Tanda

1408 Kata
Antares dan Lettasya tengah berbaring di atas permadani milik Antares yang ada di ruang kerja menyadari kursi yang mereka gunakan sebelumnya terlalu sempit untuk digunakan berdua. Jemari Antares menelusuri lengan Lettasya yang terbuka, mengelus dengan lembut. Tubuh keduanya hanya tertutupi sebuah selimut yang digunakan bersama. “Kenapa kau menutupinya?” tanya Antares yang terbaring berhadapan dengan Lettasya. “Apa?” “Miguel.” Antares merujuk pada fakta yang baru saja dia tahu pasca menembus diri Lettasya sepenuhnya. Sial! Wanita ini masih suci dan tentu sudah tidak lagi sekarang. “Aku tidak menutupinya. Aku hanya tidak menjelaskannya,” kilah Lettasya. “Bagaimana kau bisa bertemu dengan Miguel?” “Dia memelukku secara tiba-tiba. Memintaku menggendongnya dan tidak mau terlepas. Ia berkata dirinya lapar.” Mata Lettasya menerawang. “Tapi reaksimu berlebihan pada Tuan Costword.” Ingatannya kembali pada beberapa waktu silam ketika Antares pertama kali menemukan Lettasya yang menatap dengan sorot marah, tanpa gentar sama-sekali pada bangsawan yang memiliki begitu banyak pengawal. Bahkan Antares yakin, jika Lettasya mampu ia pasti akan menerjang Costword. Wajah cantik wanita itu menatap Antares tidak terima. “Bagaimana bisa aku bersikap berlebihan bila melihat orang seperti itu melukai anak kecil. Bila aku memang berlebihan bagaimana denganmu? Kau yang justru membawa kami ke rumah ini padahal jelas-jelas bangsawan berperut buncit itu memintamu untuk memenjarakanku dan Miguel.” “Seperti yang pernah aku bilang, aku menyayangi adikku. Dan melihat Miguel terkapar tak sadarkan diri tentu tidak akan membuatku tega untuk memasukan kalian ke penjara. Aku yang paling tahu kondisi penjara istana.” Lettasya mengangguk paham. “Kau tidak punya hubungan dengan Miguel, kau juga mengira akan mendapat hukuman bukan. Kenapa kau tidak mencoba kabur dari sini?” tanya Antares heran. “Bukan kah kau mencari adikmu?” “Mencari seseorang di tempat yang aku tidak tahu tentu berbahaya. Setidaknya aku bisa tidur dan makan gratis di sini meski aku sempat berpikir aku dan Miguel akan benar-benar di hukum.” Lettasya lalu bergerak menopang tubuhnya dengan kedua tangan yang terlipat di atas permadani. Memandang pada Antares sepenuhnya. “Aku juga sempat berpikir kau memang prajurit istana. Tapi tidak pernah terbayang bahwa kau merupakan seorang tangan kanan raja.” Antares memainkan rambut Lettasya yang sebelumnya terkulai ke depan. Memperlihatkan bahu putih yang mulus juga memperjelas dadda Lettasya yang membuat wanita itu bersemu merah menyadari pandangan Antares tertuju ke sana. Lelaki itu masih dengan posisinya menghadap Lettasya sebelum kemudian bergerak memberi kecupan ringga di bahu Lettasya. Segala kata yang siap keluar dari mulut wanita itu seketika tertelan kembali. “Aku juga punya banyak bayangan tentangmu yang terus berputar di kepalaku,” aku Antares. Lelaki itu sadar, bahwa pertama kali melihat LEttasya dan segala pikirannya erada di bawah pengaruh alcohol yang dikonsumsinya. Namun ia tidak menyangka akan meninggalkan pengaruh yang cukup kuat. Seperti halnya saat ini. Antares tidak pernah tidur dua kali bersama seorang wanita yang sama, tapi keinginan tubuhnya meriakan perbedaan. Lettasya menggigit bibir saat tangan Antares menyusup ke balik selimut. Sedangkan tangan yang lain meraup leher Lettasya mendekat. “Salah satunya adalah membayangkan aku melakukan hal ini.” Sebuah desaahan lolos dari mulut mungil Lettasya saat jemari Antares mulai menggoda. Antares terlalu pandai dan ahli dalam menghadapi perempuan untuknya yang bahkan sama sekali buta dalam hal seperti ini. Sepanjang perjalanannya ketika tersesat Lettasya tidak pernah membiarkan seorang pun menyentuhnya. Begitu juga orang-orang yang telah ia tolong. Mereka percaya Lettasya harus selalu suci untuk dapat terus mengobati mereka. “Aku juga menyukai suaramu sekarang,” bisik Antares. Seolah belum cukup dengan siksaannya di balik selimut, Antares membisikan kata-kata menggoda persis di telinga Lettasya, mengirimkan embusan udara panas ke kulit lehernya, lalu kembali membenamkan bibirnya. Lettasya hanya mampu terpejam dan bernapas dengan sisa kekuatan yang dimilikinya. Sesaat kemudian dalam sekali gerakan Antares membalik tubuh Lettasya dan dirinya. Ciuman mereka telah berganti menjadi lumatan. Lettasya mencengkram selimut yang bisa ia raih. Antares menggerang saat ia mendengar lenguhan Lettasya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mereka kembali terlibat pergumulan kedua kalinya. Langit sudah bersiap menghadirkan bulan untuk menggantikan matahari ketika Antares terbangun lebih dulu dan tersenyum mendapati Lettasya masih tertidur pulas di dekapannya. Posisi wanita itu membelakangi Antares, selimut tidak menutupi punggung telanjangnya dengan sempurna. Hingga kemudian senyum Antares seketika luntur kala matanya melihat dengan sangat jelas tanda di bahu kiri Lettasya. tanda yang ia ingat karena begitu sering ia lihat di gulungan yang diberikan Orion sebagai petunjuk mencari gadis pembawa keabadian untuk sang Raja. ***** “Bangun lah!” Antares duduk dengan santai di sisi Lettasya yang masih tertidur pulas. Diguncangnya tubuh wanita yang masih hanya berbalut selimut itu secara perlahan, lalu disusul kecupan lembut di kening Lettasya, cukup berhasil. kelopak matanya mengerjap pelan, kedua alisnya bergerak oleh karena rasa terganggu. “Lettasya,” panggilnya lembut. Mata hazel itu akhirnya terbuka, memandangi Antares sebelum kemudian tersenyum malu karean melihatnya telah berpakaian lengkap sementara Lettasya masih sama. “Kau sudah terlalu lama tertidur. Kau harus bangun untuk makan.” Antares kemudian merangkul tubuh Lettasya untuk membantunya duduk. Sementara tangan Lettasya menahan selimut di dadda. “Aku mungkin sudah membuatmu terlalu kelelahan. Minum ini.” Lelaki itu menyodorkan segelas minuman berwarna pekat. Lettasya tidak menolak. Wajah wanita itu dengan rambut hitam yang berantakan tampak lebih cantik berkali lipat, belum lagi corak kemerahan yang ditinggalkan Antares di leher serta beberapa tempat lainnya. Antares mengutuk dalam hati. Berdekatan dengan Lettasya selalu membuat Antares tidak tenang seperti ini. Jika dulu ia mengira pikirannya kacau karena efek kyekon, tapi kini … setelah apa yang mereka lakukan Antares yakin sekarang ia lebih menginginkan Lettasya lebih dari sebelumnya. Hal ini membuat benak dan hatinya bersinggungan. Satu sisi, ia harus mengirim Lettasya pada raja Orion karena ternyata wanita ini lah yang sedang dicari. Namun barang tentu hatinya tidak merelakan. Bisakah untuk kali ini saja, ia menahan Lettasya untuk dirinya sendiri? Selama ini kesepian telah menjadi bagian dari diri Antares, mematikan hati juga adalah cara paling ampuh agar tidak terlibat perasaan saat ia harus membunuh seseorang. Pernah suatu hari Antares melihat seorang dayang perempuan yang memiliki ambisi yang kuat. Dayang itu sama sekali tidak gentar dengan orang-orang yang bersikap keras padanya. Tidak, Antares tidak jatuh cinta. Ia hanya kagum bagaimana ambisi wanita itu yang ingin menjadi prajurit istana wanita pertama. Namun baik Jendral Bayzil maupun Orion tentu tidak menyetujuinya. Hanya butuh selang beberapa hari untuk Antares melihat wanita itu berada di ranjang Orion dan berakhir menjadi korban Putri Cleosana. Pernah juga Antares mengajari seorang remaja yang sangat muda untuk bergabung di pasukannya. Pemuda itu terbilang pandai dalam belajar pedang, pekerja kerasa dan tidak menyerah. Antares yakin dia akan menjadi ksatria hebat yang bisa diandalkan di istana. Akan tetapi untuk alasan yang tidak jelas, Orion memerintahnya untuk membunuh pemuda itu. Awalnya Antares meragu. Pemuda itu bisa dibilang satu dari segelintir anak buah yang paling ia banggakan. Namun sekali lagi, Antares sudah terikat sumpah untuk menuruti semua perintah Orion sebagai orang yang telah menyelamatkannya. Malam itu, Antares membunuh pemuda tersebut dalam keadaan tidur. Karena dengan begitu, rasa sakit yang diterima mungkin akan jauh dari lebih sedikit. Dan tentu menjadi bagian yang tidak terlupakan bagi Antares.  “Apakah kau yang memasak ini semua?” tanya Lettasya melihat beberapa makanan yang telah siap makan. “Tentu tidak. Aku hanya membuatkan minuman ini.” Lettasya kembali menyesap minuman yang ia tahu kegunaannya untuk kembali memberikan energy. “Aku yakin kau cukup membutuhkan banyak energy.” Lettasya tersipu malu. “Ah, Miguel.” Gerakan Lettasya yang bangun tiba-tiba itu membuat Antares ikut terkejut. “Aku belum memberinya obat lagi.” Namun, Antares menarik Lettasya agar kembali duduk, raut wawjh wanita itu terlihat bersalah. “Aku sudah meminta seorang balian untuk mengobatinya.” Barulah raut wajah Lettasya menjadi lebih tenang. “Lagi pula setidaknya kau harus berpakaian terlebih dahulu sebelum ke luar ruangan ini.” Antares kemudian membawakan sebuah pakaian baru, sebuah himation yang lebih tebal dan selendang sutera warna putih untuk menutupi mahakarya yang Antares tinggalkan. “Bisa kah….” Lettasya berucap ragu ketika menerima gaun tersebut. “Kau berbalik sebentar.” “Untuk apa?” tanya Antares mengerling jahil. “Tentu saja karena aku harus mengenakan pakaian.” “Mungkin kau lupa, aku sudah melihat apa pun yang ada di balik selimut itu.” “Kau….” Lettasya menahan kekesalannya dan beralih meninggalakn Antares. Hanya saja lelaki itu masih enggan melepasa Lettasya sehingga menahan tangannya dan menyuruhnya untuk tetap mengenakan pakaian di ruangan itu. Pada akhirnya Lettasya berdiri membelakangi Antares. Sedangakan lelaki itu tak lepas menatap pada Lettasya, terutama pada tanda di punggungnya. ***** To Be Continue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN