Chapter 3

708 Kata
Ivy merentangkan tangannya sambil menguap lebar. Lantas ia pergi ke kamar mandi sekadar cuci muka lalu keluar menuju dapur untuk memasak.  "Udah berangkat sekolah kali ya?" monolog Ivy. Sejak bangun tidur ia belum melihat gerak-gerik Bian.  Sekarang ia sudah selesai memasak nasi goreng, cukup untuk mereka berdua. Ia masuk ke kamarnya lalu pergi untuk mandi.  Ivy sudah rapih memakai rok selutut dengan motif kotak-kotak dan kemeja berwarna putih.  Saat ingin keluar dari apartemen tiba-tiba ia kepikiran tentang Bian. Lantas ia pergi ke kamar laki-laki itu.  Cklek Ivy membuka knop pintu kamar Bian, ia memasuki kamar itu dengan perlahan.  Dan dapat ia lihat Bian sedang bergelut dengan selimutnya. Seluruh tubuhnya tertutup selimut dengan badan yang menggigil. Buru-buru Ivy menghampiri Bian.  Ia mengecek suhu tubuh Bian, panas. Dengan sigap Ivy balik ke dapur mengambil air hangat untuk mengompres Bian.  Bian dengan wajah pucatnya menatap Ivy, "Gue gak apa-apa. Udah sana lo berangkat." Ivy hanya diam tidak menjawab ucapan Bian.  Setelah mengompres Ivy keluar dari apartemen untuk membeli obat di apotek sekalian membeli bubur.  Tidak lama Ivy sampai di apartemen ia membuka pintu kamar Bian.  "Sarapan dulu," Ivy sudah menyendokan bubur lalu menyuapi Bian.  Bian yang menyender lemah di kepala ranjang, membuka mulutnya lalu memakan bubur itu perlahan.  Hanya tiga sendok saja, setelah itu Bian menolak suapan dari Ivy.  "Lo gak pengen sembuh hah!" bentak Ivy. "Abis ini minum obat," Katanya, mencoba menyuapi Bian lagi.  Bian tetap menolaknya, ia hendak tiduran kembali. Tetapi Ivy mencegahnya dan langsung memberi obat dan segelas air hangat.  Selepas minum obat Bian tiduran kembali. Ivy menatap Bian tidak tega. Ia berjalan menjauh dari Bian lalu ia menelpon Megan.  "Halo!" jawab Megan di sebrang sana.  "Halo Meg... Uhm, gimana ya ngomongnya," ucap Ivy tidak enak.  "Kenapa? Ngomong aja." "Hari ini gue gak bisa handle kafe. Bian sakit," ucapnya.  "Santai aja nanti gue yang handle, lo urus aja suami berondong lo." Kata Megan yang di akhiri dengan kekehan.  Ivy menghela napas pelan, "Yaudah makasih ya." Katanya, lalu menutup telponnya.  Diam-diam Bian mendengar ucapan Ivy karena ia hanya memejamkan mata dan tidak tidur. Bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis.  Ivy menaruh ponsel nya di nakas di samping ponsel Bian. Ia memperhatikan Bian yang menutupi tubuhnya dengan selimut. Ivy duduk di tepi ranjang.  "Ketua geng kok lemah!" cibirnya.  Bian membuka matanya, "Siapa yang lemah." Ujarnya, yang memegang tangan Ivy.  Ivy melepaskan tangan Bian dari tangannya, "Udah sana tidur." Bian tersenyum smirk lalu ia menarik lengan Ivy hingga gadis itu jatuh ke pelukannya. Bian memeluk Ivy lalu membawa gadis itu tidur di sampingnya.  Ivy menggerakan tubuhnya untuk melepaskan pelukan Bian. Tetapi gerakannya terhenti saat mendengar ucapan Bian.  "Sebentar aja," ucap Bian.  Ivy diam di pelukan Bian. "Gue mau ganti baju," cicitnya.  Ia memang ingin mengganti baju dengan baju rumahan saja.  Bian menggelengkan kepalanya, "Gak usah, lo ca—" "Apa?"  "Lo jelek. Make apapun tetep jelek," ucap Bian berbohong. Padahal ia melihat Ivy sangat cantik. Sejak pertama bertemu bahkan sekarang Ivy makin cantik di matanya.  Ivy mencebikkan bibirnya kesal, "Gak usah peluk-peluk gue." Katanya, melepaskan pelukan Bian dengan kasar.  Ia turun dari ranjang sambil menatap tajam Bian.  Tatapan Ivy teralihkan karena suara dering ponsel Bian. Ia mengambil nya di nakas.  Nomornya tidak ada nama, Ivy mengangkatnya. Bian tetap acuh, ia mulai memejamkan matanya.  "Ha—" "Sayang kamu dimana? Kenapa gak sekolah?" Ivy terdiam, mencoba mencerna.  "Halo" "Halo beb!" "Ini siapa ya?" tanya Ivy akhirnya.  "Lho! Ini siapa? Kok suara cewek. Pasti kakaknya ya?" Ivy memicingkan matanya sinis pada Bian yang sudah menatapnya.  "IYA GUE KAKAKNYA!" Teriak Ivy kesal. Lalu mematikan telpon dan membantingnya ke atas kasur.  "Lo cemburu?" celetuk Bian.  "Gue?" ucap Ivy menunjuk dirinya sendiri.  Bian mengangguk.  "Buat apa? Gue cuma kesel aja. Gue di anggep kakak lo padahal ogah banget punya adek kayak lo!" Ivy mengucapkan itu dengan sekali tarikan napas. Mulutnya terbiasa merepet pada Bian. Dan Bian terbiasa menerimanya.  "Yaudah," balas Bian acuh.  Ivy mendesah kasar lalu ia keluar dari kamar Bian menuju kamarnya. Ivy mengganti pakaiannya menjadi celana training dan kaos polos yang kebesaran. Ia mencepol rambutnya yang sejak tadi tergerai cantik.  Ivy masih misuh-misuh sendiri.  "Apa? Gue cemburu?" monolognya.  Ia menyenderkan punggung nya di sofa. Lalu menyalakan televisi.  "Ngapain gue cemburu sama bocah, cantikan gue pasti." Kata Ivy dengan pede. Sepertinya kepedean Megan menular pada Ivy. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN