Berakhir Petaka

2178 Kata
“Artemis. Namaku Artemis. Kau bisa memanggilku dengan nama itu dan kita akan tetap bertanding besok.” Pada akhirnya, wanita bermata indah dengan rambut sewarna dengan daun maple dan aroma tubuh serupa musim semi bernama Artemis itu benar-benar berlalu. Meninggalkan Orion yang mengepalkan tangan dengan gembira. Sejak saat itu keduanya semakin sering bertemu dan melakukan perburuan di hutan bersama-sama. Artemis tidak memberi tahu Orion siapa kedua orang tuanya, sedangkan Orion hanya mengakui jika dia merupakan putra ratu kerajaan Boeotia. Hubungan keduanya semakin dekat dan seolah Dewa Eros menembakkan panah cinta kepada mereka. Meski kenyataan menanti di depan mata layaknya bom waktu yang akan meledak kapan pun. ***** “Jadi anak itu bernama Antares?” tanya Artemis. Keduanya tengah duduk bersama. berteduh di bawah pohon yang berada di pinggir sungai. “Iya. Dan sekarang ia berada di kerajaanku untuk berlatih menjadi prajurit di bawah asuhan pamanku.” Beberapa hari lalu, Orion dan Artemis baru saja menyelamatkan seorang anak kecil—yang mungkin berusia sepuluh tahun lebih—dari kejaran banyak orang karena ia akan dibunuh. “Kau bilang dia anak yang sama yang kau selamatkan juga dari amukan beruang?” tanya Artemis. Orion mengangguk. Sebelumya lelaki itu melihat empat orang anak kecil di pinggir danau di hutan tengah bermain dengan seekor anak beruang. Begitu lah yang Orion duga dari kejauhan, sampai kemudian ia mendengar suara anak beruang itu seperti menjerit dan merengek ketakutan. Setelah Orion perhatikan lebih seksama rupanya dua dari empat anak itu mengganggu si anak beruang. Dua anak pengganggu yang tampak lebih besar usiannya dibanding yang lain terus berusaha melukai anak beruang, sampai satu yang paling kecil akhirnya bertindak dengan berusaha merampas pisau tersebut. Akan tetapi anak nakal yang lebih besar tidka mau mengalah dan terjadilah tarik-tarikan perebutan sebuah pisau hingga menggoreng lengan anak yang paling kecil lalu satu lainnya mendorong hingga tercebur ke danau. Sedangkan satu anak lain yang tidak mengganggu beruang itu mencoba menolong, tetapi satu anak yang lebih besar menahannya. Sementara yang lain masih mengganggu anak beruang. Saat itu Orion sudah berniat memisahkan ketika seekor beruang besar yang rupanya induk si beruang kecil itu menghampiri mereka dengan mengamuk. “Aku begitu sibuk karena harus menyelamatkan anak kecil yang tenggelam lebih dulu. Sedangkan dua anak nakal yang mengganggu lari dengan cepat. Tetapi satunya tidak. Anak itu terus memanggil nama anak yang tenggelema dan memohon padaku untuk menyelamatkan adiknya.” “Lalu?” “Lalu induk beruang yang sebelumnya mengejar anak-anak yang sebelumnya berlari itu kembali karena meninggalkan bayi beruangnya.” Saat itu Orion belum sempat melakukan tindakan apa pun setelah mengangkat adik kecil yang tenggelam ke permukaan. Karena induk beruang itu menyerang satu anak yang tersisa, kakak dari bocah yang tenggelam. “Beruntung kau datang tepat waktu. Setidaknya anak itu bisa selamat dan kembali ke rumahnya,” tutur Orion mengingat cerita beberapa waktu lalu. Mata Orion kemudian teralihkan pada busur milik Artemis yang tergeletak tak jauh dari mereka. Bentuknya yang setengah lingkaran melengkung sempurna laksana bulan sabit. Busurnya terbuat dari perak, namun tangkai panahnya dibuat dari emas. “Aku suka busur milikmu,” ujar Orion tiba-tiba dan mengambil busur tersebut untuk ia pegang. “Siapa yang membuatnya?” “Kenapa?” “Bisakah aku memintanya membuatkan satu untukku juga? Busur yang sama dengan milikmu.” “Aku tidak yakin,” jawab Artemis terdengar ragu. “Apakah orang itu meminta bayaran yang mahal?” tanya Orion yang dijawab gelengan kepala. “Aku harap anak kecil yang kita selamatkan itu bisa benar-benar tumbuh dengan baik. Aku melihat ia akan sangat berguna untukmu di masa depan.” “Firasatku juga mengatakan begitu.” Orion merebahkan kepalanya di paha Artemis. Kemudian hening merayap turun. Siang itu cahaya matahari yang hangat ditambah angin sepoi-sepoi membawa helaian rambut bergerak melambai. Begitu indah dilihat dari sudut pandang Orion, ia yakin bisa terus jatuh hati pada wanita ini hanya dengan melihatnya saja. Kemudian pikiran Orion terlintas acak, membayangkan bagaimana jika suatu saat Artemis diserang oleh beruang atau binatang buas lain. Orion tidak akan membiarkannya. “Aku akan memusnahkan semua hewan buas di hutan ini dan mempersembahkannya untukmu,” ujar Orion seketika membuat mata hijau Artemis membola menatapnya. Dan seolah tahu kalimat itu akan menjadi boomerang di kemudian hari. Artemis segera menutup mulut Orion dan menggeleng. “Jangan! Jangan katakan itu.” “Kenapa?” Orion melepas tangan Artemis, lalu menggenggamnya di atas d**a. Pandangan lelaki itu masih setia menatap pada wajah wanita yang telah berhasil mendapatkan hatinya. “Aku bisa melakukan itu. Aku bisa melakukan apa pun untukmu.” “Tidak Orion!” Artemis bangkit dari duduknya. Hal itu membuat Orion terkejut sekaligus dilanda kebingungan. “Berjanjilah kau tidak akan melakukannya!” “Tapi kenapa?” Dari tempat ia duduk, Orion bisa melihat dengan jelas raut wajah Artemis yang dilanda kecemasan. Sebagai lelaki, ia berusaha menenangkan wanita yang ia cintai dengan mencoba meraih kembali tangan Artemis. Akan tetapi Artemis menolak dan itu melukai ego Orion. “Kenapa Artemis? Apa kau meragukan perkataanku? Atau kau tidak percaya kemampuanku?” Artemis hanya menggeleng dalam diam, mata hijau itu terpejam, bibirnya merapat. “Jangan kan seluruh binatang buas di hutan ini, aku bahkan bisa memusnahkan seluruh binatang buas di seluruh du—” “Aku bilang berhenti, Orion. Jangan katakana hal seperti itu!” “Dan aku harus tahu alasannya!” sahut lelaki itu tak kalah sengit. “Aku tidak bisa mememahami sesuatu yang bahkan aku tidak ta—” “Karena aku adalah seorang dewi,” sambar Artemis. Seketika pengakuan itu membuat Orion terdiam seolah benaknya sulit untuk mencerna pengakuan singkat itu. “Kau … apa?” “Aku seorang dewi, Orion. Aku adalah dewi hutan yang harus melindungi hewan-hewan muda dan sedang hamil dari segala bentuk ancaman.” “Tunggu … bukan kah kau juga sebelumnya sering berburu bersamaku? Kau mengejar beberapa hewan buas.” “Hanya ketika mereka melukai hewan lain yang masih muda atau yang tengah mengandung. Dan seperti yang kau tahu, aku hanya melukai mereak sedikit. Tidak membunuh mereka.” “Bagaiaman dengan babi hutan yang kau dapat saat kita pertama kali bertemu?” “Babi hutan itu  telah mati karena dipersembahkan seseorang untukku yang kemudian aku tancapkan panah milikku.” Orion semakin kehilangan kata-kata. Baru lah beberapa waktu kemudian Orion menghampirinya. Memberinya sebuah pelukan untuk menenangkan. “Tak apa, Artemis. Tak apa. Kau tidak perlu cemas. Aku berjanji tidak akan melakukannya.” Sebuah angin kencang secara tiba-tiba menerjang mereka entah dari mana. Orion tidak bisa membuka mata oleh karena debu dan daun-daun kering yang menghalangi pandangan. Setelah badai singkat tersebut menghilang. Seekor burung elang bertengger di atas pohon menatap mereka, setidaknya itulah yang Orion lihat. Sampai kemudian Artemis melepas pelukan untuk berlutut. “Ayah.” ***** Tidak mungkin! Setelah Artemis mengaku dirinya seorang dewi kini ia melihat sekor burung elang yang disebutnya ayah? Artemis lalu menarik ujung tunik milik Orion sebagai isyarat untuk ikut berlutut. Tentu saja ia menolak. Berlutut pada seekor burung elang? Ada yang salah di sini. namun Artemis tentu tidka mau mengalah. Hingga akhirnya Orion ikut berdiri di atas lututnya. “Pejamkan matamu!” bisik Artemis memerintah.. “Kenapa?” “Seorang manusia tidak boleh melihat wujud dewa. Atau ia akan kehilangan pengelihatannya,” jelasnya. “Cepat!” Orion menurut, apa pun itu ia akan mengalah untuk saat ini. Melalui suara yang berhasil ditangkap telinganya, Orion mendengar sesuatu seperti sesuatu yang mendengung. Kemudian suara nan berat itu memanggil nama Artemis. “Artemis.” “Ayah.” Rasa penasaran Orion bertambah. Apakah burung elang itu bisa berbicara? “Kau tahu apa yang telah kau lakukan bukan?” Artemis tidak bersuara. “Saudaramu, Apollo telah mengatakan padaku. Kalian berdua membunuh ketujuh anak dari Niobe.” “Ya aku melakukannya.” “Dan benarkah kau melakukannya karena Niobe mengatakan pada ibumu bahwa ia lebih hebat karea telah berhasil melahirkan tujuh anak?” “Benar.” “Tapi kau tahu bukan apa yang baru saja manusia ini katakana?” “Ayah … itu—” “Menyombongkan diri dengan berkata akan membunuh semua hewan buas di seluruh dunia ini untuk dipersembahkan padamu. Sementara kau lebih senang melindungi hewan-hewan liar.” Orion tidak mendengar suara Artemis tapi ia bisa menyadari kecemasan wanita itu. “Sekarang aku akan memberimu pilihan. Tidak! aku tidak akan memberimu pilihan tapi aku akan memintamu menjauhi manusia ini.” Meski tidak melihat, Orion tahu siapa yang dimaksud manusia di sini. “Tapi saya sudah menarik ucapan saya,” sahut Orion ia yakin seluruh pandangan mata mereka sedang terarah padanya. “Dan kau berpikir itu cukup?” Sesuatu di dalam dadda Orion terasa bergolak. Ia tidak terima dengan penolakan hubungan ini. ia yakin dirinya dan Artemis sama-sama memiliki perasaan yang besar. Mengapa mereka harus terhalang oelh sebuah ucapaan? “Aku mengatakan hal itu sebagai bentuk rasa cintaku padanya.” “Aku tidak akan menjawab apa pun. Keputusanku tetap tidak berubah.” “Itu tidak adil!”sentak Orion dengan berani sambil bangkit dari tempatnya. Lelaki itu bahkan membuka mata dan menatap ayah Artemis dengan sorot mata tak gentar sedikit pun. Didapatinya seorang lelaki dengan wajah rupawan berambut putih dan bertubuh luar biasa hingga membuat dirinya nyaris kehilangan kepercayaan diri. Namun pakaian yang dikenakan terlihat mewah serta berkilau. Lelaki itu menatapnya balik, begitu juga Artemis memananginya dengan sorot keheranan. “Hmm … menarik,” ujar ayah Artemis. “Orion bagiamana kau….” “Biar aku tebak, kau adalah salah satu putra Possedion. Apa aku benar?” Orion membasahi tenggorokannya. “Tidak ada manusia yang kuat melihat wajah dewa dewi, kecuali dia berdarah campuran,” sambung lelaki berambut putih itu lagi. Seketika Artemis tersadar. “Itu benar, harusnya kau juga terluka saat melihatku.” “Itu benar,” aku Orion pada akhirnya. “Tidak, Artemis.” Tangan ayahnya terangkat saat Artemis bersiap membuka mulut. “Aku tahu apa yang kau mau. Tapi tidak. seperti yang aku bilang. Aku … Zeus. Dewa dunia atas, pemimpin Olympus, tidak akan mengubah apa yang sudah aku katakan. Kau terlarang untuknya!” Zeus? Alih-alih takut tersambar petir milik dewa itu. Orion semakin tidak terima dengan yang keputusan sepihak tersebut. Lagi pula selama ini Orion juga tidak terlalu menyukai para dewa, terutama Posseidon dan Zeus. Kedua bersaudara ini sama saja. “Bagaimana jika aku mengajukan persyaratan?” “Orion,” lirih Artemis diiringi gelengan kepala. “Siapa kau hingga berani—” “Jika aku mampu menguasai seluruh daratan Yunani maka kau harus mengizinkan kami bersama?” “Kau yakin?” tanyanya menantang. “Sangat sangat yakin.” Orion mengangguk mantab. “Lagi pula, meski aku tidak ingin, aku tetap lah memiliki sebagian darah Dewa Posseidon bukan?” “Baiklah. Tapi selama kau belum bisa memenuhi itu semua, kau tidak akan bisa bertemu dengan Artemis.” “Aku tidak keberatan.” Zeus sang Raja Langit kembali berubah wujud menjadi Elang sebelum kemudian kembali terbang ke langit biru. Sementara Artemis memandang Orion dengan sorot tak terbaca. Sebelum akhirnya ikut berlalu tanpa meninggalkan kata perpisahan. ***** Berselang seminggu kemudian Orion mendapati ibunya meninggal. Tidak ada lagi alasan untuk Orion bertahan di kerajaan ini, ia menyadari satu hal. Kematian ibunya tidak wajar. Itu diketahui Orion dari seorang pelayan yang mengaku jika ia diperintahkan oleh Raja. Orion pun tidak berpikir ulang untuk melakukan p*********n. Hal itu yang membuat banyak orang menduga jika dirinya melakukan kudeta untuk naik tahta, tapi sesungguhnya ia sedang membalaskan kematian ibunya. Lagi pula Orion menyadari jika raja tersebut tidak benar-benar berniat untuk menyerahkan tahtanya kepada Orion. Setelah malam p*********n yang dibantu oleh pamannya Jendral Bazyli, Orion yang tengah berdiri taman belakang sendirian menatap langit dengan banyak perasaan seperti merindukan Artemis, juga berharap ibunya yang telah mati menjadi salah satu bintang di atas sana. Kemudian muncul lah sesosok dari kegelapan, binatang berkaki empat dengan bulu putih kebiruan yang hampir bercahaya. “Sirius?” Anjing dengan taring yang sama besarnya dengan taring singa itu datang padanya membawa selembar surat dari Artemis. Surat pertama yang ia terima dari Artemis itu berisi kurang lebih meminta Orion berhati-hati, jangan terluka dan Artemis juga mengatakan bahwa ia akan membantu Orion dari kejauhan. Terakhir ialah Artemis mengatakan ia merindukannya. Orion tersenyum, dia semakin bertekad untuk menguasai seluruh wilayah daratan Yunani. “Aku pasti akan mendapatkan Artemis. Kau percaya padaku kan Sirius?” Orion mengelus anjing itu dengan sayang. Dan itu juga menjadi terakhir kalinya ia bertemu dengan Sirius, ia menduga jika Artemis melakukan itu agar tidak dicurigai oleh Zeus. Maka ia pun tidak masalah. Hanya saja memang kemenangan tidak selalu mudah untuk didapat. Orion beberapa kali sempat kalah perang, tetapi ia tidak berhenti hinga akhirnya menjadi yang paling ditakuti seteleh berhasil menduduki kekaisaran di ibu kota. Perbedaan kekaisaran dan kerajaan terletak pada wilayah yang berada di bawah kekuasaanya. Kekaisaran bisa memiliki banyak raja-raja yang mengurus beberapa wilayah. Akan tetapi tidka seperti kekaisaran Romawi. Orion tidak pernah ingin disebut sebagai kekaisaran Yunani. Ia lebih menyukai sebutan sebagai Raja dari semua raja. Ada kalanya Orion merasa bosan dengan keadaan, hal itu lah yang membuatnya mengunjungi para wanita penghibur. Hal itu membuat Orion sadar, jika darah ayahnya—Posseidon—tetap mengalir di dirinya. Namun setidaknya keinginan Orion b******a tidak ia lakukan dengan sembarang wanita dan itu tidak menyurutkan rasa cintanya terhadap Artemis. ***** To Be Continue….
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN