya. Jangan malesan oke cantik!" ujar Jevarra sambil tersenyum manis. Jevarra melirik Madhava sekilas, lalu kembali fokus pada jalanan depan yang ramai meski sedang hujan. Rasanya ia seperti seorang ibu yang membujuk sang anak karena malas sekolah. Ah, terlihat seperti keluarga bahagia sekali ya. Tak lama mereka sampai di parkiran sekolah Kala. Terlihat ada beberapa yang baru saja datang. Karena masih hujan, walau tidak terlalu deras tetapi tetap saja akan bisa membuat basah. "Tunggu. Mau nganter Kala." ujar Madhava mengambil payung di dalam dashboard mobil. Madhava keluar lalu membuka kan pintu untuk Kala. "Kak Jeva aku sekolah dulu ya! Dadah!" ujar nya lalu menyalimi tangan Jevarra. Jevarra menunggu di dalam mobil, ia memperhatikan Madhava dan Kala yang satu payung berdua. Lucu sekali mereka. "Gemes banget, gue kaya istri yang nungguin suami nya nganterin anak." kata Jevarra merasa gemas sendiri. Lalu Madhava kembali, cowok itu mulai fokus menyetir lagi. Karena jalanan semakin ramai. Tak perlu waktu lama, mereka sampai di parkiran sekolah. Sebenarnya Jevarra masih sedikit takut karena ia kembali berangkat bareng Madhava. Takut di serang fans fans nya Madhava. Jevarra terdiam menatap ke depan nya, lalu ia menoleh saat mendengar suara decakan dari Madhava. Ternyata cowok itu sedang ribet sendiri. Tangan kiri nya fokus memakai dasi, tangan kanan nya fokus memakai sepatu. Karena tadi saat mengantar Kala, Madhava masih sempat memakai sendal. Melihat itu Jevarra menggelengkan kepalanya, lalu mengambil alih dasi Madhava membuat cowok itu terkejut dan menatap Jevarra. "Sini, ribet banget si. Gue bantuin biar cepet selesai." kata Jevarra masih fokus memakaikan Madhava dasi dan ia tidak sadar kalau Madhava masih menatap nya. Jevarra tersenyum bangga saat hasil simpulan dasi nya terlihat rapih. "Nah! Gini kan rapih, udah cepet pake sepatu nya—" ucapan Jevarra terhenti saat ia menatap Madhava yang juga menatap nya. Jadi sedari tadi cowok itu menatap dia? Bodoh. Jevarra. Jevarra langsung memalingkan pandangan nya. Ia buru buru mengambil tas nya. "Udah kan? gue duluan." katanya dengan tergesa. Namun dengan cepat pula Madhava menahan tangan cewek itu. Jantung Jevarra sudah tidak baik baik saja. Kenapa juga Madhava malah menahan nya? Ingin melihat Jevarra mati mendadak, seperti itu? "Ke- kenapa?"tanya nya sedikit gugup. Jelas saja ia gugup, Madhava sedang memandang nya sekarang. "Payung. Masih hujan." Jevarra mengernyitkan dahinya. "Lo gimana?" tanya nya. Karena tidak mungkin mereka satu payung berdua, Jevarra bukan Kala yang masih terlihat kecil. "Hoodie." ujar Madhava sambil mengambil hoodie berwarna hitam yang ia taruh di kursi belakang. "Serius nih?" "Cepetan. Udah bel." kata Madhava saat mendengar bel sekolah yang baru saja di bunyikan. Jevarra mengacungkan jempol nya. "Okay! Gue duluan ya, Madhava. Makasih." ujarnya dan cepat cepat berlalu dari hadapan Madhava. Bersama Madhava lama lama ia bisa sesak nafas. Jantung nya tidak pernah normal jika di samping Madhava, tetapi Jevarra selalu menikmati itu. *** "Serius satu rumah?" tanya Kaivan menatap Madhava yang sedang santai. Mereka berada di rooftof, ini tempat paling nyaman jika habis hujan. Madhava menganggukkan kepalanya, lalu mengambil benda persegi panjang yang bisa menyala itu. Entah apa yang ia lihat di handphone nya, tetapi matanya begitu fokus. Darren menyesap rokoknya, cowok itu berjarak sedikit jauh dengan teman teman nya yang lain. "Lo deket sama dia?" tanya Darren. Teman teman Madhava memang merokok, kecuali cowok itu. Ia berusaha untuk tidak menyentuh rokok atau minuman keras lain nya karena ada cita cita yang ia kejar. Ia akan meneruskan pekerjaan sang papa. Jadi sebisa mungkin cowok itu menjaga kesehatan nya. "Enggak." "Gue baru liat lagi seorang Madhava terlihat perduli sama cewek. Berani gandeng tangan cewek lagi. Akhirnya." kata Arga sambil terkekeh kecil. "Ini perkembangan, Dhav. Perlahan tapi pasti, lo bakal lupa sama dia. Udah waktunya lo buka hati lagi, Madhava." ucap Kaivan, membawa topik yang sedikit sensitif. Darren yang mendengar itu pun mematikan putung rokoknya, dan menghampiri teman teman nya. "Iya, kalo gue di liat liat juga lo cocok sama Jevarra." "Jevarra anaknya baik, Dhav. Dia temanan sama Adrea udah lama, gue kenal dia." ujar Arga menatap Madhava yang masih terdiam. "Enggak. Sampai kapan pun gue nggak akan pernah bisa buat jatuh cinta lagi." kata Madhava menegaskan. Kaivan tertawa kecil. "Yakin banget?" "Dia masih membekas sampai kapan pun." ujar Madhava. "Enggak, lo pasti bisa lepasin dia, Dhav." ucap Arga. Madhava menggelengkan kepalanya. "Gue bilang enggak ya enggak!" ujarnya sedikit tersulut emosi. "Yakin? Gue tantang lo dekat sama Jevarra selama tiga bulan. Lo pacaran sama dia. Kalau lo benar benar nggak ada rasa setelah itu sama dia, oke. Kita nggak akan paksa lo buat buka hati lagi. Terserah lo." ucap Kaivan. Membuat Darren dan Arga menoleh. Madhava terdiam, cowok itu berdiri dari duduk nya dan meninggalkan ketiga teman nya. "Gila lo, Kai. Mau main main?" ujar Arga merasa tak suka dengan ide Kaivan. "Percaya sama gue, Madhava itu pengecut kalo soal hati. Dia enggak akan berani buat mulai semua ini." kata Darren terlihat yakin. "Who knows? Gue yakin, semua cuman butuh waktu. Come on bro, udah berapa tahun ini? Lo mau liat teman lo terus terusan kaya gitu?" ucap Kaivan melirik Arga dan Darren. Darren kembali menyalakan rokok nya. "Kalau gagal? kita sama aja ngorbanin Jevarra." "GUE BARU INGET!" teriak Arga tiba tiba membuat kedua teman nya kaget. "s****n!" "Inget apaan?" "Kayaknya gue pernah denger, Jevarra ini sebenarnya suka sama Madhava. Waktu itu mereka curhat curhatan dirumah." ucap Arga sambil menganggukkan kepalanya. Kaivan menjentikkan jari nya. "NAH! Jevarra pasti bisa bikin Madhava jatuh cinta." "Kenapa gitu lo yakin banget?" "Dugaan gue mana pernah meleset sih?" kata Kaivan terlihat sangat yakin. "Kalo sampe meleset, pala lo ya yang gue bikin meleset." ucap Darren. "Ampun bang jago!" jawab Kaivan sambil terkekeh kecil. Sedangkan Arga hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua orang itu. *** "Jeva, Jeva, di dinding. Diam diam merayap, datang seorang Madhava, HAP! lalu mengsalting." Jevarra yang di sebelah El hanya menggelengkan kepalanya saat mendengar senandung cewek itu. "Lo pikir gue cicak diem nya di dinding?" ucap Jevarra. Rehuel menoleh, "Widih, terus dimana tuh?" "Hati Madhava lah!" kata Jevarra terlihat percaya diri. Sedangkan El yang mendengar itu pun berdecih pelan. "Jatuh cinta kok sendirian, situ lagi uji