Bagian 3

2215 Kata
Iris terus melambaikan tangannya pada mobil Eden yang perlahan menjauhi rumah besar miliknya. Tepat ketika mobil itu hilang dari pandangan, gadis ini segera masuk ke dalam. Lebih tepatnya berlari kecil menuju kamar. Iris membuka lemari dan langsung mengeluarkan alat pijat yang katanya bisa membuat perubahan pada bagian depan miliknya itu. Sebenarnya tak ada yang aneh, bentuknya juga sama seperti dalaman. Iris pun memakainya. Sebenarnya dia sudah coba ketika di rumah Sherly, tapi usahanya harus ia mulai sekarang. Ketika dia telah mengganti pakaiannya lengkap, alat pijat tersebut sudah bekerja. Berawal dari pijatan elektrik yang berasal dari alat tersebut, dan dia merasakan sensasi aneh di sana. Kali ini Iris memilih dress di bawah lutut untuk menunjang kecantikannya. Dan tak lupa tas kecil miliknya sebagai tempat sedikit make up, ponsel, dan dompet. "Bibi. Aku akan pergi ke rumah Sherly. Aku juga sudah ijin ke Papa dan Mama," ucap Iris kepada ART di rumahnya. Setelah berpamitan, gadis itu segera menaiki taksi online yang dia pesan. Iris sengaja tak meminta supir mengantarnya karena ia tak ingin ketahuan jika ke rumah Daren. Tentu dia sudah berdiskusi dengan Sherly sebelumnya mengenai ini. Daren baru saja menyelesaikan acara mandinya. Pria dewasa dengan badan kekar nan terawatnya itu menyisir rambut hitam lebat miliknya. Dilihatnya pada pantulan cermin di dagunya tumbuh jenggot tipis, dia belum melalukan cukur hari ini. Daren melangkah keluar kamar menuju ke meja makan. Sarapan pagi di hari libur seperti ini memanglah enak. Makanan telah siap di meja. Seperti biasa, Daren mengambil makanannya sendiri dan melakukan segala aktivitas sendirian. Baru sesendok makanan masuk ke dalam mulutnya, suara bel rumah terdengar. Dia tak perlu repot-repot membuka pintu karena para pekerja di rumahnya pasti sudah sigap sekarang. "Om Darennya ada?" tanya Iris kepada ART yang membukakan pintu untuk gadis ini. Daren nampak mengernyit ketika dari jauh dia mendengar suara perempuan di depan. Tunggu. Perempuan? Bukan seperti suara mantan istrinya. "Tuan ada di dalam sedang sarapan," jawab sang ART dengan sopan. "Sarapan? Baiklah, aku akan langsung ke meja makan," jawab Iris dengan semangat. ART itu memberi jalan masuk untuk gadis ini. Iris dengan penuh semangat melangkahkan kakinya ke ruang makan. Daren dengan posisi membelakanginya membuat Iris terpesona. Dari segi mana pun pria itu benar-benar terlihat tampan dan menggoda. Iris memperbaiki penampilannya. Alat di dalam bajunya masih terus bekerja, dan dia merasakan sensasi aneh dan sedikit geli di sana. "Selamat pagi, Om Daren," sapa Iris saat itu juga. "Uhuk. Uhuk. Uhuk." Daren lupa. Dia benar-benar lupa jika hari ini akan kedatangan tamu. Pria yang baru saja tersedak itu langsung menenggak minumannya. Iris terlihat khawatir karena membuat Daren terkejut. Gadis ini duduk tepat di sebelah kursi milik Daren. "Om baik-baik saja?" "Iris? Dengan siapa kamu ke sini?" tanya Daren sembari memperhatikan sekitarnya. Pria ini mengabaikan pertanyaan gadis tersebut. "Sendirianlah, Om. Kan Iris sudah bilang kalau Mama dan Papa lagi ke rumah Kak Cinta untuk bicara soal pernikahan," jawab gadis ini. Wajah Iris jatuh pada makanan yang ada di atas meja sana. Daren yang tau arti tatapan gadis ini pun mempersilakan Iris untuk ikut makan. "Nggak usah, Om. Tadi sudah makan sama Mama, Papa, dan Kak Arvie," tolaknya. Daren mengedikkan bahu dan kembali melanjutkan makannya. Dari sini Iris memiliki satu kesempatan untuk melihat seberapa tampannya Daren ketika makan. Iris benar-benar memuja sosok yang ada di sampingnya ini. Daren yang memang menyadari jika gadis itu terus menatapnya pun merasa tak nyaman. Dia pun memilih menyudahi acara makan paginya. "Om sudah selesai makan?" tanya Iris. Dilihatnya piring pria ini masih terdapat nasi beserta ikan. "Sudah. Aku sudah kenyang," jawab Daren seadanya. Daren membawa Iris menuju ke ruang tamu. Dia berharap gadis ini cepat pulang. Tapi, mengingat Eden dan Milly sibuk dengan pernikahan, ia rasa Iris akan lebih lama di rumahnya. Gadis itu memilih duduk tepat di samping Daren. "Om. Bagaimana? Iris sudah cantik belum?" tanya gadis ini blak-blakan. Daren mengusap tengkuknya pelan. "Ya, kamu cantik seperti biasanya," jawab Daren seadanya lagi. Senyum di wajah Iris pun terpancar, membuat dirinya berkali-kali terlihat lebih cantik. Iris meneliti pakaian Daren. Karena di rumah, maka Daren tak memakai pakaian formal miliknya. Pria itu memakai kaos yang nampak ketat di bagian d**a dan lengan. Sepertinya otot Daren terbentuk dengan baik. Iris tergoda untuk memegangnya. Dia akan mencari kesempatan untuk itu. "Om Daren kalau hari libur begini ngapain?" tanya Iris berbasa basi. "Tidak ada. Hanya di rumah. Mungkin melihat pekerjaan yang ringan," jawabnya. Iris mengangguk paham. Seketika dia memiliki ide. "Om pasti capek dan pusing, kan? Sini biar Iris pijit kepalanya," kata gadis itu yang sudah berdiri dari berpindah menuju ke bagian belakang sofa yang keduanya tempati. "Eh. Tidak perlu, Iris. Jangan seperti ini," tolak Daren langsung. Iris merasa tak peduli, dia tetap menjalankan usahanya untuk mengambil hati Daren. Gadis ini memaksa Daren untuk kembali ke tempatnya. Pria dewasa ini terlihat pasrah sekali. Iris mulai memijat kepala Daren. Meskipun tangannya kecil, tetapi Daren cukup merasa nyaman dengan gerakan tangan gadis ini. Atau mungkin karena sudah terlalu lama tak ada yang memijat kepalanya? "Sebulan sekali Om seharusnya ke tukang pijat agar tubuh Om Daren tidak terlalu lelah. Biasanya kalau di rumah, Mama pijitin Papa. Atau Om Daren mau aku bantu pijit setiap sebulan sekali?" tawar Iris. Lumayan dia bisa memegang tubuh Daren. "Tidak perlu, Iris. Kamu harus fokus belajar karena sebentar lagi ujian," kata Daren sembari menutup kedua matanya untuk menikmati gerak pijatan yang dibuat Iris. "Kalau itu gampang, Om. Iris kan pinter," jawabnya percaya diri. Daren mengangguk saja. Dia sudah tahu mengenai itu. Iris sengaja mendekatkan bagian depan tubuhnya ke kepala Daren. Daren yang awalnya nampak rileks seketika terkejut dan menarik kepalanya menjauh sekaligus langsung berbalik. "Iris! Tidak seharusnya kamu melakukan itu!" sentak Daren kuat yang mana membuat gadis ini terkejut di tempatnya. Daren meremas wajahnya kasar. Dia baru sadar setelah melihat ekspresi terkejut dan sedikit ketakutan dari gadis ini. Iris tak mengeluarkan suaranya, gadis itu masih syok. Daren berdiri dari tempatnya, dia berjalan memutar menuju ke tempat Iris berdiri. "Ayo. Aku akan antarkan kamu pulang," putus pria ini yang langsung menarik tangan Iris dengan lembut. "Nggak mau," tolak Iris langsung dan tak ingin melangkah pergi. Daren berkali-kali mengembuskan napas beratnya, mencoba tetap bersabar menghadapi gadis ini. "Aku tidak ingin kamu melakukan tindakan aneh lagi. Ingatlah batasanmu, Iris. Bagaimana jika seseorang melihatmu? Mereka akan mencap dirimu buruk. Dan apa nanti kata orang tuamu? Mereka akan menganggapku sebagai p*****l," tutur Daren. Sudah cukup drama yang gadis ini buat. Iris menunduk karena terkena omelan Daren. Dia hanya ingin usahanya tak sia-sia. Ya, meskipun dirinya sejak awal merasa tidak perlu melakukan tindakan tadi, tetapi dia benar-benar menyukai sosok Daren. "Maafkan aku, Om. Aku ... aku hanya ingin Om tau jika aku sedang berusaha. Aku sudah memakai