bc

Trapped By The Devil END

book_age18+
1.8K
IKUTI
11.3K
BACA
billionaire
possessive
contract marriage
arranged marriage
CEO
drama
sweet
mxb
city
office/work place
like
intro-logo
Uraian

Karenina terpaksa menikah dengan pria dingin bernama Evan karena ancaman Pria itu. Dia membenci Karenina dan keluarganya akibat kematian sang kakak yang memilih mati bunuh diri karena patah hati terhadap Shopia--kakak Karenina. Dia berniat membuat Shopia menderita dengan menikahi Karenina dan menyiksanya secara perlahan.

Lalu, bagaimana dengan Abigail sang aktris yang begitu terobsesi pada Evan dan Damian yang selalu mencintai Karenina.

chap-preview
Pratinjau gratis
BAB 1
Tiga hal yang Karenina sukai dalam hidup; cinta yang tulus, persahabatan dan kejujuran. Karenina selalu memegang tiga hal yang disukainya itu dalam menjalani hidup. Dia teramat benci berhubungan dengan kebohongan, cinta yang palsu dan permusuhan. Tapi takdir memberikannya pilihan yang sangat dibenci Karenina. Yaitu, menikah dengan Evan. Pria yang setengah mati membenci keluarganya. Semua berawal dari sebuah kesalahan yang dilakukan kakak Karenina—Shopia. Shopia telah menghancurkan hati kakak Evan hingga membuat pria itu mati bunuh diri. Evan sangat menyayangi kakaknya, dan dia bersumpah akan membuat Shopia, adiknya dan semua keluarganya sengsara. Evan sudah membunuh ayah Karenina dan Shopia secara tidak langsung dengan permainan liciknya dalam bisnis. Perusahaan ayah Karenina gulung tikar. Dan sekarang Karenina yang sempat mengecap bangku kuliah tidak bisa meneruskannya padahal dia sudah sampai semester 6. TinggalG dua semester lagi. Dan ya, Karenina sekarang bekerja sebagai penjaga toko bunga. Lalu, Evan datang meminangnya dengan ancaman akan membuat ibunya mati seperti sang ayah. Dan entah bagaimana dia mau setelah perundingan yang alot terjadi di antara dirinya dan Evan.             “Aku tak pernah mau menikah dengan pria semacam Evan, Shop.” Karenina menatap hampa Shopia yang baru muncul setelah mendengar adiknya menikah dengan Evan.             “Ya, aku tahu. Ma’af, aku tidak bisa menjadi kakak yang baik. Aku telah membuat kalian sengsara dengan kelakuanku.” Matanya berkaca-kaca. Dengan susah payah Shopia berusaha menahan air mata yang sedari tadi mencoba mendobrak pertahanannya. Hujan di luar semakin deras.             Shopia sengaja menghilang sejak kakak Evan meninggal. Dia tahu Evan akan memburunya dan Shopia hanya memikirkan dirinya sendiri dibandingkan keluarganya. Sekarang, Karenina menyandang gelar Nyonya Evan Rangga Wijaya. Pria dingin yang jahat. Dia memang mirip iblis dengan semua ambisinya. Sejak kecil Evan selalu mendapatkan apa pun yang diinginkan. Semua orang tunduk padanya. Tunduk pada kekuasaannya.             “Bagaimana keadaan ibu?” tanya Shopia mendongak berusaha agar air matanya tidak jatuh.             “Ibu baik. Dia selalu mengkhawatirkanmu.” jawab Karenina merapatkan kardigan cokelat pada tubuhnya yang semakin dingin.             “Titip ibu ya.” Shopia menyodorkan amplop di atas meja. Dia angkat p****t dan melesat pergi meninggalkan Karenina yang semakin menggigil karena hujan di luar sana terus membesar.             Sebelum Karenina bangkit dari kursi kayu jati, dia memasukkan amplop cokelat dari Shopia ke dalam tasnya. Dia keluar dari kafe dengan membawa payung hitam. Karenina masih 21 tahun saat memutuskan untuk putus kuliah. Selama dua tahun dia bekerja di Toko Bunga  Choco D’Florist. Evan datang dengan aura kegelapannya dan meminta Karenina menikah dengannya atau Evan akan membuat ibu dan kakaknya lebih sengsara lagi. Karenina tahu kalau Evan ingin membuatnya sengsara dengan pernikahan ini.             Karenina dan Evan tinggal di sebuah rumah mewah yang memiliki jarak puluhan kilometer dengan rumah-rumah lainnya. Rumah dengan berbagai macam fasilitas yang dibuat Evan agar Karenina tidak pernah pergi kemana pun. Dia mengurung Karenina seakan Karenina adalah tawanannya. Evan juga tidak mengizinkan adanya asisten rumah tangga atau apa pun. Rumah mewah itu hanya diisi oleh dirinya dan Karenina.             Karenina membuka pintu rumahnya dengan keterkejutan yang tidak bisa ditutupi.              Evan duduk dengan sebelah kaki terangkat ke atas. Kedua tangannya bersilang di perut. Menatap Karenina dengan tatapan yang selalu membuat Karenina ngeri.             “Darimana?” tanya Evan.             Karenina menelan ludah. “Aku tadi beli sesuatu.”             Sebelah alis Evan terangkat tinggi. “Apa?”             “Kopi. Aku minum di luar.” Karenina memasuki rumah dengan mengabaikan tatapan Evan.             Evan menatapnya tajam. Semakin abai Karenina padanya, Evan akan semakin menatapnya dengan tajam. Terlalu tajam hingga mampu menusuk hati Karenina.             “Kamu keluar dan tidak memberitahuku?” Evan bangkit menghampiri Karenina.             Perlahan Karenina menatap mata setajam elang itu. “Kenapa aku harus selalu bilang padamu setiap kali aku pergi. Aku hanya pergi sebentar.” Karenina mengatakannya dengan nada rendah.             Evan menjulurkan lehernya hingga dia hanya berjarak beberapa senti dari wajah polos Karenina. “Kamu menantangku?” tanyanya dengan napas bau alkohol yang manis. Karenina tidak suka alkohol tapi bau alkohol yang keluar dari napas Evan entah bagaimana membuatnya menyukai bau itu. Manis dan menyengat.             “Tidak, Evan.” Karenina menggeleng.             “Kamu ingin melawanku, Karenina.”             Karenina kembali menggeleng. “Tidak.”             Jika dia berani melawan Evan, maka kematian ibu dan kakaknya tinggal menunggu waktu saja. Tentu saja Evan bisa menyewa pembunuh bayaran yang mampu melakukan pembunuhan secara bersih. Karenina bertahan dengan kesengsaraannya demi ibu dan kakaknya. Hanya mereka berdua. Karenina merelakan semua kebahagiaannya agar bisa menyelamatkan ibu dan kakaknya setelah kematian ayahnya. Karenina sadar kalau Evan memiliki kekuasaan dengan harta yang dimilikinya. Dan jangan lupa paman Evan adalah petinggi salah satu partai sekaligus pejabat negara yang berkuasa.             “Bagus! Sekarang siapkan aku air hangat untuk mandi.” titah Evan layaknya seorang pangeran yang menyuruh pelayannya. ***             Evans memuntahkan daging sapi panggang buatan Karenina. “Kamu mau meracuniku?” tanyanya tajam.             Karenina tidak heran dengan apa yang sering dilakukan Evan. Meremehkan makanan buatannya dan terkadang memuntahkannya seakan di luar sana tidak ada orang yang kelaparan.             Karenina hanya menatap Evan tanpa berkomentar.             “Siapkan jas dan tasku.” titah Evan.             Pria itu melewati Karenina begitu saja.             Dengan berjalan cepat Karenina memberikan tas dan jas kepada Evan yang sudah duduk di dalam mobil.             “Jangan kemana-mana.” kata Evan dengan nada ancaman.             Evan menatap Karenina dengan tatapannya yang khas. Tajam dan dingin. Selalu begitu. Dan Karenina selalu menatap Evan dengan tatapan yang patuh meskipun dalam hati dia memberontak.             Pernah terbesit dalam pikiran Karenina untuk membunuh Evan. Memasukkan racun dalam minumannya dan membuat pria itu mati seketika. Tapi dia tahu itu hanya akan membuat dirinya makin hancur dengan label seorang pembunuh.             Satu-satunya jalan mungkin dengan menunggu sebuah keajaiban datang. Keajaiban yang membuatnya terlepas dari Evan. Terlepas dari jerat iblis yang diciptakan Evan.             Karenina teringat akan ucapan seorang temannya di toko bunga Choco D’Florist. Pertama kali Karenina bertemu dengan Evan adalah di toko bunga Choco D’Florist. Karenina ingat pertama kalinya pria itu datang mengenakan mobil mewah buatan Eropa. Dia datang dengan segala pesonanya yang selalu berhasil membuat para wanita terpukau.             “Ada bunga lilly putih?” tanya Evan pada Karenina. Saat itu Karenina meyakini Evan belum mengenalnya sebagai adik Shopia dan kakaknya belum meninggal.             “Ada.” ujar Karenina dengan senyum ramah.             Karenina tahu pria di hadapannya itu menjadi pusat perhatian para karyawan toko dan beberapa pengunjung yang mengenal keluarga Wijaya.             “Itu, lho, yang punya bisnisnya ada dimana-mana.”                  “Ganteng banget, ya.”                                       “Pemilik salah satu perusahaan top di Indonesia.”             “Sudah menikah belum ya?”             Itu hanya segelintir kalimat bisik-bisik yang tak sengaja didengar Karenina.             “Mau yang mana?” tanya Karenina ramah ketika Evan sampai di tempat khusus bunga lilly. Di sana dipenuhi berbagai macam bunga yang segar. Terkadang Karenina merindukan bau bunga-bunga di tempat kerjanya. Bau yang selalu mengarah pada keindahan.             “Bunga lilly putih melambangkan sesuatu yang bersih dan suci.” kata Karenina kala itu.             Evan menoleh tanpa berkomentar.             “Kalau bunga lilly kuning melambangkan perasaan bahagia. Lilly merah dilambangkan sebagai kemakmuran dan kekayaan—“             “Saya hanya mau membeli bunga lilly warna putih.” Potong Evan dingin.             Ada keheningan yang kaku antara Karenina dan Evan.             Dan setelah kepergian pria yang tidak sekalipun tersenyum itu, Sonya, teman Karenina di  Choco D’Florist memberitahu fakta tentang pria dingin yang sama sekali tidak membuat Karenina berminat.             “Dia itu memang begitu orangnya, Karen.” hanya Sonya yang memanggil Karenina dengan panggilan Karen.             “Dingin, tertutup dan tidak centil. Karena itulah banyak wanita suka dengannya.” Sonya meletakkan buket bunga mawar merah di atas meja kasir. “Katanya, Cuma dia yang nolak cewek secantik Abigail.”             Dahi Karenina mengernyit. “Abigail itu siapa?” tanyanya polos.             “Ya ampun, kamu tidak mengenal Abigail?” mata Sonya membelalak.             Karenina menggeleng tenang.             “Abigail itu super model sekaligus aktris yang pernah berkarir di Amerika—katanya sih.” Sonya bercerita dengan ekspresi ‘wah’ meskipun kebenaran ceritanya perlu dipertanyakan.             Karenina merasa apa yang diceritakan Sonya tidak penting. Baginya, mengetahui urusan pribadi orang lain itu melanggar aturan hukum tak tertulis. Dan Karenina tak penah penasaran dengan Evan ataupun Abigail. Dia bahkan jarang membuka akun medsosnya. Dia merasa lebih damai tanpa membuka akun medsos yang isinya hanyalah orang-orang yang berusaha memamerkan segala hal yang membuatnya inferior.             Karenina hanya ingin fokus pada masa depan yang dirancangnya. Dia menabung lima ratus ribu rupiah per bulan demi masa depannya nanti. Dia dan ibunya sudah tidak memiliki apa-apa lagi ketika perusahaan ayahnya bangkrut. Dia hanya memiliki rumah tua yang sudah bobrok. Rumah tua yang dibeli Shopia secara diam-diam untuk mereka karena rumahnya yang bergaya American style disita pihak bank. Semua hilang. Semua yang dimilikinya lenyap. Tapi itu tidak membuat Karenina bersedih terlalu lama. Dia harus bangkit untuk menjalani hidup. Bekerja dan membahagiakan ibunya.             Karenina tak pernah menyangka kalau dia akan menikah dengan Evan—iblis berwujud manusia. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook