Bagi orang lain, Cleosana mungkin hanya seorang gadis yang bertingkah menyebalkan sekaligus menyeramkan. Namun bagi Jendral Bazyli, tentu putrinya adalah yang tercantik dan paling lemah lembut. Ia yakin seluruh orang tua akan merasa demikian. Begitu pun dirinya, Bazyli menyayangi Cleosana melebihi siapa pun, melebihi dirinya sendiri bahkan mungkin melebihi kepercayaan Bazyli terhadap para dewa dewa di olympus.
Cleosana juga lah yang membuatnya memilih untuk membantu Orion agar bisa melakukan kudeta serta menjajah banyak wilayah. Maka dari itu, mendengar berita tentang Orion akan hidup abadi dengan cara menikahi wanita yang memiliki sebuah tanda … Bazyli merasa tidak terima, ia pun akan membunuh siapa pun wanita tersebut. Meski harus mengutus banyak orang di luaran sana.
“Yang Mulia,” Jendral Bazyli mendatangi ruangan Orion.
“Oh,” Orion mendongak dan tersenyum simpul pada Bazyli. “Paman?”
“Tampaknya Yang Mulia sedang teramat sibuk dengan pekerjaan negara ini.”
“Katakanlah. Pekerjaanku bisa menunggu.”
“Apakah Yang Mulia masih belum menemukan keberadaan Gadis Pembawa Keabadian itu? Bagaimana dengan petunjuk?”
Orion menggeleng pelan. “Lagi pula aku sedang memerintahkan Antares untuk beristirahat. Sebagaimana saran Paman.”
Pria tua dengan mata yang telah dikelilingi garis halus di sekitarnya mengangguk pelan.
“Ngomong-ngomong….” Orion bersandar pada punggung kursi seraya menatap langsung pada sang jenderal. “Bagaimana dengan pestanya? Aku memiliki urusan yang sedikit mendesak hingga tidak bisa tetap berada di sana.”
“Pestanya tentu luar biasa. Cleosana bahkan tengah tertidur lelap dan mungkin telah bermimpi indah karena kelelahan.”
Orion mengangguk kecil. “Baguslah. Memang harus seperti itu. Setidaknya pesta dari negara ini terlebih di adakan di dalam istana haruslah megah, mewah, dan glamor. Agar semua orang tahu bahwa kita negara yang besar. Putrimu pasti senang.”
“Tentu saja. Ia bahkan memiliki teman berbincang yang baru,” ujar Bazyli penuh makna.
*****
Itu bohong! Sahut Orion dalam hati.
Orion tidak memiliki pekerjaan mendesak. Ia hanya tidak suka berlama-lama berada di sana. Bukan karena dirinya tidak menyukai pesta. Ia justru yang paling suka riuhnya perkum[ulan manusia dengan hiburan dan aneka hidangan. Tetapi mengingat pesta tersebut diadakan tanpa kemenangan, juga tanpa adanya wanita yang ia cintai. Semua terasa membosankan dan berbeda.
“Baiklah kalau begitu saya undur diri.” Jendral Bazyli menunduk pamit sebentar untuk kemudian berbalik meninggalkan ruangannya.
Barulah kemudian senyum ramah Orion berganti dengan sorot mata yang tidak bisa diduga isi pikirannya. Sesungguhnya Orion telah menaruh sedikit kecurigaan pada pamannya itu terkait informasi sebelumnya. Akan tetapi untuk menghargai Jendral tertinggi di negeri ini, ia harus tetap tersenyum agar tidak ada yang mengendus apa rencana berikutnya.
Orion tahu sesungguhnya Bazyli bukan benar-benar pamannya. Orion bukan lah putra kandung dari ayahnya. Jadi, terkait desas-desus bahwa dirinya membunuh ayahnya sendiri itu tidak mempengaruhi Orion. Sampai kapan pun Orion tidak akan bisa membunuh ayahnya. Lagi pula, laki-laki itu tidak pantas menjadi ayahnya.
Tidak banyak yang tahu bahwa sesungguhnya Orion adalah putra dari dewa laut yakni Posseidon yang berselingkuh dengan ibunya. Demi apa pun Orion merasa jijik karena baginya Posseidon tidak seperti bayangan kebanyakan orang yang begitu memuja dewa tersebut. Di mata Orion, Posseidon tidak lebih dari lelaki hidung belang yang meniduri wanita mana pun yang menurutnya cantik.
Sayangnya, kelahiran Orion yang setengah manusia dan setengah dewa ini tidak mampu untuk menandingi pria tua tersebut. Ibunya yang malang harus menanggung malu karena suaminya dulu mengetahui bahwa ia bukan lah putranya. Menurut ibunya, saat itu ia bersama ayah tiri Orion tengah berada di pantai. Keduanya berniat untuk berlayar menyebrangi pulau. Ketika ibunya tidur siang di dalam kapal tersebut, Posseidon mengambil kesempatan itu untuk menjamah ibunya. Perbuatan laknat yang tidak pantas dilakukan seorang dewa.
Yang tak terduga adalah raja datang ke sana dan melihatnya, sehingga menuduh ibunya berselingkuh.menurut pengakuan ibunya juga, ia hampir dibuang jika saja dirinya terlahir sebagai seorang wanita. Akan tetapi mengetahui Orion seorang putra, ia pun diakui sebagai anak dan dijadikan penerus tahta. Orion tidak memintanya, tidak pula menginginkan kerajaan itu setidaknya begitulah dahulu.
Sampai kemudian ketika ia berburu di hutan, ia bertemu dengan sosok wanita tercantik yang pernah ia temui, Artemis.
*****
Beberapa tahun lalu….
Panah milik Orion membelah udara, melawan angin dengan sasaran seekor binatang berwarna putih kebiruan yang indah sekaligus tampak buas dengan gigi taring serupa dengan gigig harimau. Sayangnya binatang berkaki empat yang tengah memakan rusa itu lebih gesit sehingga mampu menghindari serangan Orion.
“Ah, sial!”
Dengan kuda hitamnya, Orion berusaha mengejar. Akan tetapi medan terjal tidak memungkinkannya untuk terus menggunakan kuda. Pada akhirnya Orion pun turun untuk mengejar mahluk tersebut dengan kedua kakinya sendiri.
Orion sudah kembali menarik busur panah dari balik semak-semak, siap untuk menembak ke sekian kalinya. Kali ini ia yakin akan mendapatkan binatang yang telah lama ia buru. Ia akan menjadikan kulit hewan itu sebagai mantel untuk ibunya. Gigi taring binatang yang tidak Orion tahu namanya itu akan ia jadikan belati.
Anak panah kembali melesat hanya untuk patah sebelum di udara bahkan sebelum ujungnya mengenai tubuh binatang itu. Tentu Orion terkejut. Bagaimana bisa panah yang tengah mengudara cepat itu ditabrak oleh panah lain hingga patah.
“Jadi kau orangnya?” Sebuah suara asing menyapa pendengaran Orion.
Lelaki itu berbalik untuk kemudian terdiam. Pandangannya meneliti dari rambut ikal panjang yang warnanya mengingatkan Orion pada daun maple, kulit putih seputih salju, lalu ketika wanita itu melangkah lebih dekat, Orion bisa mencium aroma serupa musim semi.dan matanya … mata perempuan yang berdiri persis di hadapannya ini berwarna hijau. Begitu meneduhkan. Namun, yang paling mencuriperhatian Orion adalah busur besar beserta anak panah yang ada di punggung wanita itu.
“Siapa kau?” tanya Orion.
“Aku lah yang seharusnya bertanya, siapa kau? Berani sekali menburu Sirius di hutan ini.” wanita itu kemudian memanggil binatang yang selama ini Orion buru hanya dengan satu siulan.
“Sirius?”
“Dia adalah anjing milikku.”
“Anjing?” Orion mengulang kata itu seakan tak percaya dengan pendengarnnya sendiri karena ia yakin, Sirius lebih mirip dengan serigala dibanding seekor anjing. Namun, melihat Sirius mendekati wanita ini, duduk patuh di dekat kakinya dengan lidah menjulur serta ekor berkibas. Orion menyadari jika hewan yang diburunya selama ini memang lah seekor anjing.
“Haruskah aku bertanya ketiga kalinya?”
Orion menegapkan punggung. “Aku hanya seseorang berasal dari wilayah Boeota.”
Wanita tersebut kemudian berjalan mengelilingi Orion dan lelaki itu membiarkannya. “Kau cukup tampan untuk ukuran manusia. Tapi dengan badanmu sepertimu, aku tidak yakin kau keturunan manusia. Apa aku salah?”
Satu hal lagi yang membuat Orion tak bisa menduga, wanita ini adalah orang pertama yang mencurigainya. “Maaf, Nona. Tapi aku memang setampan dan setinggi ini.”
Orion memangkas jarak untuk kemudian tersenyum menyebalkan. “Siapa namamu? Apakah kau juga bukan seorang manusia?”
Lelaki itu yakin melihat sudut bibir semerah apel berkedut menahan senyum.
“Begini saja. Aku lihat kau membawa busur juga.”
“Kuyakin benda ini bukan keranjang makanan,” timpal wanita sarkas.
“Bagaimana jika kita bertaruh? Siapa yang berhasil membawa hewan liar lebih dulu. Maka dia harus memberikan namanya.”
“Kau yakin?”
“Tentu saja. Aku adalah pemburu terbaik yang pernah ada. Aku berharap ketika kau kalah nanti kau tidak mengganti namamu hanya untuk membohongiku.”
“Baiklah. Aku setuju.”
“Sampai bertemu lagi di sini, bersama dengan kekalahanmu.” Orion memberi satu kedipan.
Dan pertandingan pun di mulai.
*****
“Kenapa kau mengikutiku?”
Orion tersenyum mendengar pertanyaan wanita tersebut, ia memang sengaja mengikuti wanita ini hanya untuk menghalanginya. “Aku tidak terlalu mengenal hutan ini dan aku tidka ingin tersesat.”
“Pembohong. Bukan kah kau sudah berulang kali datang untuk memburu Sirius?”
Anjing itu lagi.
“Bagaimana kau bisa mengetahuinya. Dia bercerita padamu?” Sesungguhnya itu hanya kalimat candaan. Akan tetapi Orion tidak menduga jika wanita ini akan menjawab iya.
“Kau berbohong,” ujar Orion tak percaya. “Bagaimana bisa kau mengetahui bahasa binatang?”
Mereka berjalan menanjak menuju perbukitan.
“Aku akan mengatakannya jika kau memenangkan pertandingan.”
Wah, Orion semakin tidak sabar. Wanita ini semakin menarik di matanya.
“Baik lah aku pastikan kau akan menjawab semua pertanyaanku dengan jujur.”
“Dan akan kupastikan kau tidak akan mendap—aaaakh!”
Wanita itu tegelincur dan mungkin saja akan jatuh berguling jika Orion yang ada di belakangnya tidak dengan sigap menahan pinggang wanita tersebut.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Orion cemas.
“Aku baik-baik saja.” Wanita itu menegakan diri dengan segera.
Mereka kembali menapaki jalan bersama. “Berhati-hati lah. Kau mungkin tidak akan bisa memanagkan pertandingan ini dengan kaki yang terkilir.”
“Kau terlalu meremehkanku.”
“Dan kau terlalu sombong.”
Perdebatan mereka terhenti oleh karena keduanya mendengar suara yang mencurigakan. Masing-masing dari mereka telah bersiap dengan busur dan anak panah. Gemerisik pergerakan dari semak-semak kian jelas. Mereka menunggu dan menunggu. Memastikan anak panah milik mereka lah yang mengenai hewan tersebut lebih dulu.
Kemudian seekor binatang bertelinga panjang dengan bulu putih keluar dari semak yang sebelumnya bergoyangdengan kaki yang meloncat. Orion dan wanita itu membuang napas. Karena jelas, kelinci bukan termasuk hewan buas. Akan tetapi semua terjadi begitu cepat saat seekor macan muncul entah dari mana, melahap binatang lucu itu.
Keduanya kembali mengangkat busur dan melepas panah. Namun tak satu pun yang berhasil melukainya.
“Macan itu kabur!” seru Orion. mereka pun berlari mengejarnya.
“Itu bukan macan, itu cheetah.” Di tengah keadaan mereka yang berlari, wanita ini masih sempat membenarkan kesalahan Orion.
“Apa bedanya? Mereka sama-sama berkaki empat dan tubuh yang memiliki bintik hitam.”
“Demi ayahku, cheetah memiliki tubuh yang lebih ramping dengan corak yang lebih terang sedangkan macan memiliki bahu yang lebih meninjol.”
Orion tersenyum dan merasa semakin senang menggoda wanita ini.
Setelah berlari cukup jauh, Orion yang berada di depan mendadak berhenti dan satu tangannya juga terentang untuk menahan wanita di belakangnya agar tidak bergerak. Macan atau lebih tepatnya cheetah yang mereka kejar tengah menikmati buruannya. Bulu putih kelinci itu sudah tercemari oleh merahnya darah dan pasti sudah tidak bernyawa.
Belum sempat Orion mengambil anak panah, wanita itu telah berdiri di depan Orion beberapa langkah dengan posisi yang siap. Cheetah itu mengangkat kepalanya dan menoleh ke satu arah, Orion ikut bersiap dengan busur dan panahnya, akan tetapi telinganya menyadari satu hal. Persis di arah yang dilihat cheetah sebelumnya muncul segerombolan kudanil yang berlari. Sementara sang cheetah telah meninggalkan tempatnya yang kembali gagal, wanita itu justru tidak menyadari ada bahaya yang siap menerjangnya. Orion berdecak kesal, mulutnya mengumpat sebelum kemudian menarik wanita tersebut.
Keduanya terjatuh bersama dan hanya berjarak sedikit lebih jauh dari kawanan kudanil. Deru napas Orion memburu oleh karena rasa terkejut. Punggungnya menyentuh tanah sementara wanita itu tengah menatapnya dari atas tubuh Orion. Dia bahkan bisa melihat mata hijau tersebut lebih dekat dan lebih indah.
“Cantik,” gumam Orion tanpa sadar.
Wanita tersebut segera bangkit. Dan seolah tidak terjadi apa-apa dia kembali mengejar binatang yang hampir saja ia dapatkan. Sedangkan Orion terduduk sambil memegangi dadanya yang berdebar kencang.
*****
Langit sudah hampir gelap, matahari di langit sana meredup, di tambah daun rimbun dari pohon-pohon besar semakin mengurangi cahaya matahari menembus ke dalam hutan. Entah sudah berapa lama keduanya berburu. Seekor babi hutan yang berhasil diburu terongok di tanah.
“Hanya seekor babi hutan?” tanya Orion meremehkan hasil yang didapat wanita itu.
“Bagaimana denganmu? Kau bahkan tidak mendapatkan buruan apa pun.”
Bagaimana mengatakannya. Setelah wanita ini pergi lebih dulu, Orion kehlangan jejak. Ia juga tidak fokus saat berburu oleh karena dadanya yang terus berdebar kencang tiap kali benaknya mengingat sorot mata hijau itu. Bidikannya terus saja meleset.
“Tidak memiliki alasan Tuan Tampan dan Tinggi yang sombong?” ejeknya sambil melirik ke balik punggung Orion. “Sepertinya kau juga kehabisan seluruh anak panahmu.”
Orion tidak membalas dan hanya tersenyum mendengar ledekan tersebut. “Baiklah. Aku kalah. Apa boleh buat, aku akan menjawab semua pertanyaan yang kau berikan.”
“Bagus karena begitulah seharusnya orang laki-laki bersikap.” Wanita itu berdiri dengan tangan terlipat di d**a. “Sekarang katakana. Siapa namamu?”
“Namaku Orion.”
“Dan kau benar-benar seorang manusia?”
“Tentu saja.” Bukankah itu benar? Orion tidak berbohong karena memang separuh dirinya adalah manusia. “Kau tidak percaya?”
“Anggap saja aku percaya.” Wanita itu lalu mengibaskan satu tangannya. “Sebaiknya kau segera pulang! Jarak dari sini ke Boeotia lumayan jauh kau mungkin baru akan tiba di rumahmu tengah malam jika hanya berjalan kaki.”
“Aku memiliki kuda yang aku tinggalkan tak jauh dari sini. Kau tenang saja.”
“Bagus lah.”
“Lagi pula,” sambung Orion. “Siapa yang dapat melukaiku?”
“Terserah kau saja. Aku pergi.” Wanita itu sudah melampirkan busurnya dan memanggil Sirius. Anjing besar berwarna putih tersebut tampaknya tetap serah seperti ada sebuah cahaya yang berkilau dari tubuhnya.
“Tunggu!” seri Orion menahan langkah wanita itu. “Bagaimana jika besok kita melakuakn pertandingan lagi. Aku yakin akan memenangkannya dan mendapatkan namamu.”
Wanita tersebut tidak berbalik, hanya menoleh melalui bahunya. “Besok, di jam dan tempat yang sama. Siapa yang terlambat maka dia hanya boleh menggunakan sepuluh anak panah data berburu.”
Orion tentu merasa senang, dan kesenangannya bertambah saat wanita itu memanggil namanya.
“Orion.”
Sang pemilik nama menatap wanita itu, lalu memiringkan sedikit wajahnya seolah bertanya ada apa tapi sesungguhnya ia sedang berusaha untuk tidak tersenyum. Siapa yang bahagia mendapat kekalahan? Tentu saja Orion.
“Artemis. Namaku Artemis. Kau bisa memanggilku dengan nama itu dan kita akan tetap bertanding besok.”
Pada akhirnya, wanita bermata indah dengan rambut sewarna dengan daun maple dan aroma tubuh serupa musim semi bernama artemis itu benar-benar berlalu. Meninggalkan Orion yang mengepalkan tangan dengan gembira.
*****
To Be Continue…