6
Vivian baru saja selesai makan malam dan berdiri santai di teras rumah ditemani oleh kakaknya yang sedang duduk di kursi teras.
Sebuah mobil mewah berhenti di pinggir jalan di depan rumah mereka membuat Vivian mengerut kening. Siapa yang bertamu?
Andros di samping Vivian tersenyum lebar. “Lihat, Kakak benar, Sayang. Kumbang-kumbang mulai mendatangi bunga,” kata Andros dengan senyum simpul.
Vivian menatap kakaknya dengan tatapan tak mengerti. Tidak lama kemudian, terlihat Gavin keluar dari mobil tadi dan melangkah mendekati mereka.
Keheranan Vivian terjawab. Ia hanya bisa diam menatap Gavin yang tersenyum pada mereka.
“Angin apa yang bertiup hingga malam ini kamu bisa tiba di rumahku, Vin?” goda Andros sambil tersenyum lebar.
Wajah Gavin sedikit merona. Ia berdehem dan tersenyum tipis.
“Hanya ingin mengujungi sahabatku, apa ada yang salah?” tukas Gavin sambil melirik Vivian. “Apa kabar, Vivian?” tanya Gavin lembut.
Andros pura-pura batuk. “Kalau begitu, kenapa kamu justru menanyakan kabar Vivian dan bukan aku?” goda Andros lagi.
Seketika wajah Gavin memerah, tapi dengan cepat ia menguasai diri.
Vivian menatap dua pria itu dengan kening berkerut.
“Eh, Vivi pamit dulu,” kata Vivian, bingung melihat tingkah keduanya.
“Kenapa buru-buru, Vi?” tanya Gavin keberatan. Tentu saja ia sangat keberatan. Ia bertandang ke rumah Andros hanya untuk menemui Vivian. Dan bila Vivian pergi, maka sia-sialah maksud kedatangannya.
“Eh?” Vivian menatap Gavin bingung.
“Sudah, Vi, duduk aja di sini, kita ngobrol-ngobrol,” kata Andros bijak. Ia sangat tahu tujuan Gavin bertamu. Sekian lama mereka berteman, Gavin bahkan tidak pernah menjejakkan kaki ke rumah mereka.
Vivian menurut dan duduk kaku di samping Andros.
Gavin dan Andros mulai bercerita, sesekali Gavin akan melibatkan Vivian dalam obrolannya.
Vivian hanya menjawab seadanya. Mulai merasakan tujuan kedatangan Gavin adalah untuk mendekatinya.
***
Freddy sedang memarkirkan mobilnya di depan sebuah pertokoan saat melihat satu sosok yang akhir-akhir ini terus-menerus mengisi hati dan pikirannya. Sosok yang diam-diam ia rindukan setelah hampir seminggu ini tidak bertemu.
“Vivian,” panggil Freddy cepat sebelum Vivian masuk ke dalam mobilnya yang terparkir tidak jauh dari mobilnya.
Vivian menoleh membuat d**a Freddy bergetar halus saat mata mereka beradu.
“Freddy?” gumam Vivian dengan senyum tipis menghias bibir.
Freddy tersenyum lembut dan berjalan mendekati Vivian. “Kebetulan sekali, kamu mau ke mana?” tanya Freddy sambil melirik tangan Vivian yang sedang membawa beberapa kantong belanjaan.
“Ah, aku baru saja beli sepatu,” jawab Vivian dengan senyum manis.
“Bagaimana kalau kita minum-minum dulu? Sudah lama kita tidak bertemu,” ajak Freddy pada Vivian. Ini kesempatan emas. Tidak adanya Karin di dekatnya akan lebih memudahkannya mendekati Vivian.
Vivian terlihat ragu.
“Karin tidak mungkin marah, kan? Bukankah kamu sahabatnya?” tukas Freddy cepat sebelum Vivian menolak. Ia tahu, Vivian takut Karin salah paham, sebuah kenyataan yang sebenarnya sangat tidak menyenangkan bagi Freddy. Vivian pasti akan menjaga jarak dengannya.
Akhirnya Vivian mengangguk dan membuat senyum lebar mengembang di wajah Freddy.
***
Sambil mengulum senyum, Freddy melangkah memasuki rumah mewah milik orangtuanya. Bisa mengobrol dengan Vivian, walau hanya tiga puluh menit saja, sudah cukup membuatnya gembira. Meskipun yang mereka bicarakan hanyalah hal-hal ringan, ia berharap kesempatan untuk bertemu Vivian tanpa Karin akan terus terbuka.
“Waw, ada yang sedang gembira.”
Itu suara Samuel. Freddy tersenyum lebar.
“Ya, aku bertemu dengannya hari ini,” jawab Freddy apa adanya sambil mengenyakkan tubuh di sofa ruang tamu.
“Dia siapa?” tanya Samuel ingin tahu.
Freddy tersenyum dengan mata menerawang. “Wanita idamanku,” jawab Freddy dengan senyum masih tersungging di bibir.
Samuel mengerut kening. “Karin?”
Freddy mendengus kurang senang. Samuel mengingatkannya pada Karin yang untuk saat ini sama sekali tidak ingin ia pikirkan. Bukankah Samuel sudah tahu bahwa ia tidak tertarik pada Karin?
“Seorang wanita muda yang sangat cantik dan memesona,” kata Freddy tanpa mau menyebut nama Vivian.
“Apa ini artinya sebentar lagi Karin akan tersingkirkan?” tanya Samuel sambil mengerut kening. Ia duduk di sofa di depan kakaknya.
Freddy mengangkat bahu, lalu memejamkan mata dengan senyum manis masih terlukis di bibir.
Bukankah sejak awal Karin memang tidak menempati sedikit tempat pun di hatinya? Dan Vivian kini hadir untuk menjadi ratu di hatinya. Ia akan mendekati Vivian, mengurangi komunikasi dengan Karin agar Karin tahu bahwa mereka tidak cocok. Ia akan berpacaran dengan Vivian dan memutuskan pertunangannya dengan Karin, lalu menikahi Vivian. Sebuah rencana yang sangat manis dan indah.
***
Vivian baru saja akan masuk ke dalam rumah setelah hampir satu jam duduk di beranda tatkala sebuah mobil sport berhenti di pinggir jalan depan rumah orangtuanya. Hati Vivian seketika berdebar tidak menentu. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat.
Wajah Vivian mulai memanas saat memperhatikan pria tampan itu melangkah menyusuri halaman rumah orangtuanya yang luas. Samuel tersenyum tipis padanya. Hanya senyum tipis tapi cukup membuat hati Vivian bertabur bunga cinta.
Alangkah tampannya pangeran yang satu ini tatkala senyum menghiasi wajahnya.
“Hai, Vi,” sapa Samuel pelan.
Vivian tersenyum tipis dan bergumam pelan membalas sapaan Samuel. Samuel mengenakan pakaian santai. Celana jeans tiga perempat dipadu dengan kaus polo yang melekat indah di tubuhnya. Vivian yakin, semua mata akan menoleh dan menatap lekat padanya.
“Ada acara? Bagaimana kalau kita makan malam di luar?” tanya Samuel tanpa basa basi.
Vivian menatap Samuel tak percaya. Apa ini artinya Samuel ingin mengajaknya kencan?
Vivian menggeleng pelan.
“Bagus,” sambut Samuel. “Bersiaplah, sementara menunggumu, aku akan mengobrol dengan ibumu,” kata Samuel datar.
Vivian kembali hanya mengangguk. Kenapa bila di depan Samuel ia selalu tak berkutik? Samuel begitu dominan dan bisa menguasainya.
Vivian mengajak Samuel masuk ke dalam rumah dan memberitahu ibunya akan kedatangan Samuel. Setelah ibunya menemani Samuel, Vivian segera beranjak untuk mandi dan bersiap diri. Baru pukul lima sore, masih banyak waktu sebenarnya sebelum acara makan malam.
***
Samuel berusaha menunjukkan wajah antusias dan ramah saat mengobrol dengan Ny. Henry, ibunya Vivian. Sudah hampir satu jam Vivian bersiap diri, tapi gadis cantik itu masih belum kelihatan sama sekali. Apa wanita bila berdandan memang selama itu?
Baru saja Samuel akan menggerutu dalam hati, sosok yang ditunggu sudah pun muncul. Samuel menatap Vivian tak berkedip. Vivian terlihat sangat seksi dengan celana jeans setengah paha dan blus sifon tanpa lengan berwarna putih yang sedikit menerawang memperlihatkan pakaian dalamnya.
Samuel mendesis gusar. Bagaimana mungkin Vivian bisa berpakaian seperti ini? Ia bukan munafik. Ia sangat suka melihat wanita cantik dan seksi menggoda. Hanya saja, kali ini yang tampil menggoda adalah calon istrinya, wanita yang sudah menggetarkan hatinya. Ada rasa posesif yang entah datang dari mana menguasai hati Samuel secara tiba-tiba.
“Maaf lama,” ujar Vivian dengan senyum manis.
Samuel bergeming. Vivian memeluk ibunya untuk berpamitan dan Samuel dengan sopan menganggukkan kepala pada calon mertuanya.
“Aku rasa kamu harus menggantikan pakaianmu, Vi,” kata Samuel begitu mereka sudah keluar dari rumah.
Vivian yang berjalan di sisi Samuel menoleh dan mengerut kening heran. Ia berhenti melangkah, begitu juga Samuel.
“Kenapa? Pakaianku salah? Enggak matching?” tanya Vivian bingung. Rasanya untuk soal fashion, seleranya selalu bagus, tidak pernah norak apalagi berpakaian tidak matching.
Samuel mengusap rambutnya sejenak, lalu mengembus napas frustrasi.
“Bukan begitu, hmm... aku merasa pakaianmu sedikit terlalu seksi,” kata Samuel pelan, takut Vivian tersinggung.
Vivian membesarkan mata menatap Samuel. Sedikit seksi? Penilaian seperti apa itu? Kenapa tidak bilang bahwa ini seksi? Bukankah ia memang terkesan seksi? Dan ia bangga bila dibilang seksi.
“Gantilah pakaianmu, aku akan menunggu di mobil, jangan lama,” pesan Samuel. Tanpa menoleh ia meninggalkan Vivian yang terlihat keheranan.
Apa sikapnya ini terlalu menunjukkan sikap dominannya? Atau posesif? Samuel hanya merasa tidak nyaman bila Vivian menjadi pusat perhatian karena tubuh seksinya
***
Love,
Evathink
Follow i********:: evathink