Bara memutuskan mencari jejak pembunuh yang meniggalkan remahan kacang polong di tempat kejadian, yang ia yakin sekali adalah ayahnya.
Dia memacu mobilnya dengan kencang menyusuri jalanan, yang memungkinkan dirinya untuk mencari kemana pelaku itu pergi.
Bara menyalakan mobile assist nya, untuk mencari track yang bebas dari kemacetan di siang ini, karena aktivitas di ibukota lumayan padat termasuk di jalan-jalan arteri.
GPS nya memberikan informasi mengenai jalanan yang terbebas dari kemacetan. Dan benar saja di depan ada sebuah mobil yang ia curigai milik kawanan ayahnya.
Dia mulai mengambil jarak aman untuk mengikuti kemana mobil itu pergi. Namun sepertinya mobil di depan mulai curiga pada bara, mobil itu segera menambah kecepatan dan melesat memasuki tol.
Bara yang sempat terhalang oleh pedagang kaki lima yang baru saja nyebrang langsung kehilangan jejak musuhnya, karena jarak yang terlalu melebar.
"Sial..." ucap Bara.
Laki-laki itu menghentikan mobilnya lalu bersandar sejenak, dia sangat lelah, tugas ke 100 ini tidak hanya membuatnya harus bergerak cepat namun juga mempermainkan mood nya.
Bara mengambil sebatang rokok, lalu menyulutnya, menghisap dalam-dalam, membiarkan mulutnya penuh oleh asap lalu meniupnya ke udara kosong di luar jendela.
Sesekali matanya melirik ponsel yang ia letakkan di atas dashboard. Sama sekali tidak ada notifikasi pesan masuk.
"Tuh cewek bisa gunain hp nggak sih, masa iya, sekali aja dia nggak pernah nanya, aku lagi dimana, udah makan belum, masa sih ciuman waktu itu sama sekali nggak membuat hatinya sedikit melunak." kesal Bara, kemudian membalik ponselnya agar dia tidak bisa melihat layarnya lagi.
Sementara itu di rumah bara, Niana sedang asyik membaca sebuah buku dari rak koleksi Bara.
Entah sudah buku keberapa yang keluar masuk dari rak dan berpindah ke tangan Niana. Sebenarnya dia tidak fokus membaca, bahkan buku apa yang dia ambil pun sebenarnya Niana tidak tahu.
"Kenapa sih, Bara nggak mau ngasih tau kemana dia pergi, tugas apaan, sampai kapan? ya gimanapun aku juga cemas dan takut dia kenapa-napa. Apa faedahnya ngasih aku hp kalau nggak ke pakai juga." kata Niana.
Niana meraih ponselnya, lcd nya bahkan masih sangat licin karena jarang tersentuh.
"Sumpah nge ganggu banget perasaan kaya gini, mau chat, mau nelpon, takut pas dia sedang mengintai, lupa gak matiin nada telponnya dan ketahuan, tapi kalau gak nanya bad feeling banget." ucap Niana sambil meletakkan kembali ponselnya.
"Terus aku harus ngapain lagi, sepanjang waktu cuma mondar mandir nggak jelas." kata Niana.
Akhirnya berjalan ke meja pantau cctv, dia pikir lumayan untuk membunuh waktu agar tidak jenuh sendirian, mantengin cctv.
Matanya terus berpindah dari satu kamera ke kamera lainnya. Tiba-tiba, dia menangkap sosok wanita cantik keluar dari mobil yang ia parkir di depan gerbang masuk ke rumah Bara.
"Looh siapa dia, kok mau kesini?" ucap Niana.
Cewek itu memiliki akses masuk kerumah Bara, Niana buru-buru, merapikan meja, lalu meraih ponselnya dan bersembunyi, di ruangan khusus milik Bara.
"Apa cewek itu... Pacarnya Bara?" tanya Niana dalam hati.
Dia memantau aktivitas cewek berbaju putih itu dari layar ponselnya, yang sudah terhubung cctv di rumah Bara.
"Cantik banget, pasti cewenya Bara." ucap Niana sekali lagi.
"Dasar semua cowok sama aja, kemarin bilang gak punya cewek, karena status pekerjaan dia selalu dalam bahaya, tapi nyatanya ada cewek cantik, masuk pake akses pribadi." ucap Niana.
Cewek cantik itu adalah Ellea, anak perempuan dari Tuan Shanon. Sejak kecil saat Bara masih tinggal bersama keluarga mereka, Ellea sudah menaruh hati padanya.
Bahkan dia terus menunggu sampai Bara kembali dari kemiliteran Rusia. Namun dia bereskpektasi terlalu tinggi pada Bara.
Bara hanya menganggap Tuan Shanon dan keluarganya adalah boss nya sampai akhir hayat, dia bahkan dengan berterus terang menolak, saat Ellea Shanon menyatakan cintanya pada Bara.
Ellea menghormati keputusan Bara, dengan berbesar hati dia tetap tersenyum menerima penolakan dari Bara. Mereka berteman baik hingga saat ini. Karena itulah saat Ellea merasa rindu pada Bara, dia bisa dengan bebas keluar masuk rumah Bara.
Ellea masuk ke dapur, dia menatap curiga ke sekitar, bau aroma masakan, dia juga melihat ke tempat sampah.
"Bara udah nggak makan mi instan lagi, dia masak? Kok bau aroma masakan." ucap Ellea sambil membuka tudung saji di meja makan.
"Ini... Dia masak sendiri apa ada orang lain dirumah ini?" ucap Ellea.
"Dia bawa cewek kerumah?" lanjut Ellea.
Ada rasa kesal bercampur cemburu di sana, dia mulai berkeliling mencari keberadaan seseorang yang mungkin sembunyi di rumah ini.
"Gawat... Dia menuju kamar ku." batin Niana.
Sedetik sebelum Ellea memutar knop pintu kamar Niana, Bara masuk lalu menyapa Ellea.
"Selamat siang... Nona Ellea, apa yang membawa anda kesini?" tanya Bara.
Ellea berjingkat kaget lalu berbalik.
"Oh... Aku baru saja datang, tumben kamu ada dirumah jam segini?" tanya Ellaa, dia kembali ke ruang tamu dan duduk disana.
Sementara Bara mengekor di belakangnya.
"Anda ingin minuman dingin atau hangat?" tanya Bara.
Ellea menghembus kan nafas berat, sebenarnya dia ingin, jika tengah berdua saja seperti ini, Bara bisa bersikap lebih santai padanya.
Namun bakalan percuma mengatakannya, karena Bara tetap menganggapnya sebagai nona muda di keluarga Shanon.
"Duduklah! Aku tidak ingin minum apapun." jawab Ellea.
Dengan patuh Bara duduk di sofa yang sama dengan gadis itu. Sejurus kemudian bara memalingkan wajahnya dan mencoba kembali menanyakan maksud kedatangan Ellea kerumahnya.
"Dua hari lagi, akan ada pertemuan pemegang saham di keluargaku, semua kakak dan kakak ipar aku bakalan datang, mereka akan menyerangku agar mau menyerahkan kepemimpinan Shanon Corp pada mereka. Kamu tau papa tidak pernah mau menyerahkan apapun pada mereka, papa hanya percaya padaku, dan pengacara kami juga pernah menjadi saksi. Tapi kamu tau, semakin aku kuat dalam kasus ini, semakin kuat pula mereka bakalan ngejatuhin aku." ucap Ellea.
"Diadakan di mana konferensinya?" tanya Bara.
"Di hotel Bolzano, aku datang sendirian tanpa pengacara, karena agenda sebenarnya adalah makan malam biasa, tapi aku takut mereka bakalan melakukan sesuatu tanpa aku sadari, aku pikir, kamu bisa datang sebagai pengawal pribadiku Bara." ucap Ellea.
"Iya saya akan bersama anda di sana." jawab Bara.
"Jam 7 malam kami harus ada di lokasi." kata Ellea kemudian.
"Iya... " jawab Bara.
"Makasih Bara, yaudah aku harus pulang, sebelum anak buah mereka menyadari kepergianku, aku terus diawasi oleh orang-orang mereka sejak papa meninggal." ucap Ellea.
"Hati-hati." ucap Bara.
Ellea mengangguk dia mendekati Bara kemudian berjinjit untuk mencium Bara.
Bara hanya membatu, namun sesaat setelah kepergian Ellea dia kembali keluar, tanpa Ellea sadari, Bara mengikutinya di kejauhan untuk memastikan Ellea sampai dirumah dengan selamat.
Malam harinya saat makan malam, Niana lebih banyak diam, dia hanya memainkan nasi yang ada dihadapannya.
"Kenapa? Masakannya nggak enak? Kan kamu sendiri yang masak." kata Bara sambil mulutnya penuh dengan makanan.
Niana Han mendengus kemudian mengambil segelas air putih dan meminumnya sampai habis.
"Tadi... Siapa cewek cantik yang datang kerumah?" tanya Niana lirih.
"Kenapa... Kamu cemburu?" tanya Bara sambil terus makan.
"Enggak... Ngapain juga cemburu?" kilah Niana.
"Cuma nanya doang." tambahnya.
"Dia adalah putri Tuan Shanon, kesini karena memberiku tugas untuk dua hari lagi. Kami nggak ada hubungan apa-apa, memang dekat dari dulu." jawab yang tanpa sadar memberikan klarifikasi tanpa Niana minta.
"Kenapa kamu menjelaskannya padaku? Kamu takut aku cemburu?" Niana balik bertanya.
Seketika Bara tersedak makanan dan langsung mengambil gelas bekas Niana tadi.
"Apa... Nggak kok aku nggak menjelaskan apapun." kata Bara kemudian.
"Terus kamu tadi keluar lagi kemana? Nganterin dia pulang?" tanya Niana.
"Iya... aku hanya mastiin dia pulang dengan selamat." jawab Bara.
"Ehmmm pantesan... Dia selalu kasih kamu ciuman saat bertemu?" tanya Niana.
"Fix... Kamu cemburu, iyakan ngaku kamu cemburu kan..." kata Bara.
"Enggak.. ngapain cemburu, enggak kok." Niana berusaha memalingkan wajahnya yang memerah.
"Yahhh bilang aja kalau cemburu. Sebelum kamu jauh cemburu lebih dalam, sebenarnya aku sering dapat ciuman dari klien wanita." ucap Bara.
"Haaahh..." gumam Niana.
"OOO... Okke." ucapnya kemudian.
Sementara itu di lain tempat. Sekelompok organisasi tengah membahas sesuatu.
"Kalau kita bisa megang Jefferson maka kita bisa manfaatin dia habis-habisan." ucap Brian.
"Urus saja semuanya, oh iya dan cari tau tentang Bara." utus Sam.
"Maksud anda, Bara putra anda, yang tadi siang ngikutin kita?" tanya Brian.
"Iya... dia sangat kompeten dan bisa jadi musuh paling tangguh buat kita, aku mau kalian bisa bikin Bara berada pada pihak kita bagaimanapun caranya." tambah Sam.
"Baik... Akan saya lakukan." ucap Brian.
"Cari tau sedetil mungkin tentang Bara, kalau perlu bikin tim investigasi khusus." tambah Sam.
"Siap pak." ucap Brian kemudian pergi meninggalkan acara meeting mereka.
"Kalian lanjutkan, aku mau istirahat." ucap Sam pada anak buahnya.
"Iya pak..." jawab Mereka.
Sementara itu Brian yang merupakan tangan kanan Sam, mulai menjalankan perintah Sam.
Dia bersama 3 orang anak buahnya mulai mencari infomasi mengenai Bara.
Di lain tempat, seperti biasa, setiap kali Bara terlelap, selalu muncul mimpi buruk yang akan terus terulang.
Bara bermandikan peluh, dia bangun dengan terengah-engah. Melihat jam sekitar jam 2 dini hari.
Dia tidak mau tidur lagi. Bara berjalan-jalan disekitar kamarnya. Matanya tertuju pada kamar Niana.
Dia mencoba membuka kamar itu yang ternyata tidak terkunci. Bara masuk perlahan dan tersenyum melihat tingkah Niana yang tengah tertidur.
"Jelek banget tidurnya." ucap Bara sambil duduk di tepian ranjang.
Rupanya Niana tengah bermimpi tentang kecelakaan di masa kecil yang menjadi awal kehancuran hidupnya.
Dia mulai memanggil mamanya. Dan menangis tanpa suara. Bara kasian sekali melihat Niana. Dia mendekat untuk memeluk Niana.
Namun Niana justru mencengkeramnya dengan erat dan memeluknya.
"Jangan tinggalin aku ma... Jangan tinggalin aku ma." ucap Niana.
Bara mengusap perlahan rambut Niana untuk menenangkan hati gadis yang di cintainya.
Tanpa sadar dia bisa tidur menghabiskan subuh sampai pagi dengan memeluk Niana.
Pagi harinya, Niana terbangun dan terasa sesak, dia kaget melihat Bara yabg terlelap di sampingnya sambil memeluknya.
Niana mendorong Bara dengan kencang, sampai laki-laki itu terjatuh dari ranjang.
"Aaauuuuwww..." keluh Bara.
"Kok kamu tidur disini, kamu apain aku semalam hah?" tuduh Niana.
"Apa sih... Bukannya kamu yang meluk aku dan bilang jangan tinggalin aku ..." kata Bara sambil menggosok badannya yang sakit.
"Ya mungkin aku mimpi. Kamu yang jelas-jelas masuk kamar aku, saat aku tidur, ini namanya pelanggaran privasi." kata Niana.
"Hahhh terserah." ucap Bara dia bangkit lalu keluar dari kamar Niana.
Terasa segar sekali, baru kali ini dia bisa tidur dengan nyenyak. Dia menggeliat kemudian pergi mandi.
Sedangkan Niana segera melihat pakaiannya dibalik selimut. Amannn... Dia pikir Bara mau ngapain.
Niana segera bangun dan mulai memasak. Begitu dia selesai masak dan menyajikan makanan diatas meja. Bara keluar dari kamarnya dengan memakai pakaian khas bertugasnya.
"Kamu... mau kemana sepagi ini?" tanya Niana.
"Aku harus memeriksa hotel Bolzano tempat Nona Ellea akan bertemu dengan keluarga besarnya." jawab Bara.
"Ohhh..." jawab Niana pendek.
"Aku akan pulang telat, aku mungkin makan diluar. Kamu makan saja sendiri ya." ucap Bara, setelah memakai topi hitamnya, dia berlalu.
Terlihat wajah Niana yang sedih dan kecewa sepagi ini.
"Iya... Hati-hati." ucap Niana.
Bara melihat kebelakang sesaat sebelum dia membuka pintu, terlihat Niana masih mematung di sana sambil menunduk.
Bara kembali lagi, lalu meraih tangan Niana. Menariknya hingga gadis itu berbalik dan berdiri beberapa inchi saja dari hadapannya.
Dia membingkai wajah Niana lalu mendaratkan kecupan di bibir Niana.
"Kamu tenang saja, aku nggak akan berpacaran dengan siapapun, karena aku tidak mau membahayakan mereka dalam hidupku." ucap Bara setelah melepaskan ciumannya.
"Jaga diri baik-baik." pamit Bara.
"Kamu tenang saja, aku nggak akan berpacaran dengan siapapun, karena aku tidak mau membahayakan mereka dalam hidupku, hahhhh dasar cowok apaan." kata Niana menirukan Bara.
"Apa... Itu termasuk denganku?" ucap Niana kemudian, dengan raut wajah tak terbaca.
"Lalu kenapa dia nyium aku setelah mengatakannya, dasar brengsek." protes Niana.
Niana yang kesal akhirnya memakan sendiri masakannya dengan lahap. Dia menyalakan berita di tv.
Matanya membulat, mendengar headline berita yang di bacakan si anchor berita.
"Pewaris perusahaan parfum EU de Rossa, telah resmi diumumkan hari ini, yaitu Issabel Groom istri kedua mendiang yang saat ini menjadi direktur utama." mata Niana berkaca-kaca.
"Jadi ini maksud mereka mau nyingkirin aku." ucap Niana.
"Hanya karena harta, Issabel membunuh mama dan papa ku, lalu membayar Bara untuk menghabisi ku juga." kata Niana.
"Mungkin aku akan tinggal diam, jika itu hartaku, nggak aku nggak akan tinggal diam, Karena itu adalah hasil kerja keras papa dan mamaku, hasil perjuangan mereka dari nol, Issabel is not deserve to get it." tegas Niana.
Niana mulai menangis dalam sepi. Dia kembali mengingat bagaimana Issabel dan saudari tirinya Lucia memperlakukan nya sejak kecil, sangat kejak dan tidak manusiawi