5
Vivian menyesap jus sirsak kesukaannya. Mereka baru saja selesai makan siang. Selama makan, ia hampir tercekik karena menyadari sepasang mata yang dingin itu terus-menerus memperhatikannya, membuatnya gugup.
“Ayo, Kak, Vivi mau belanja,” ajak Vivian saat melihat Andros telah menyelesaikan makannya. Ia tidak betah berlama-lama di dekat Samuel, merasa terintimidasi oleh tatapan yang dingin itu.
“Kakak masih banyak pekerjaan, bagaimana kalau kamu ditemani Samuel saja?” tanya Andros dengan wajah pura-pura polos tanpa rasa bersalah.
Vivian melotot pada Andros. Sadar kakaknya sedang berusaha mendorongnya pada gunung salju ini.
“Samuel sibuk, Kak,” Vivian beralasan tanpa menatap Samuel, tidak ingin melihat bagaimana ekspresi pria itu. Pastinya Samuel juga keberatan, bukan? Mereka dijodohkan dan dipaksa menjalani hubungan ini.
“Aku tidak keberatan menemanimu, Vi,” tukas Samuel datar.
Hati Vivian bergetar. Ini pertama kali Samuel memanggil namanya. Dan mengapa rasanya terlalu indah didengar hanya untuk sebuah panggilan?
Andros tersenyum lebar. “Nah, pangeranmu sudah bersedia menemanimu, Sayang. Maka silakan, Putri, berbelanjalah dengan ceria,” kata Andros menggoda. Ia bangkit dan bersiap meninggalkan kafe.
“Tapi, Kak...” Vivian mulai panik. Ia tidak ingin berduaan saja dengan Samuel, pasti rasanya kaku sekali. Setelah kemarin mereka berduaan di pantai dan hanya mengobrol singkat, hari ini pasti tidak akan jauh berbeda.
“Sampai jumpa, Sayang,” goda Andros dengan senyum lebar. Ia mengedip sebelah matanya pada Vivian dan berlalu.
Vivian menggerutu dalam hati. Lihat saja, begitu tiba di rumah nanti, ia akan menghukum kakaknya dengan dahsyat agar dia tahu rasa.
Samuel mengerut kening. “Kenapa? Tidak senang ditemani olehku?”
Vivian mengangkat wajahnya yang memanas untuk menatap Samuel. Ia menggeleng.
“Tidak?” tanya Samuel lagi, tersirat nada tidak percaya dalam suaranya.
Vivian segera tersadar. “Eh, bukan begitu maksudku, aku senang,” jawab Vivian cepat dengan wajah merah merona. Ia mengumpat dalam hati, bagaimana mungkin seorang Samuel bisa membuatnya bertingkah seperti anak sekolah dasar?
***
Samuel mengulum senyum melihat tingkah Vivian, tahu bahwa gadis ini sedang gugup. Ia melambai kecil pada pelayan kafe untuk membawakan nota tagihan padanya, lalu segera membayarnya.
“Ayo, kutemani,” ajak Samuel sambil berdiri.
Vivian terlihat masih terpaku.
“Vi?”
“Eh, iya,” jawab Vivian gugup. “Sungguh, aku tidak mau merepotkanmu,” jawab Vivian cepat sambil berdiri.
Samuel tersenyum tipis. “Aku tidak akan melakukan sesuatu yang kurasa akan merepotkanku,” kata Samuel ringan. “Ayo,” ajaknya lagi.
Ia tidak tahu apa yang membuat Vivian gugup saat bersamanya. Apa Vivian takut ketahuan oleh pacarnya saat berduaan dengannya?
Samuel tersenyum kecut menyadari ada perasaan tidak nyaman menyapa hatinya saat memikirkan itu.
“Pacarmu tahu kita dijodohkan?” tanya Samuel tiba-tiba, tidak kuat menahan rasa ingin tahu yang tiba-tiba saja memenuhi dadanya.
“Eh?” Vivian menatap Samuel heran.
Samuel mengangkat alis menunggu jawaban Vivian.
“Aku tidak punya pacar saat ini,” jawab Vivian pelan dengan wajah sedikit merona.
Samuel menatap Vivian dalam-dalam, ingin memastikan kejujuran pernyataan Vivian barusan, lalu menghela napas lega. Tidak tahu mengapa harus merasa lega. Yang jelas, ini artinya Vivian akan menjadi miliknya satu, bukan? “Bagus,” jawab Samuel singkat. Lalu tanpa banyak bicara, ia meraih tangan Vivian dan mengajaknya keluar dari kafe.
Mereka mulai menjelajahi butik demi butik. Dua jam sudah berlalu, Samuel mulai merasa jenuh. Mengapa wanita punya tenaga ekstra untuk berbelanja?
“Vi, aku rasa untuk hari ini sudah cukup, sudah dua jam kita belanja,” kata Samuel sambil menarik Vivian untuk duduk di salah satu kursi yang disiapkan pihak pusat perbelanjaan untuk para pengunjung yang ingin duduk.
Vivian terdiam. “Maaf bila aku merepotkanmu,” kata Vivian pelan.
Nada tulus dalam suara Vivian membuat Samuel tersentuh. Vivian begitu lembut dan memesona. Menemaninya berbelanja selama dua jam membuat Samuel tahu sedikit sebanyak tentang selera Vivian. Dan tentu saja, kekakuan di antara mereka sedikit mencair. Vivian tidak lagi terlihat salah tingkah.
“Aku tidak merasa repot, hanya lelah, aku tidak terbiasa menemani wanita belanja,” kata Samuel lagi.
Vivian mengerut kening, tapi Samuel memilih untuk tidak mengacuhkannya.
“Sekarang, temani aku menonton,” ajak Samuel sambil berdiri dan menarik tangan Vivian.
“Oke,” jawab Vivian singkat tanpa banyak membantah.
Dan dua puluh menit kemudian mereka sudah duduk bersisian di kursi paling belakang di sebuah bioskop.
“Aku takut menonton film horor,” kata Vivian sambil menatap layar lebar yang mulai mempertontonkan film yang akan diputar.
“Ada aku,” jawab Samuel singkat.
Dan acara menonton pun dimulai. Sepanjang film diputar, Vivian turut menjerit seperti penonton yang lain saat adegan-adegan seram muncul di layar. Vivian bukan hanya menutup wajahnya dengan tangan, tapi juga menyembunyikannya di bahu Samuel dan membuat d**a Samuel kembali bergetar.
Ada perasaan hangat menyentuh hatinya saat tangannya mengelus bahu Vivian untuk menenangkannya. Ada debar yang tak kuasa ia sangkal saat wangi tubuh Vivian begitu menggodanya.
Samuel sadar, ia mulai terjerat dalam pesona Vivian.
***
“Jangan ajak aku menonton film horor lagi, Sam,” kata Vivian gemas saat mereka keluar dari bioskop bersama penonton lainnya.
Samuel tersenyum geli. Film horor tadi sukses mencairkan suasana kaku di antara mereka.
“Bukankah menyenangkan?” tanya Samuel lagi, berniat menggoda. Vivian sudah berhasil mencairkan hatinya, membuatnya kembali hangat setelah bertahun-tahun diselimuti salju.
Vivian merengut dan membuat Samuel tergelak kecil.
“Oke, bagaimana kalau kita menonton sekali lagi, tapi film cinta, mungkin akan membuatmu merasa lebih baik,” ajak Samuel pada Vivian.
Vivian menatap Samuel tak percaya. “Yakin kamu mau menonton film cinta?” tanya Vivian dengan mata melebar. Bukankah bagi para pria, film cinta itu sangat membosankan?
Samuel tersenyum tipis dan mengangguk tanda mau. Dan Samuel tidak tahu, ia harus bersyukur atau menyesali pilihannya.
Film cinta yang mereka tonton sukses menyentuh hatinya. Tiba-tiba saja ia merasa jatuh cinta seperti apa yang tokoh di dalam film itu rasakan. Dan Samuel tahu, pintu hatinya telah terbuka, salju yang selama ini menyelimuti hatinya itu telah retak dan mulai runtuh.
***
Vivian tersenyum kecil dan melambaikan tangan pada Samuel yang sedang masuk ke dalam mobil.
Romantisnya film cinta yang baru saja mereka tonton sukses mencairkan suasana kaku di antara mereka. Bahkan rasa manis cinta pada film tadi masih begitu kuat melekat di hatinya.
Mobil Samuel berlalu. Tanpa sadar Vivian mengulum senyum mengingat kebersamaan mereka tadi.
“Wow!”
Vivian tersentak. Itu suara kakaknya. Sejak kapan Andros pulang kerja? Ah iya, sekarang sudah gelap, ia bahkan sudah menghabiskan setengah harinya bersama Samuel.
“Kencan yang luar biasa, hm?” tanya Andros menggoda.
Wajah Vivian bersemu merah. Ia mendekati Andros dan mencubit perutnya. Andros meringis membuat Vivian tertawa kecil lalu berjalan masuk ke dalam rumah, meninggalkan Andros yang masih mengaduh kesakitan.
“Kamu jalan seharian, Sayang,” tegur Ny. Henry begitu melihat anak perempuannya memasuki dapur. Ia sedang membantu pembantunya menyiapkan hidangan makan malam.
Vivian tersenyum lebar dan segera memeluk ibunya. “Untuk bersenang-senang, Mami,” kata Vivian manja. Ia melepas pelukannya dan mengambil satu ekor udang goreng tepung yang spontan membuat ibunya melotot menatapnya.
“Belajar cuci tangan sebelum menyentuh makanan, Sayang,” tegur Ny. Henry lembut.
Vivian menyegir. Tanpa mendengarkan teguran ibunya, ia memasukkan udang goreng tepung itu ke dalam mulut.
“Enak,” kata Vivian dengan mulut yang masih penuh makanan.
Ny. Henry menggeleng kepala. Vivian masih saja bertingkah seperti anak kecil. Apa anaknya ini sudah siap untuk menikah? Ia tahu pasti sebenarnya suaminya dan keluarga Eduardo telah pun merencanakan pernikahan untuk mereka.
“Vivi, kamu harus belajar menjaga tingkah, Sayang,” tegur Ny. Henry sambil menghela napas pelan.
Vivian meringis. Tahu ibunya tidak senang dengan tingkahnya.
“Vivi mau mandi dulu, Mi,” kata Vivian tanpa menanggapi kalimat ibunya. Sambil bersenandung kecil, ia melangkah menuju anak tangga ke lantai dua.
Hari ini hatinya berbunga-bunga. Dan tentu saja penyebabnya adalah Samuel. Kebersamaan mereka tadi masih dengan setia berputar di benaknya.
***
Love,
Evathink
Follow i********:: evathink