nyali?" "Brengssseeeekkkk!" ucap Jevarra saat El meledek nya. Kelas sedikit ricuh saat melihat Madhava berdiri seorang diri di dekat jendela kelasnya. Memang bel pulang telah berbunyi lima menit yang lalu. Namun karena guru ini masih belum selesai menjelaskan, jadi waktu pulang kelas Jevarra terpotong. Kata guru itu, tanggung. Besok besok malah nanti akan lupa. "Ssssttt! Jeva! Ada Madhava di luar, nungguin lo?" tanya Adrea di samping kanan nya. Jevarra menoleh, benar saja. Ada cowok itu sedang berdiri dengan tangan kanan yang ia masukkan kedalam saku celana. Ganteng sekali, Madhava. "Nungguin gue?" "Lo pulang pergi ko bareng terus sama dia? Bisa dekat gitu gimana? Pake pelet ya lo!" ujar Gaveska. "Gue tinggal satu rumah sama Madhava." "HAH????" "YANG BENAR LO???" Satu kelas menoleh kearah meja Jevarra, Rehuel, Adrea dan Gaveska yang teriak. "Apanya yang benar Rehuel?" tanya guru itu menatap aneh keempat siswi nya. "Anu, apa sih, enggak bu. Saya —" Guru itu menoleh ke arah jam, "Yaampun, maaf ya waktu kalian ibu potong banyak. Sekarang tutup buku nya dan pulang." Sontak itu membuat satu kelas kembali ricuh, berterima kasih kepada teman teman Jevarra karena telah membuat guru itu sadar. Memang, Jevarra belum sempat menceritakan perihal ini kepada ketiga sahabat nya. Jevarra sengaja keluar kelas dengan cepat. Lalu cewek itu menarik Madhava dengan cepat. Ia meninggalkan ketiga teman teman nya yang berteriak, Jevarra tahu bahwa ketiga teman nya itu akan banyak bertanya. Sedangkan Madhava hanya mengernyitkan dahinya karena tiba tiba cewek itu menarik lengan nya dan berlari. "Kenapa?" "Di kejar hantu!" ucap Jevarra asal. Membuat Madhava semakin bingung. Saat sampai di parkiran, Jevarra melepaskan tangan nya dari lengan Madhava. "Sorry. Btw, kayaknya lo pulang duluan deh, Dhav." ucap Jevarra. "Kenapa?" "Gue kan mau pulang dulu, ambil pesanan Kala. Lagi juga rumah gue ga searah sama rumah lo. Jauh. Jadi lo duluan aja, gue agak lama soalnya mau ambil beberapa barang juga. Nanti gue pulang naik tak—" "Gue anter." Jevarra menatap Madhava. "Tapi kan jauh Dhav, nanti malah jadi bolak bal—" Lagi lagi Madhava memotong ucapan Jevarra. "Ga inget kata Bunda?" tanya cowok itu. "Hah?" Jevarra mengernyitkan dahinya. "Jagain lo. Masuk!" ucap Madhava begitu saja, lalu mendahului Jevarra yang masih terdiam. Jevarra menoleh kearah Madhava yang sudah di dalam mobil. Apa maksud dari cowok itu barusan? Jagain? Oh ayo lah, Jevarra merasakan banyak kupu kupu berterbangan di perutnya. Ini beneran Madhava yang mengatakan itu barusan? Kaca mobil depan Jevarra terbuka. "Mau bengong sampe kapan?" tanya Madhava. Jevarra yang tersadar pun terkekeh kecil. "Sorry, otak gue lagi ngeblank." kata Jevarra lalu masuk kedalam mobil. "Kenapa?" Jevarra menoleh kearah Madhava. COWOK ITU MASIH BERTANYA KENAPA??? Ingin sekali Jevarra menjawabnya sambil berteriak. "GARA GARA LO LAH MADHAVA!” Tetapi cewek itu hanya menggelengkan kepalanya. "Gatau tuh, gara gara tadi bu Dina ngejelasin materi nya panjang banget. Kepotong juga jadinya jam pulang nya." kata Jevarra tak sedikit berbohong. Sedangkan Madhava menganggukkan kepalanya untuk menanggapi cerita Jevarra. Ia kembali fokus menyetir mobil yang perlahan keluar dari parkiran sekolah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN