Ketika membuka pintu, sosok Arvie ternyata yang mengetuk pintu kamar Iris. Gadis itu terlihat salah tingkah, dia sangat takut jika ada sang kakak. Bukan apa-apa. Arvie adalah tipe orang yang cukup peka dengan keadaan.
"Om Daren?"
Daren menampilkan wajah tenangnya saat itu. "Arvie. Kamu sudah pulang?" Tentu itu pertanyaan yang tepat karena tadinya dia tak melihat putra dari keluarga ini.
"Iya, Om. Om Daren kenapa bisa ada di dalam kamar Iris?"
Bolehkah Iris sekarang bersembunyi? Bahkan di dahinya sudah terdapat cukup banyak keringat. Dia benar-benar sangat gugup sekarang.
"Aku tadinya sedang menumpang ke kamar mandi di sebelah. Kemudian Iris meminta bantuanku untuk memperbaiki laptopnya," jawab Daren setenang mungkin. Dibanding Iris, pria ini jauh lebih bisa mengendalikan ekspresinya.
Arvie pun mengangguk paham. Daren pamit pergi keluar kamar sedangkan Arvie masuk ke kamar sang adik. "Ini. Aku tadi mampir ke martabak kesukaanmu," kata Arvie yang memberikan sebuah kresek. Dari baunya sih sudah khas sekali dengan martabak. Iris tampak kegirangan dan langsung membuka makanan itu.
Arvie tersenyum melihat seberapa lahap adiknya padahal Iris tadinya sudah makan malam. "Bagaimana keadaan Kak Cinta, Kak?" tanya Arvie disela-sela dirinya makan.
Perubahan ekspresi tentu bisa dilihat oleh Iris. Namun Arvie mencoba tegar di hadapan siapa pun. "Dia sedang istirahat sekarang. Memang dokter menyarankan untuk lebih banyak istirahat untukny," jelas pemuda ini. Iris pun mengangguk paham.
"Om Daren ke sini diminta oleh Papa untuk membicarakan pernikahan Kak Arvie dan Kak Cinta," ungkap Iris jujur. "Semoga semuanya lancar ya, Kak."
"Amin. Terima kasih, Iris. Bagaimana dengan kuliahmu? Apakah semuanya masih aman?" tanya Arvie yang sudah jarang menanyakan study sang adik.
"Aman kak. Meskipun tugas cukup banyak sih," jawab Iris dengan suara tawa kecilnya.
"Hati-hati dan jangan gegabah. Ah iya, tadi Om Daren mengatakan jika laptopmu bermasalah. Apakah sekarang sudah aman?"
Iris menelan susah payah sisa martabak di mulutnya. "Sudah, Kak. Untung ada Om Daren. Habis makan aku akan lanjut kerjakan tugasnya," jawab Iris dengan cepat. Huft, untung saja dia tak gugup seperti tadi. Semua berkat martabak.
"Ya sudah kalau begitu. Kakak akan ke kamar." Iris pun mengangguk. Arvie keluar kamar meninggalkan Iris seorang diri. Gadis ini pun tampak sangat lega.
Ting!
Sebuah notif pesan muncul di ponselnya. Iris mengelap tangannya lebih dulu dan membuka pop up pesan yang ternyata dari Daren. Bisa-bisanya pria itu menghubunginya ketika sedang bersama Eden dan Milly.
Daren: bagaimana? Apakah semuanya aman?
Iris: aman Om. Kak Arvie sudah masuk ke kamarnya.
Daren: baguslah. Aku sedang berada di dalam mobil sekarang. Aku akan menghubungimu lagi setelah sampai rumah.
Bolehkah Iris bahagia? Tentu boleh. Daren menempatkan gadis ini pada tangga teratas. Tentu Iris patut berbangga diri. Dengan cepat Iris membalas pesan pria itu dan diakhiri dengan emot hati. Ah, cinta memang selalu membuat semua orang bahagia.
Daren memang sengaja memilih langsung pamit pulang setelah kepergok oleh Arvie. Lagi pula urusannya sudah selesai di sana. Pria ini mulai melajukan mobil mewahnya. Ya, entah kenapa setelah kedekatan keduanya tadi siang membuat Daren mengubah perlakuannya pada gadis itu. Ada apa ini? Pesona Iris sudah tak terbendung lagi sepertinya.
***
Kemajuan hubungannya dengan Daren tentu Iris ceritakan kepada Sherly. Bahkan karena terlalu senang, Iris mentraktir temannya ini belanja di mall setelah pulang kuliah. Sherly tentu tak menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
"Jadi serius kamu dan Om Daren sudah jadi pasangan?" tanya Sherly kembali. Entah sudah berapa kali gadis ini bertanya.
"Ya ampun, Sherly. Aku sudah jawab pertanyaan ini tadi. Iya, aku dan Om Daren sudah jadi pasangan oke," tegas Iris sembari memilih beberapa baju yang menurutnya lucu.
Sherly pun tertawa di sana ketika melihat kekesalan temannya ini. "Baiklah, baiklah aku percaya. Jadi semua itu berkat ciuman kemarin?"
Iris tampak masih malu, apalagi dia terus membayangkan adegan itu bersama Daren. Ah, dia menginginkan bibir lembut pria itu lagi. Sial. "Hei! Kamu pasti memikirkannya lagi kan? Lihatlah wajahmu itu," tegur Sherly yang mentertawakan tingkah gadis ini. Iris pun buru-buru menuju ke kaca besar. Memang benar wajahnya sedikit memerah.
"Sudahlah Sherly. Pilih saja baju yang kamu mau, atau aku berubah pikiran sebentar lagi," ancam Iris yang mampu membuat gadis itu kikuk.
Setelah girls time di toko baju selesai, sekarang tiba waktu bagi keduanya untuk berburu kuliner. Ya, meskipun kuliner di mall sudah banyak yang mereka coba.
"Aku lagi diet biar Om Daren nggak kabur," ungkap Iris yang hanya memesan makanan sedikit dengan jus sehat juga. Sherly hanya menggeleng saja dan menikmati makanan kesukaannya. Diet? Dia tak mengenal apa itu diet.
"Oh iya Iris, tadi pagi Sam menemuiku. Dia menanyakan tentangmu. Aku jawab jika kamu belum datang saat itu," ungkap Sherly yang sepertinya lupa dengan pemuda yang masih menaruh perasaan pada gadis di depannya.
"Udah ah biarain aja. Sam selalu nyari aku tapi dia selalu bicara hal yang membosankan," kata Iris yang terus memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Sam tampan juga sih menurutku. Meskipun masih kalah sama Om Daren. Jadi kamu benar-benar nolak Sam?"
"Aku memang nggak ada perasaan apa pun sama dia, Sherly. Lagi pula Sam terlalu agresif. Aku nggak suka cowok agresif. Sukanya cowok kayak Om Daren."
Sherly tak bisa menahan tawanya. Entah kenapa Iris sangat tergila-gila pada pria matang itu. Bahkan kisah cinta kedua orang berbeda umur ini nantinya akan banyak gunjingan dari luar. Iris dan Sherly banyak mengobrol di sana. Tentunya membicarakan Daren seorang. Dan Iris tentu memuji Daren di mana pria dewasa itu benar-benar menjadi tipe idaman Iris sekarang.
Di tengah pembicaraan itu tanpa sengaja Sherly menangkap sosok pria yang tampak tak asing baginya. Lebih tepatnya seseorang yang baru melewat tempat keduanya makan.
"Iris," panggil Sherly yang mampu menghentikan ocehan gadis itu. "Aku salah lihat atau salah orang ya. Itu bukannya Om Daren?" ungkapnya yang menunjuk seorang pria dengan jas mahalnya di mana pria itu menggandeng seorang wanita seksi.
Iris memincing, meneliti ciri-ciri orang itu. Tiba-tiba gadis ini langsung berdiri, membuat Sherly terkejut dibuatnya. "Sherly."
"Ya?"
"Untuk makanan ini tolong kamu bayar dulu pakai uangmu ya. Nanti aku ganti. Sekarang aku ada urusan untuk memastikan sesuatu," kata Iris cepat.
"Kamu mau ke--"
Belum juga Sherly selesai bicara, Iris sudah pergi. Sherly tau ke mana temannya itu akan pergi. Pasti mengikuti Daren dan wanita tadi. Sherly dengan buru-buru pun langsung ke kasir. Dia harus menyusul Iris.
Apa yang Sherly lihat ternyata memang benar itu Daren. Seperti biasa Fris kembali datang ke kantornya dan membawa paksa Daren untuk menemani wanita ini jalan-jalan. Tentu Daren sudah menolak, namun Fris memiliki segala cara untuk membuat pria ini berkata ya.
Daren dan Fris baru saja akan memasuki toko berisi tas-tas bagus dan mewah. Namun semua itu urung dilakukan karena ada sosok tangan kecil yang menarik lengannya menjauh dari Fris. Tentu hal ini membuat kedua orang dewasa itu terkejut.
Daren semakin terkejut ketika tahu jika ada Iris di sini. "Hei! Apa yang kamu lakukan?" sembur Fris kepada Iris. Sherly baru saja datang di tempat setelah dia berlari sekuat tenaga. Untung peperangan baru dimulai sekarang.
"Aku menyelamatkan Om Daren," jawab Iris lantang. Bahkan dia menantang Fris dengan berdiri di depan Daren agar wanita itu tak mengambil pria ini darinya. Fris meneliti penampilan gadis ini.
"Aku tidak memiliki urusan denganmu bocah," maki Fris yang mana membuat Iris tak terima karena dipanggil bocah. Baru saja dia akan membalas wanita itu, Daren mencegahnya dengan menarik lengan Iris pelan.
"Sudah cukup, Iris," ucap Daren dengan sabar. Bukan apa-apa. Mereka sedang ada di tempat umum. Dirinya tak ingin keadaan buruk terjadi dan berita tersebar di sosial media. Ini sungguh memalukan dan bisa berimbas pada perusahaannya.
"Tante ganjen ini ngatain Iris bocah, Om. Iris gak terima," protes gadis ini langsung. Melihat perlakuan Daren kepada gadis itu membuat Fris memicing curiga dan merasa aneh.
"Daren. Siapa bocah ini?"
"Yak! Tante ganjen berhenti ngatain aku bocah! Kalau aku bocah, Tante itu nenek-nenek!" seru gadis ini karena saking kesalnya. Bahkan suaranya sudah meninggi. Membuat beberapa orang yang lewat memandang keempatnya aneh. Sherly tampak malu sekali sekarang. Sepertinya dia harus siap mental jika bersama dengan Iris dimuka umum. Gadis ini memang akan bertindak sesukàpa hatinya jika dianggap benar.
"Daren. Lihatlah dia! Dia mengatakan jika aku nenek-nenek," adu Fris kepada Daren yang seperti tampak pusing menghadapi keduanya. "Lagi pula dia ini siapa? Datang-datang malah marah-marah," lanjut Fris memandang sinis Iris bak musuh.
Iris melepas pegangan Daren yang berada di tangannya, dia menghampiri Fris di sana. Daren dan Sherly tampak waspada. Bisa saja keduanya saling cakar sebentar lagi.
"Kenalin Tante. Aku Iris, pacarnya Om Daren," ucap Iris tegas dan menekan kata pacar di sana. Bukan hanya Fris yang terkejut, Daren pun sama, terlebih Sherly yang sudah ingin segera bersembunyi saat itu juga.
Daren menarik lengan Iris kembali. "Iris, apa yang kamu katakan?" tegurnya.
"Hei bocah! Jangan ngaku-ngaku sebagai pacarnya Daren. Apakah kamu pikir aku percaya? Kamu bukanlah tipe Daren. Apakah kamu tidak tau siapa aku? Aku Fris. Mantan istri Daren," sahut Fris yang tidak ingin kalah memperkenalkan diri.
Iris dan Sherly tampak terkejut. Ini pertama kali bagi keduanya melihat mantan istri Daren. Mantan istri? Kenapa Daren masih berhubungan baik dengan mantan istrinya? Daren sendiri semakin pusing sekarang. Dia harus membawa pergi salah satu dari keduanya agar keadaan tak semakin runyam.
"Fris sudah cukup!" tegur Daren akhirnya. "Ayo aku antar kamu pulang." Daren memutuskan untuk membawa Fris pergi karena Iris sudah memiliki teman yakni Sherly.
"Tunggu! Om Daren kenapa pulang sama Tante ini? Bagaimana denganku?" protesnya. Dia tak terima ketika Daren memilih bersama Fris dibanding dirinya. Fris tersenyum angkuh, bahkan dia dengan berani merangkul lengan kekar Daren. Hal ini semakin membuat gadis ini tak terima. Tau arti tatapan Iris yang menuju ke lengannya, Daren langsung melepaskan kaitan tangan Fris.
"Iris. Kamu pulanglah bersama temanmu. Nanti aku akan menghubungimu ketika sudah sampai rumah," kata Daren menengahi. Iris tentu masih tak terima karena Daren memilih pulang bersama Fris. Gadis itu memasang wajah tak sukanya, dan Daren khawatir sekarang.
"Sherly," panggil Iris yang masih menatap Daren di depannya. Merasa dipanggil, Sherly pun bergegas menuju ke samping temannya itu. "Ayo kita pergi. Aku sudah bosan di sini," ujarnya dengan sinis sembari memandang kedua orang dewasa itu bergantian.
Daren mengembuskan napas lelahnya. Fris tersenyum senang. Iris langsung menarik Sherly pergi. Pria itu terus memandang punggung Iris yang semakin mengecil. "Daren," panggil Fris membuat kesadaran pria ini kembali. "Ayo kita pergi," lanjutnya. Daren mengangguk. Dia pergi bersama Fris ke arah yang berlawanan dari tempat Iris dan Sherly pergi tadi.
Daren merasakan getaran di sakunya. Fris terus membual perihal Iris yang baru pertama ia temui. Daren tampak tak mendengarkan mantan istrinya itu bicara. Fokusnya sekarang pada ponsel pintar yang ia genggam.
Iris: Iris kesal. Om Daren jangan coba-coba bujuk Iris lagi. Awas saja!
Pesan penuh ancaman itu bukannya membuat nyali Daren ciut, malah pria ini tersenyum di sana. Ditambah lagi emot marah yang Iris gunakan semakin membuat gadis itu tampak menggemaskan di mata Daren.
_____
Maaf lama update karena aku mau ubah ceritanya. Jadi, sosok Iris aku ubah jadi umur 18 tahun ya. Soalnya kalau 16 tahun, itu menyalahi aturan platform ini. Makanya aku coba revisi 8 part sebelumnya. Jadi, kalau ada kesalahan di 8 part sebelumnya mengenai usia Iris tolong tegur aku ya.
Dan juga terima kasih untuk yang sudah menunggu. Aku usahakan updatenya gak lama ^^