alat yang temanku rekomendasikan. Cepat atau lambat Om pasti merasakan perubahan pada tubuhku," ungkapnya. Mata Daren membulat sempurna. Pandangan beralih kepada bagian depan gadis itu, tetapi itu hanya sebentar. "Apa yang temanmu lakukan? Sudah aku katakan jangan mengambil tindakan penuh risiko, Iris. Kamu tidak perlu melakukan hal sampai seperti ini. Bergaullah dengan anak seusiamu. Rasakan cinta manis di usia remaja," nasihat Daren. "Aku sukanya sama Om Daren. Aku sudah nolak Sam berkali-kali karena dia terlalu agresif. Dan aku tidak menyukainya," terang Iris. Sam? Daren belum mendengar namanya. "Baiklah, terserah padamu. Aku tidak mau ikut campur. Yang jelas, sekarang biarkan aku mengantarmu pulang. Aku ada pekerjaan sebentar lagi," kata Daren yang beralasan. "Jelas-jelas ini weekend. Om Daren bohong kepadaku tentang pekerjaan. Pokoknya aku nggak mau pulang!" ucap Iris tetap pada pendiriannya. Bahkan gadis ini kembali duduk di sofa. Daren seakan tak bisa mengendalikan gadis ini. Dengan berat hati, Daren kembali duduk di tempatnya. Tidak ada yang mengeluarkan suara sama sekali. Ruang tamu benar-benar sunyi sekarang. Daren melirik Iris yang tampak masih dengan mode merajuknya dan tak ingin pergi. Sebenarnya sejak awal dia sudah merasa ada yang berbeda dengan gadis ini meskipun tidak banyak. "Apa yang temanmu rekomendasikan?" Entah kenapa Daren malah menuju ke topik yang seharusnya tidak ia bahas. "Alat pijat. Sekarang sedang aku pakai. Alat pijat ini katanya bisa merubah milikku agar terlihat berisi." Daren mengembuskan napas lelahnya. Gadis ini benar-benar frontal sekali. Bahkan tindakannya bisa dibilang sangat berani. Mungkin, jika bukan kepada Daren, gadis ini bisa saja diterkam oleh para p****************g di luar sana. "Iris. Jangan memakai alat itu lagi. Itu tidak baik untuk kesehatanmu. Aku minta kamu untuk melepasnya. Kalau tidak, aku akan mengadukan hal ini kepada papamu," ancam Daren. Tentu ini hanyalah sekedar ancaman. Karena dia juga tak berani mengatakan kepada Eden mengenai hal privasi seperti itu. Apa kata Eden ketika mendengar privasi putrinya dibicarakan oleh seorang Daren? Iris mengerucut sebal. Padahal dia sudah membeli barang ini dengan uang miliknya. Ya, meskipun tidak seberapa, tetapi tetap saja. Daren yang tak mendapat respons dari gadis ini menyimpulkan jika Iris tak rela untuk melepaskan alat itu. "Aku tidak suka jika kamu seperti ini. Aku menyukai wanita yang penurut. Jika hal seperti ini saja kamu tidak mau menurut, maka lebih baik kamu mundur saja. Dan lagi pula kamu masih muda, nanti juga kamu mengalami pertumbunuhan." Dan terpaksa, Daren lah yang harus turun tangan sekarang. Iris menatap pria yang ada di sampingnya itu. "Jadi ... Om Daren sudah menyukai Iris?" tanyanya dengan penuh harap. Daren meringis. Senjata makan tuan ternyata. "Tidak ... maksudku belum. Hanya saja aku tidak suka jika kamu melakukan tindakan yang tak berguna seperti ini," jawab Daren. Iris tersenyum lebar. Meskipun Daren belum sepenuhnya menyukainya, tetapi dia tetap optimis. "Jadi ... lebih baik aku tidak memakai alat pijat itu?" tanyanya memastikan. Daren mengangguk sebagai jawaban. "Ya. Alatnya juga sedikit tidak nyaman ketika aku pakai. Baiklah, aku akan melepaskannya. Toh, kata Sherly perlahan nanti tubuhku akan berubah ketika aku bersama dengan Om Daren." Bola mata pria itu membulat. Sepertinya ia harus menjauhkan Iris dari gadis bernama Sherly. Teman Iris sudah mengotori isi kepala gadis ini. "Om. Di mana kamar gantinya? Makudku kamar mandi saja," tanya gadis tersebut. "Kamu sudah beberapa kali ke sini, Iris. Kamu sudah tau di mana letak kamar mandinya," jawab Daren jengah. Iris tersenyum kecil. "Om tau sendiri kan kalau aku takut jika di tempat baru. Temani aku ke kamar mandi yuk, Om," pinta Iris. Entah sudah berapa kali pria ini merasa frustasi ketika menghadapi sosok Iris. Namun, Daren tetap mau mengantar dan menemani Iris. Iris sudah masuk ke dalam kamar mandi. Daren menunggu di depan pintu sana. Aneh, kenapa dia tidak bisa menolak permintaan gadis itu? "DARENNN." Teriakan dari arah ruang tamu mengejutkan pria itu. Mampus. Itu adalah suara Fris. Daren buru-buru menghampiri mantan istrinya agar wanita itu tak bertemu dengan Iris. "Halo, Sayang. Selamat pagi," sapa Fris bersemangat dengan tanpa tau malu memanggil pria ini dengan panggilan sayang. "Fris. Ada apa kamu ke sini?" tanya Daren sesekali melirik pintu kamar mandi tamu. "Tentu saja mengunjungimu," jawab Fris yang hendak duduk di sofa namun ditarik oleh Daren. "Eh, eh. Mau ke mana?" "Aku hari ini sedang sibuk. Lebih baik kamu pulang atau ke mall saja," kata Daren. Secara terang-terangan dia mengusir Fris kali ini. Bukan apa-apa. Di dalam rumahnya ada Iris. Dia tak ingin terjadi perang dunia sekarang. "Nggak. Aku lagi malas," tolak Fris. "Lebih baik aku temani kamu kerja saja ya," sambung wanita itu. "Tidak. Jika ada dirimu, aku tidak bisa konsentrasi. Pergilah belanja hari ini. Bukankah ini weekend? Aku akan mentransfer uang sebentar lagi." Lagi dan lagi Daren harus berkorban. Mendengar kata transfer mampu mengubah mimik wajah Fris jadi penuh semangat. "Kamu memang yang terbaik, Sayang. Baiklah, aku akan ke mall. Kamu bekerjalah yang rajin." Fris mengecup singkat pipi Daren sebelum pergi di mana pria itu hanya diam saja. Inilah Fris, wanita itu sangat suka dengan belanja. Bahkan ketika keduanya menikah, Daren selalu mendapat tagihan setiap bulannya dari berbagai toko. Sifat berfoya-foya ini baru Daren rasakan ketika mereka mulai menjalani kehidupan rumah tangga. Mobil Fris sudah menjauhi rumah Daren, pria itu berbalik untuk melangkah masuk. Iris yang baru saja keluar dari kamar mandi memberenggut kesal karena Daren tak menungguinya di depan pintu. "Om Daren ke mana saja, sih?" Suara itu menyadarkan pria itu. Dia lupa telah meninggalkan Iris di kamar mandi. Iris berkacak pinggang di tempatnya. Mata Daren membulat ketika melihat ada sesuatu yang menonjol di bagian depan tubuh gadis itu. Jangan bilang kalau Iris tidak memakai dalaman? Daren dengan cepat berlari menuju ke kamar. Iris yang melihat pria itu pergi nampak bingung. Tak lama kemudian Daren kembali di mana dia membawa hoddie besar miliknya. "Pakai ini," titahnya sembari memberikan hoddie itu. "Nggak mau. Pakai hoddie pagi-pagi begini panas, Om," tolak Iris. Bahkan dia sejak tadi sudah kepanasan. Sepertinya Daren lupa tidak menghidupkan AC. Kepala Daren menjadi pusing karena matanya bergerak ke sana ke mari ketika memikirkan milik Iris yang menonjol tadi. "Pakai ini jika kamu tidak ingin terjadi sesuatu, Iris," terang Daren. Pria ini penuh dengan paksaan, dan Iris tak suka itu. Dengan malas, Iris pun menerima hoddie itu dan langsung memakainya. Hoddie milik Daren terlalu besar untuk tubuh kecilnya. Bahkan dress yang ia kenakan nampak tenggelam. Iris merasa tak berguna saja dia dandan cantik hari ini. Tapi, aroma milik Daren sekarang melekat di tubuhnya, dan ia sangat suka itu. "Lain kali jangan bertindak aneh lagi, Iris. Sekarang aku bisa menahannya, bagaimana dengan nanti? Kamu benar-benar menguji kesabaranku," kata Daren yang mengomel di sana. Iris yang tak paham dengan omelan pria itu hanya mengedikkan bahu cuek. Yang terpenting dia memakai hoddie milik Daren. ____ Iris memang dodol yalord T.T Semoga iman Daren kuat
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN