Gadis itu tak lelah untuk terus mengambil perhatian Daren. Iris bahkan membelikan pria ini makan siang. Tentunya dua kotak cukup untuk mereka. Ini juga usul dari Sherly yang mana temannya itu akan menjadi tim sukses dipihak Iris.
"Biasanya aku dan Sherly ke tempat makan ini, Om. Aku juga sering ajak Kak Arvie. Dan sekarang aku ngajak Om Daren coba makanan ini. Oh iya, ini makanan kesukaanku. Aku kasih tau biar Om inget aja," cerocos Iris.
"Iris, kita sedang makan. Biasakan untuk tidak berbicara ketika makan," tegur Daren. Sepertinya dia pusing mendengar segala ocehan Iris. Gadis itu mengangguk dan tak lagi berbicara. Dia ingat jika Daren suka dengan wanita penurut, jadi sebisa mungkin Iris akan menurut sekarang.
Daren yang melihat tingkah ajaib Iris yang mau mendengarkannya pun tampak takjub. Sepertinya gadis ini sudah berubah.
Setelah acara makan siang itu, Daren kembali melanjutkan pekerjannya, begitu juga dengan Iris yang mulai membuka pekerjaan rumah yang baru didapatnya di kampus tadi.
Diam-diam Iris melirik Daren yang terlihat sangat serius di depan laptop. Jika bekerja seperti itu, Daren nampak semakin tampan di matanya. Dan ya, berkali-kali lipat lebih tampan.
"Tugasmu tidak akan selesai jika kamu terus menatapku, Iris," tegur Daren langsung yang mana membuat Iris tersentak karena terkejut. Padahal pria itu sama sekali tak menoleh padanya. Kenapa Daren tahu jika Iris sedang menatapnya?
"A-aku hanya sedang memikirkan jawabannya, Om. Maklum, aku tidak terlalu pintar di beberapa mata kuliah," ungkapnya asal.
Daren menoleh, akhirnya pria itu menjatuhkan pandangannya pada Iris. Dan Iris tentu senang sekali. "Pelajaran apa yang kamu kerjakan?" tanya Daren. Setahunya Iris termasuk dalam jajaran murid berprestasi. Tidak mungkin gadis ini kesulitan mengerjakan tugasnya bukan?
Ekpresi wajah Iris berkilat senang. Dengan cepat dia membawa laptopnya menuju ke meja Daren. Pria itu mengernyit, dia hanya bertanya dan bukannya ingin membantu mengerjakan tugas Iris. Tapi, jika sudah begini ya dia harus ikut membantu sepertinya.
"Ini, Om," ungkap Iris.
Daren menatap gadis ini seakan tak percaya. Dia adalah putri dari Eden dan Milly. Bahkan Arvie saja sudah sukses di usianya yang masih muda. Tugas bisnis sepertinya seharusnya mudah untuknya bukan?
"Om jangan salah paham, ya. Iris memang kurang bisa di bagian ini. Soalnya cita-cita Iris itu mau jadi istrinya Om Daren, jadi yang harus Iris pelajari adalah cara merawat dan menyenangkan suami."
Daren hanya mampu menggelengkan kepala mendengar kalimat ajaib yang Iris keluarkan. Daren mulai meneliti tugas gadis ini. Iris cukup senang bisa berdekatan dengan Daren, meskipun harus beralasan mengenai tugasnya.
"Ini mudah sekali. Kamu hanya perlu mencari referensinya di buku. Kamu bisa pinjam di perpustakaan atau searching di google.," ujar Daren menunjuk soal nomer satu. Ia rasa Iris tak terlalu bodoh dengan hal mudah seperti ini.
"Iya, Iris tau kok, Om. Terima kasih, ya. Beruntungnya Iris nanti bisa punya suami pintar kayak Om Daren."
"Cobalah untuk fokus, Iris. Dan sudahi drama ini," kata Daren tampak seperti tanda menyerah. Iris menutup laptopnya, dia tau jawaban dari soal-soal itu.
"Om. Apa yang membuat Om Daren nggak suka sama aku?" tanya gadis ini langsung.
"Bukannya tidak suka, Iris. Aku menyukaimu selayaknya seorang om kepada keponakan. Bukan antara pria dan wanita," jawab Daren.
"Om Daren itu bukanlah om ku. Sepertinya Om Daren harus biasakan diri untuk memandang Iris sebagai wanita."
"Tidak bisa. Aku tidak akan bisa melakukan itu," bantah Daren lagi.
"Pasti bisa. Om Daren aja yang nggak mau coba dan sudah nyerah duluan," sahut Iris.
Daren memijit pangkal hidungnya yang sedikit pusing. "Aku bukanlah anak kecil lagi, Om. Aku sudah tumbuh menjadi wanita sekarang. Jika Om Daren nggak percaya, Om bisa mencobanya."
Daren memutar kepalanya sembilan puluh derajat. Dia menatap horor gadis itu. "Kamu jangan ngaco. Jangan samakan hubungan remaja dengan orang dewasa, Iris. Semua itu beda."
Gadis ini tersenyum, Daren yang tak tenang sekarang. "Jangan salah. Iris juga bisa melakukan apa yang hubungan orang dewasa lakukan."
"Apa yang kamu bisa?"
"Yang paling mudah, berpegangan tangan."
Bolehkah Daren tertawa sekarang? "Bahkan semua orang bisa melakukan itu," cemooh Daren yang tak habis pikir dengan perkataan gadis ini.
"Kalau begitu bagaimana dengan pelukan?"
"Bahkan aku bisa memeluk siapa saja, bahkan temanku juga bisa," jawab Daren.
Iris terhenti. "Bagaimana dengan ciuman?"
Daren melotot. "Kamu tidak benar-benar akan melakukan itu, Iris," seloroh Daren mutlak. Ciuman dengan Iris adalah pemikiran yang tak pernah hinggap di kepalanya.
"Kalau Iris bisa melakukannya, apakah Om Daren mau berusaha untuk bersama denganku?"
Terdengar seperti sebuah kesepakatan. Daren memicing curiga. Dilihat dari Iris yang tentu minim pengalaman, menurutnya gadis ini sama sekali tak berpengalaman dalam hal ciuman.
"Kalau Iris gagal, Iris janji nggak akan gangguin Om Daren lagi," lanjut gadis ini. Terdengar menguntungkan bagi Daren. Dia tahu Iris bahkan tak akan mampu memuaskannya dalam hal ciuman. Ini akan menjadi kesempatan agar dia bisa terbebas dari gadis ini.
"Baiklah aku setuju," jawab Daren yang mana akan menjadi malapetaka untuknya. Mendengar keputusan pria ini tentu membuat hati Iris berbunga.
"Om Daren duduk saja nggak usah berdiri. Kalau berdiri, Iris susah jinjitnya," ucap gadis ini cepat ketika melihat Daren hendak berdiri dari tempat duduknya. Daren mengangkat bahunya acuh.
Iris langsung duduk di pangkuan pria itu. Daren terkejut dibuatnya, Iris duduk tepat di atas miliknya sekarang. Sial. Iris seperti merasakan sesuatu yang ganjal di pantatnya, tetapi dia mencoba acuh. Fokusnya sekarang hanya pada bibir Daren. Kapan lagi dia memiliki kesempatan sedekat ini dengan Daren?
"Om siap?"
Seharusnya pertanyaan itu tak harus Iris ajukan. Bahkan Daren harus menahan segala hal yang ada pada dirinya sekarang. Sial, jika Eden tau pasti pria itu akan membunuhnya saat ini juga.
"Cepat lakukan urusanmu, Iris. Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan."
Mau tidak mau Daren pun harus bersikap sok jual mahal. Jika tidak begini, urusannya dengan Iris tak akan pernah selesai.
"Tapi, Om Daren tutup mata, ya? Soalnya aku sedikit malu. Ini pertama kalinya untukku," pinta Iris. Daren tak habis pikir, kenapa dia bisa berurusan dengan remaja ajaib seperti Iris yang mana menantangnya dalam hal ciuman. Bahkan gadis ini baru pertama kali melakukan tindakan ini.
Daren memilih menurut, dia langsung menutup kedua matanya. Iris menatap lebih dekat ketampanan pria ini. Daren benar-benar terlihat sempurna di matanya. Andai Sherly ada di sini, pasti temannya itu berteriak histeris karena melihat tindakan berani Iris. Atau Iris perlu melakukan video jarak jauh? Tidak, sudah tak ada waktu lagi sekarang.
Gadis ini mengembuskan napas terberatnya, semoga dia bisa menaklukan Daren hanya dengan sebuah ciuman. Jangan salah, Iris sering menonton drama korea, jadi dia sudah tahu tata cara melakukan ciuman yang romantis.
Daren yang sejak tadi diam saja nampak tak habis pikir sampai kapan pun dia harus terus menutup mata seperti ini. Namun, perlahan dia merasakan terpaan napas dari Iris di wajahnya, sepertinya gadis ini mulai melakukan aksinya.
Bibir tebal Daren benar-benar menggodanya. Tak berapa lama, benda kenyal itu menempel di bibir Iris. Daren juga merasakan. Tapi, ini hanya sekedar menempel.
Iris berpegangan pada kedua bahu Daren. Dia kembali menempelkan bibirnya lagi. Begitu terus yang gadis ini lakukan kurang lebih selama sepuluh menit.
"Apakah begini yang kamu maksud dengan ciuman?" tanya Daren yang langsung membuka kedua matanya. Wajahnya dengan gadis itu sangat dekat sekali, tetapi Iris tampak mencoba mengendalikan kegugupannya.
"A-aku sedang berpikir, Om," jawabnya.
"Berpikir apa?"
"Di film, biasanya pria duluan yang mencium si wanita. Si wanita hanya mengikuti apa yang dilakukan si pria," ungkap Iris. Sebenarnya kebanyakan drakor yang ia tonton memang demikian.
"Kata siapa? Wanita boleh melakukan itu duluan."
Iris mengembuskan napas beratnya, hal itu menerpa wajah Daren lagi. Bau harum kembali menembuskan indra penciuman pria ini. "Jadi, Iris gagal?" tanya gadis itu dengan polos. Padahal dia berharap bisa menaklukan Daren.
"Kamu serius belum pernah berciuman?" tanya Daren memastikan. Iris mengangguk, Daren tak habis pikir sekarang. "Dalam hubungan, ciuman adalah hal penting. Jika kamu bisa menaklukan pria dengan ciuman, maka kamu akan dengan mudah untuk mendapatkannya," kata Daren.
Iris memandang Daren tak percaya, tetapi dia mencoba mencerna segala wejangan pria ini. "Aku akan ajarkan kepadamu beberapa gaya ciuman yang menarik," usul Daren. Iris mengangguk setuju. Hell! Apakah kepala Daren sedang terbentur.
"Pertama, jangan hanya sekedar menempelkan bibir. Kamu juga harus bergerak. Bisa dengan mencecapnya atau hal lain. Ini jika sudah terbiasa, kamu akan bisa melakukan variasi lainnya."
"Boleh Iris praktek sekarang?"
"Denganku?" Iris mengangguk. "JANGAN!"
"Kenapa? Om sendiri katanya yang mau ajarin. Kalau nggak ada praktek mana bisa."
Daren seperti terjebak dalam kebodohannya sekarang. "Kamu harus belajar sendiri, Iris. Lakukan dengan orang lain, jangan denganku," jawab Daren.
Iris mengangguk paham. "Kalau dengan Sam boleh?"
Daren melotot. Dia masih ingat sosok Sam yang pernah berjumpa dengannya. "Jangan! Kamu harus melakukannya dengan kekasihmu," kata Daren.
"Aku kan nggak punya pacar, Om," jawab Iris lagi. Daren sepertinya lupa dengan fakta itu. Jadi, apakah dia juga yang harus turun tangan? Daren menatap Iris yang masih di atas pangkuannya. Walau bagaimanapun bibir gadis itu sudah menyentuh bibirnya tadi. Jadi, apa bedanya ketika dia mengajari Iris langsung?
"Baiklah. Biar aku yang membantumu," putus Daren. Ini lebih baik dari pada Iris belajar bersama Sam. Membayangkannya saja dia tak sanggup.
Iris mengangguk, dia mencoba memposisikan dirinya dengan nyaman. Tindakan Iris yang tak bisa diam itu membuat Daren menahan geramannya. Sial, Iris benar-benar mengujinya sekarang.
Daren menarik tengkuk Iris dengan pelan. Gadis itu ingat jika ini persis seperti di drama. Dengan inisiatif, Iris pun menutup kedua matanya. Daren langsung menubrukkan bibirnya kepada milik gadis itu.
Rasa manis dari pelapis bibir yang Iris gunakan nyatanya mampu Daren rasakan. Pria ini mengigit pelan bibir Iris yang mana memberinya akses untuk mengabsen setiap inci mulut gadis ini.
Meskipun pada awalnya tegang dan takut salah, Iris mencoba mengimbangi permainan Daren di sini. Suara cecapan keduanya memenuhi ruangan Daren. Pria itu tampak tak terkontrol. Lagi dan lagi Iris harus mengimbangi Daren. Tetapi, dia cukup menikmati kegiatan yang mereka lakukan saat ini.
Daren melepaskan tautan bibirnya. Kedua dahi mereka saling menempel satu sama lain. Mereka mencoba mengatur napas masing-masing. Diam-diam Daren mengusap salivanya yang tertinggal di bibir gadis itu. "Kamu belajar dengan cepat, Iris," puji Daren. Ini memanglah benar. Gadis itu memaksa senyumannya, dia terlalu lelah sekarang. Ternyata berciuman bisa menguras tenaga di sini.
"Bagaimana? Kita sudahi pelajaran hari ini?" Iris menggeleng. "Kamu harus pulang sekarang," lanjut Daren.
Gadis itu menggeleng, bahkan dia merangkul Daren dengan kedua tangannya. "Iris mau belajar lagi sama Om Daren," ucapnya penuh semangat. Belajar yang dia maksud di sini bukan seperti belajar di sekolah. "Kalau Om nggak mau, biar Iris belajar sama Sam saja."
Daren menggeram tak suka. "Aku tak mengijinkanmu belajar dengannya. Lebih baik kamu belajar denganku. Ayo, kita lanjutkan pelajarannya," sahut Daren penuh keposesifan. Bahkan pria ini kembali menyambar bibir manis milik Iris. Iris tentu senang akhirnya bisa mendapatkan Daren, ya meskipun belum sepenuhnya.
-------------
Di desk sudah ada peringatan ya. Yang bocil mari melipir ke cerita lain aja. Dan yang nggak suka sama cerita ini boleh kok tinggalin Iris dan Daren sendirian.
Yang suka, jangan lupa komen dan tap love.