Tengah Malam

1002 Kata
Bara pulang kerumah dengan wajah yang sangat kusut dan bau keringat. Dia melepaskan jaket dan melemparnya begitu saja. Dia melongok ke sekitar nya. "Mana gadis itu apa dia sudah tidur?" "Nyariin aku ya?" Tiba-tiba Niana muncul dari balik tirai kamar mandi sambil menutupi dirinya dengan selimut. "Kamu ngapain disitu?" "Ehmm tadi kupikir ada seseorang yang beberapa kali berhenti didepan rumah, dan terus menerus melihat kerumah ini. Ya udah aku sembunyi disini." "Aku hanya melarangmu terlihat dari jendela bukan berarti harus melihatmu bertingkah aneh kan." "Habisnya aku takut sekali." "Kamu sendiri ngapain seharian, jam segini baru pulang?" "Aku tadi sibuk ngurusi pemakaman mu." "Ehh..." "Kamu lupa kalau kamu harus mati, aku sudah membunuhmu kan, sesuai perintah orang itu." "Terus kamu dapat penggantiku darimana?" "Dari kamar jenazah aku jemput mayat yang tak teridentifikasi lalu ku bawa pulang dan dimakamkan dengan layak." "Aku tau siapa laki-laki yang ada di foto ini?" Bara menunjukkan ponselnya pada Niana. "Dia kepala pelayan dirumah, ada apa?" "Nggak kok, nggak ada apa-apa." "Kalau ada apa-apa kamu harus cerita dong, soalnya ini tentang aku kan." "Iya..." jawab Bara. Dia tidak mungkin cerita ke Niana soal kepala pelayan yang ternyata bertugas memberinya bayaran plus bonus. Jadi yang menginginkan kematian Niana adalah keluarga nya sendiri. "Kamu tadi masak apa?" tanya Bara, sambil membuka pintu kulkas untuk mengambil segelas air dingin. "Itu ada Melanzana dan Peperone." sahut Niana. Bara mengerutkan dahinya, dia mencoba mengartikan bahasa asing apa yang digunakan Niana untuk menyamarkan nama masakannya. "Aa... iya kenapa aku bisa lupa." ucapnya sambil membulatkan mata, melihat tumis terong dan paprika terhidang pasrah di meja makan. "Apa?" tanya Niana. "Enggak... ini ada Melanzana dan Peperone." tunjuk Bara ke piring yang berisi tumis terong. "Ehh jangan meremehkan ya, walaupun gitu tampilannya tapi rasanya enak kok." Niana memberikan pembelaan terhadap masakannya. "Hmmm..." ucap Bara, dia mengambil piring dan sendok, lalu memenuhinya dengan nasi juga tumis terong yang dibikin oleh Niana. "Gimana?" tanya Niana memastikan bahwa masakannya layak untuk dimakan manusia lain. "Yah... lumayan lah, daripada junkfood, bikin pencernaan ku nggak beres." jawab Bara, yang lahap sekali menghabiskan makanannya. Masakan Niana emang enak, kaya rasa dan bumbu nya sesuai selera Bara "Padahal aku tadi nggak yakin loh, soalnya aku masak mie buat aku sendiri hehe.." Niana menjulurkan tangannya hendak mencicipi makanan yang dia masak tadi. Namun buru-buru Bara menjauhkan wadah tumis tadi dari jangkauan Niana. "Aa... baiklah habiskan habiskan." ucap Niana kecut. Usai makan Bara berdiri hendak membawa piring ke tempat cucian, namun dari roll blind yang tidak menutup sempurna, dia melihat kelebatan cahaya senter yang menyorot kerumahnya dari arah depan. Dia melihat kearah Niana, mengisyaratkan dengan jari telunjuknya untuk tidak bersuara. Niana menganggukkan kepala sambil menutup mulutnya sendiri. Bara menjulurkan tangannya menggapai saklar untuk mematikan lampu. Seketika ruangan menjadi gelap gulita. Dia berjalan tanpa suara kearah Niana, mengajaknya merunduk sembunyi dikolong meja. Lalu dia keluar meninggalkan Niana seorang diri di kolong meja, untuk memeriksa penyusup yang berani sekali mendatangi markasnya. Dia berjalan mengendap-endap, namun sudah tak ada siapapun di depan. dia berlari memantau cctv di kamarnya. "Aaa.. Sial, kalau saja aku nggak matiin lampu di dapur tadi, pasti mereka masih ada." ucap Bara kesal, melihat sebuah mobil baru saja putar balik di depan rumahnya. Dia kembali ke dapur, menuju kolong meja tempatnya menyembunyikan Niana tadi. Bara tersenyum melihat Niana bersembunyi dengan patuh meringkuk di kolong meja. "Udah... keluarlah." kata Bara mengulurkan tangannya. "Udah pergi?" tanya Niana menerima bantuan dari Bara untuk keluar dari sana. "Iya..." "Ayo ikut aku..." ajak bara, mengajak Niana ke kamarnya. "Kalau aku nggak ada, kamu bisa pantau cctv dari sini, dan tetap di kamar ku saja ya jangan keluar, kalau tidak darurat." kata Bara. "Kalau darurat?" tanya Niana "Kalau darurat sini..." Bara meraih tangan Niana, dia menunjukkan sesuatu di balik dinding kamarnya dengan remote kontrol kecil dari balik saku jaketnya. "Kamu bisa sembunyi di kamar lain, darikamar ini, dan portal itu hanya bisa dibuka menggunakan remote ini." jelas Bara. Dia berjalan menuju kamar yang baru saja terbuka itu kemudian duduk di atas ranjangnya. Niana terpukau pada segala rahasia di balik rumah ini ia berjalan mengikuti Bara. Namun langkahnya terhenti karena tiba-tiba Bara berbalik. Niana. Reflek mundur beberapa langkah. "Kamu ingat kan, kalau aku kerja sendirian, jangan mempersilakan siapapun masuk apalagi yang mengatasnamakan sebagai teman atau rekan kerjaku. Ada satu orang ya g aku kasih akses masuk, Dia juga bisa kamu percaya." Jelas Bara. "Okkeee..." jawab Niana, dia meluruskan kakinya menuju tempat tidur di ruangan yang baru saja terbuka tadi, disusul Bara. "Kamu tenang aja, aku janji bakalan ngelindungin kamu sampai akhir." kata Bara dalam hati. "Kamu kenapa liatin aku kaya gitu?" tanya Niana. "Enggak kok... PD banget jadi orang, belek lu tuh kering." sahut Bara yang salah tingkah kemudian berlalu. Niana buru-buru membersihkan kotoran matanya, yang nyatanya sama sekali tidak ada. "Heehh... dasar, ngomong aja, kamu liatin aku kan daritadi." kata Niana sambi menunjuk-nunjuk kearah Bara yang sudah ngacir, dan kembali sibuk di meja kerjanya, sementara Niana keluar dari ruagan tersebut. Hanya beberapa saat berselang, Niana merasakan perutnya terbakar, dia memegangi sambil berjalan perlahan menuju dapur untuk mengambil segelas minuman dingin. Dia hanya memegangi pintu kulkas tanpa sanggup membukannya. "Bara tolong aku..." ucap Niana lirih, yang tentu saja tak akan terdengar oleh bara dari ruang kerjanya. "Aku yakin aku nggak salah makan, tapi kenapa perutku seperti ini..." lanjutnya. Bara yang kemudian melihat kearah cctv, mengerutkan keningnya, dia melihat Niana yang ter-record sedang memegangi perutnya, dengan sebelah tangannya berpegangan pada handle kulkas. "Apa dia baik-baik saja?" tanya Bara pada dirinya sendiri. "Coba aku lihat kesana." lanjutnya. Begitu sampai di dapur dia melihat Niana sudah terjatuh di lantai. "Ya Tuhan... kenapa ini?" Bara reflek memeriksa suhu tubuh dengan menempelkan telapak tangannya pada dahi Niana, juga detak jantung. "Aku nggak bisa bawa dia kerumah sakit, karena bisa berbahaya, terus gimana nih." pikirnya. "Coba ku telpon Hanna.." Bara merogoh ponselnya dari balik saku celana. "Han... bisa kerumah sekarang nggak?" tanya Bara. "Bisa... ada apaan?" tanya Hanna. "Ya ada seseorang yang harus kamu periksa, urgent sekali buruan ya." titah Bara. "Iyaaa..."kata Hanna kesal karena pertanyaannya tidak dijawab dengan melegakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN