Bian sudah memakai celana jeans dan kaos hitam pendek yang di padukan dengan jaket denim. Ia menaiki motor kawasaki KLX-250 berwarna hitam kesayangannya.
Ia menuju tempat balapan. Di sana sudah ada ke-empat sahabatnya. Neptunus sedang memeriksa motor ninja yang akan dipakai Bian.
Selesai mengecek, Bian menaiki motor ninja merah itu.
"Lo pasti bisa!" ucap Leo setelah menepuk pundak Bian.
Kedua motor ninja sudah siap di jalanan.
Brumm, brumm..
Suara knalpot motor yang berisik tanda kedua belah pihak yang tidak sabar untuk memulainya.
Arthur tersenyum smirk pada Bian. Bian hanya biasa aja, dengan tingkat kepercayaan dirinya yang tinggi ia yakin menang.
"Tiga.... Dua...."
Hitungan mundur sudah di teriakan oleh Cassandra, pacar Arthur.
"Satu..."
Brum!
Brum!
Motor keduanya sudah melaju cepat membelah jalan raya yang sepi.
Teman-teman Bian nampak santai, karena ia yakin Bian menang. Tetapi teman-teman Arthur yang nampak tidak tenang. Mereka memasang raut wajah permusuhan.
Dan, terlihat Bian yang mendekati garis finish.
Bian mencapai garis finish terlebih dahulu. Ia memberikan smirk pada lawannya itu. Arthur nampak tidak terima. Laki-laki itu turun dari motornya dan menerjang Bian.
Bian mengusap sudut bibirnya yang berdarah, lalu ia turun dari motor dan langsung membalas pukulan Arthur.
"Anjing lo!" teriak Bian lantang.
Bukan hanya Bian dan Arthur yang berkelahi. Teman-teman nya ikut tersulut. Keadaan di tempat itu menjadi tidak terkendali.
Hingga suara sirene berbunyi, baru mereka berlari kesana kesini untuk menyelamatkan dirinya masing-masing.
Bian dan ke-empat sahabatnya berhasil kabur. Sekarang ia menuju markas.
Sesampainya disana mereka di obati oleh Neptunus yang memang tidak terluka parah.
Tetapi sebelum di obati, Bian malah berdiri dan pamit pulang. Leo mencegahnya tetapi Bian tetap melangkahkan kaki nya untuk pulang.
Bian memang belum sempat pulang. Sepulang sekolah ia bekerja di kantor Papa nya. Malamnya ia langsung ke markas. Dan sekarang tengah malam ia pulang menuju apartemen nya.
Cklek
Bian membuka pintu apartemen dan tatapannya tertuju pada seorang wanita yang sedang menonton televisi.
"Kalau mau makan angetin lagi aja." Kata Ivy, lalu mematikan televisi dan pergi ke kamarnya.
Bian mengikuti Ivy ke kamar wanita itu yang berada di sebelah kamarnya.
Brak
Ivy menutup pintu dengan kasar. Bian mengetuk pintu kamar Ivy.
Ivy tidak membukakan pintu, Bian terus menggerakkan knop pintu yang ternyata tidak di kunci.
"Kenapa?" tanya Ivy ketus, tanpa melihat ke arah Bian.
"Obatin," kata Bian yang sudah duduk di pinggir ranjang Ivy.
Sudah satu bulan mereka menikah, tetapi hubungannya belum berjalan seperti pernikahan pada umumnya.
Ivy mengambil kotak p3k. Ia mengobati luka Bian.
"Norak banget sih berantem segala," ketus Ivy.
"Gue cuma minta di obatin bukan di omelin." Kata Bian sambil menatap Ivy yang sedang memasang wajah jutek.
Ivy membereskan kotak p3k nya kembali. Lalu ia mengusir Bian untuk keluar dari kamarnya.
"Gue mau tidur," kata Ivy pada Bian di depan pintu kamarnya. Ia hendak menutup pintu tapi Bian menahan nya.
"Gue laper," ucapnya.
"Makan."
"Siapin," kata Bian. Sebelum Ivy membuka mulutnya untuk protes Bian langsung berkata, "Inget. Gue suami lo!" Katanya yang langsung berjalan menuju meja makan.
Ivy berjalan dengan malas menuju meja makan. Ia menghangatkan kembali ayam goreng beserta sayur sup.
Ia menyediakan nasi beserta lauk pauknya di meja.
"Ini tuan silahkan di makan," ucap Ivy seraya membungkuk. Lalu hendak pergi ke kamarnya, tetapi lagi-lagi Bian menghentikan langkahnya.
"Temenin," ucap Bian dengan wajah ketus.
Dengan terpaksa Ivy duduk di kursi depan Bian. Ivy menatap Bian yang dengan lahap memakan masakannya. Suami nya itu memang tampan. Dari segi manapun di lihat pahatan wajahnya begitu sempurna, ia menuruni ketampanan Papa nya, Samudera Dallas.
Ivy menggelengkan kepalanya untuk mengenyahkan pikiran tentang Bian.
"Kenapa lo geleng-geleng." Kata Bian dengan alis terangkat sebelah.
Ivy mendesah kasar, "Lo makannya lama."
Bian mengangkat bahu nya acuh, lalu ia melanjutkan makannya kembali.
Ivy sesekali menguap, ia sangat mengantuk.
Beberapa menit kemudian Bian sudah selesai makan. Ivy membereskan meja makan.
Ia melihat Bian yang keluar dari kamar mandi dekat dapur. Laki-laki itu bertelanjang d**a.
Ivy menelan salivanya, ia tidak munafik jika tubuh suaminya itu cukup bagus untuk remaja seusianya.
Ivy mengalihkan pandangannya, lalu berjalan terburu-buru menuju kamar.
Bian menatap jahil Ivy, lantas ia mengikuti Ivy menuju kamarnya.
"Lo ngapain ngikutin gue, kamar lo disana!" ucap Ivy sedikit keras.
Ivy mendudukan bokongnya di pinggiran ranjang. Ia menatap tajam Bian yang berada di ambang pintu.
Bian tersenyum smirk, lantas ia mendekat ke arah Ivy.
"Lo mau ngapain bocah!" ucap Ivy yang beringsut ketakutan.
"Kepedean lo! Gue gak nafsu sama badan tepos lo." Kata Bian, yang mengambil Handphone nya di atas laci kamar Ivy. Lalu pergi meninggalkan Ivy.
Ivy memegang dadanya, jantung nya berdetak lebih cepat.
"Untung gue gak jantungan," ucapnya dengan wajah kesal.