Pertemuan 4 bersaudara

1569 Kata
             Bara berangkat menuju hotel Bolzano, dia harus memastikan tempat pertemuan Ellea benar-benar aman dan tidak di manipulasi.      Dalam perjalanan dia terus memikirkan bahwa, kenapa dia bisa tidur dengan nyaman saat memeluk Niana.     "Apa mungkin, saat bersamanya rasa nyaman ini membuatku merasa lebih rileks dan bisa menikmati tidur?" pikir Bara.      "Ya tapi mana mungkin aku ngajakin dia tidur bareng, yang ada bakalan babak belur di hajar sama tuh cewek." lanjutnya.      "Dia suka sama aku? Ya keliatan sih, dia juga bilang waktu itu kalau cinta sama penolong nya semasa kecil, tapi..." ucap Bara terjeda.      "Tapi aku gak bisa.. dia bisa saja dalam bahaya kalau dekat denganku." lanjut Bara.      "Dari dia... Aku sadar kalau, ujung dari rasa sayang itu bukan kepemilikan, tapi keikhlasan." ucap Bara setelah lama terdiam.      "Aku nggak boleh egois, aku bisa saja menyatakan perasaanku padanya, tapi aku nggak bakalan tau apa efek nya kedepan, mungkin rasa sayang tidak harus berakhir sebagai pacar, cukup menjaga dan melindungi dia sepanjang masa, membuatnya nyaman dan bahagia udah cukup sebagai wujud dari sayang aku ke Niana." putus Bara pada akhirnya.      Mobil Bara sampai di area parkir hotel Bolzano. Dia masuk kedalam dan memeriksa segala sesuatu.      "Besok hotel ini akan jadi tempat private buat keluarga Shanon, kemungkinan-kemungkinan bisa saja terjadi. Hotel ini milik Tuan Shanon, semua orang juga tau kalau Ellea tidak bisa makan pedas dan seafood, pasti makanan itu tidak akan terhidang besok, jadi aman, lalu apa lagi." ucap Bara dalam hati.      Dia memeriksa ruangan tempat diadakan jamuan, setelah menyamar sebagai petugas loundry dia masuk ke ruang pertemuan, dan mulai memeriksa semuanya.      "Cctv aman..." ucap Bara.      "Meja dan kursi aman, tak ada alat penyadap dan senjata tersembunyi." lanjutnya.       Bara memeriksa semua sudut dan apapun yang ada diruangan itu tanpa terkecuali.       Keesokan harinya, Bara menjemput Ellea di kediamannya, Ellea sangat cantik dengan gaun hitam simpel dengan aksen asimetris di bagian bawah dress nya.      Dengan tas tangan senada dia melangkah masuk kemobil. Setengah jam menuju jam 7 malam. Bara mempercepat laju mobilnya.     Sampai di hotel, Bara membukakan pintu mobil untuk Ellea. Gadis itu terlihat sedikit cemas, tangannya dingin dan gemetar. Dia akan mengahadapi keluarga besarnya. Lebih tepatnya saudara-saudara yang serakah dan gila harta, Jefferson, Ave dan Tomy.      "Berjalanlah dengan anggun, anda cantik dan sangat berwibawa, jangan tunjukkan ketakutan anda di depan mereka, mereka akan lebih mudah menyerang anda saat anda terlihat lemah." ucap Bara.      Namun usahanya tidak berhasil, Ellea justru semakin berdebar-debar, dan gelisah.      Bara memegang tangan gadis itu, lalu mencium bibir mungil Ellea, sesaat setelah pintu lift tertutup.      "Jangan takut... Aku akan ada di sana nanti." ucap Bara.       Ellea tersenyum lalu membalas ciuman Bara, mereka terus melakukannya sampai pintu lift akan terbuka.      Setelah mengakhiri ciuman mereka, Ellea segera merapikan penampilannya, begitu pintu lift terbuka dia melangkah keluar diiringi Bara di belakangnya.      Ellea duduk ditempatnya 3 orang kakaknya sudah ada disana, mereka menatap Ellea penuh kepalsuan.      "Hai adikku apa kabar?" tanya Ave Kakak perempuan Ellea.      "Baik... Aku tidak tau apa mau kalian, dengan tiba-tiba menganggap ku sebagai saudara kalian, dan mengajakku makan diantara kalian. Bukannya selama ini kalian selalu mengabaikan ku." ucap Ellea. Bara hanya memperhatikan keluarga penuh konflik itu dari tempatnya berdiri.      "Makan saja dulu... Kita bahas nanti setelah kita makan." ucap Jefferson kakak tertu Ellea.       "Kamu tenang saja, tidak ada menu seafood dan pedas disini." kata Ave.       Ellea memulai makam dengan tetap menjaga kewaspadaannya.       "Sial aku udah nggak tahan lagi... Okke Ellea... Kenapa kamu tidak mau menandatangani persetujuan pemindahan kekuasaan hak atas kekayaan papa, kaku tidak percaya pada kami?" tanya Tomy.      Ellea menghentikan makannya.      "Ya kalian berdua memang tidak pantas dipercaya." kata Ave.       "Setidaknya kamu masih punya kakak perempuan Ellea." kata Ave.       "Apaaa.. kakak perempuan yang gila kerja, gila hormat dan gila jabatan seperti kamu, you not deserve to be a sister." kata Jefferson.      "Terus kamu ngerasa lebih layak gitu?" tanya Ave.      "Kamu bahkan nggak berhasil dalam pernikahan kamu." tambah Ave.       "Urusan keluargaku bukan ranah mu, jangan bawa masalah itu disini." sahut Jefferson.       Ellea menengok kearah Bara, wajahnya mulai menegang karena pertikaian di depannya.       "It's okay." ucap Bara dari jauh.      "Sekarang tanda tangani surat ini." perintah Tomy menyerahkan selembar surat dan juga pena kepada Ellea.      "Nggak..." jawab Ellea.      "He... Bocah, kau bahkan belum menikah kamu sama sekali nggak bisa melakukan ini sendirian." kata Tomy.      Tiba-tiba Ellea seakan tersedak dia bergantian menepuk dadanya dan memegangi perutnya, dia merasakan sesak nafas yang sangat sebelum jatuh  lemas tak sadarkan diri.       Bara segera berlari mendekat. Saudara-saudara Ellea sontak merapat untuk memberikan pertolongan.      "Jangan sentuh nona Ellea, saya akan mengurusnya!" kata Bara, melarang mereka bertiga mendekat.       Bara segera mengangkat Ellea seorang diri dan membawanya ke sebuah kamar VVIP, dia memanggil Hana, rekannya yang merupakan seorang dokter.      "Dia nggak tersedak, dia alergi kacang, kok kamu bisa ceroboh banget sih ngebiarin dia makan kacang, dia bisa aja mati karena makan kacang." jelas Hana.       "Tapi nggak ada hidangan kacang disana." ucap Bara.       "Yakin?" tanya Hana.       "Iya aku ngecek dua kali, kemarin dan sore tadi." jawab Bara.       "Yaudah kamu cari tau penyebab lainnya. Pasti ada sesuatu, biar dia aku yang jagain." ucap Hana.      "Okke... Aku tinggal dulu ya." pamit Bara.       "Okke Bar.. btw gimana keadaan Cewek kamu dirumah?" tanya Hana.       "Baik... Dia baik." jawab Bara.       "Yaudah aku tinggal dulu ya." pamit Bara.       "Okkeee..." ucap Hanna.       "Kalian berdua tuh beruntung jadi cewek yang di prioritasin sama Bara, sedangkan gue, gue cukup bahagia dengan dia masih ngebutuhin gue." ucap Hanna.      Bara kembali memeriksa ruang pertemuan yang ternyata sudah di sterilkan, dan kakak-kakak Ellea pun sudah tidak ada di sana.       Bara bergegas melacak kemana sisa-sisa perlengkapan makan mereka tadi di singkirkan.       Setelah bertindak cepat mencari ke sana kemari akhirnya dia menemukan sosok pelayan yang membawa bekas makan mereka tadi.       Bara menahan pelayan itu sebentar.       "Maaf saya harus memeriksa bekas makan ini, untuk keperluan penyelidikan. Bisakah anda membantu saya membawa ke tempat yang aman?" tanya Bara.       "Tapi..." ucap pelayan itu.       "Saya akan bayar dua kali lipat dari yang mereka tawarkan." ucap Bara.        Pelayan itu terlihat berpikir sejenak, kemudian menerima penawaraan Bara.       "Kamu tau Nona Ellea Shanon, yang duduk di tengah tadi?" tanya Bara.       "Iya... Ini barang beliau, saya sengaja menyendirikan karena oerj Tah dari Tuan Jeff." ucap pelayan.       "Jefferson?" tanya Bara.       "Iya bener." jawab Pelayan.       Bara lantas memeriksa satu persatu peralatan makan yang di pakai oleh Ellea tadi, dan benar saja, pada gelas Ellea tadi terdapat serbuk halus kacang di sekitar leher gelas.      "Ya sudah... Ini buat kamu." ucap Bara sambil menyerahkan lembaran uang pada pelayan tadi.      "Tuh kan bener, Ellea sengaja di celakain sama mereka." pikir Bara.      Dia kembali ke kamar Ellea, dan Hana masih setia menanti disana.      "Gimana?" tanya Hanna pada Bara.      "Memang terdapat serbuk kacang di gelas yang dipakai Nona Ellea tadi." jawab Bara.      "Terus tindakan kamu apa?" tanya Hanna.      "Aku akan mencari tau siapa pelaku yang menginginkan hal ini terjadi pada Ellea." jawab Bara.      "Hmm okke, yaudah aku pulang, dia paling juga bentar lagi bangun, kamu jaga in aja dulu bentar." pamit Hanna.       "Okke Han... Thank banget ya " ucap Bara.       Setelah kepergian Hanna, Bara duduk di sebuah kursi dekat tempat tidur Ellea.       Kemudian berdiri lagi, dia membuka tirai di kamar itu dan memandang keluar jendela. Sungguh indah panoramic malam ini, gemerlap lampu dibawah sana dan bintang diatas sana.      Bara membuka ponselnya, dia membaca ada satu pesan masuk dari Niana. Seketika mata Bara berbinar.       "Tumben... " ucap bara sambil membuka pesan itu.       "Dimana letak kotak p3k, aku tidak melihat nya, apa memang kamu nggak punya, kalau gak punya, nanti tolong beli kan obat dan pembalut luka ya." tulis Niana.      "A... Ap dia terluka." ucap Bara.      Dia langsung berniat untuk pulang, namun bersamaan dengan itu Ellea tersadar dari pingsannya.      "Kamu mau kemana?" tanya Ellea.      "Apakah anda baik-baik saja nona?" tanya Bara kembali mendekat untuk memastikan Ellea tidak kenapa-kenapa.      "Aku baik-baik saja, Come on Bara, kita hanya berdua, berhenti pakai bahasa formal padaku, kita seumuran. Dan kita udah bersama dari kecil." ucap Ellea.       Bara terdiam, dalam hati kecilnya dia menolak untuk merubah apa yang sudah ia lakukan dari dulu, hanya untuk menghormati Tuan Shanon.       "Kalau begitu, saya bisa pergi sekarang." ucap Bara.       "Kamu mau kemana?" tanya Ellea.       "Saya harus pulang sekarang." ulang Bara.       "Siapa yang menunggumu dirumah? Apakah kekasihmu ada dirumah mu?" tanya Ellea.       Bara hanya berdiam diri, setelah membungkuk untuk pamit, dia pun pergi dari sana.       "Cowok emang sama aja, berani nyium gak mau punya komitmen." kesal Ellea.       "Kenapa sih, kamu keras kepala banget Bara, ehhh gimana kalau aku ajak dia menikah, aku butuh suami yang bisa ngelindungin aku, dan aku nggak percaya sama cowok selain Bara. Tapi dia bakalan selalu nolak perasaan aku ke dia." ucap Ellea.      Sementara itu Bara mempercepat laju mobilnya untuk pulang, dia juga menyempatkan diri untuk membeli perlengkapan p3k karena memang dia tidak punya.       Selama ini dia bergantung pada Hanna untuk urusan luka-lukanya. Sehingga melupakan kalau dia memang seharusnya memiliki nya sendiri di rumah.       Sampai dirumah dia segera mencari keberadaan Niana. Ternyata sudah tertidur di kamarnya, layar televisi masih menampilkan drama Korea.       Bara melihat bekas darah mengering di jari telunjuk Niana. Dia menghembuskan nafas lega, karena hanya terluka karena goresan pisau.      Dia mengambil pembersih dan mengobati luka di tangan Niana kemudian membalut luka itu dengan hati-hati.      Setelah itu, dia mengusap rambut Niana perlahan. Telunjuknya menyusuri wajah Niana setiap inchi nya.      Sangat cantik, masih sama dengan wajah yang selalu ia rindukan semasa kecil. Malam ini bara memutuskan untuk tidur di kamar Niana yang hangat, ia berbaring di atas sofabed dekat jendela.            Sampai bab sini, maaf banget ya... Belum bisa lanjut, mungkin bulan depan, lagi sakit soalnya butuh istirahat total
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN