R 1.5

1115 Kata
Begitu Karenina dan Susan kembali ke dalam ruang kesehatan, Shana dan Arthur pun pergi dari sana. Keduanya langsung menuju ke aula karena mereka yakin bahwa teman-teman mereka sudah memulai sesi makan pagi. "Kebagian nggak, ya?" tanya Shana dengan iseng saja. Arthur menoleh sekilas sambil terkekeh. "Masa bisa nggak kebagian?" Shana mendongakkan kepala sembari mengangkat sebelah alisnya. "Ya, bisa aja, kan? Misalnya ada yang ambil porsi dobel." Arthur menggusah napas sambil tetap mempertahankan pendapatnya, "Kayanya teman-teman kita nggak serakus itu." Sekarang giliran Shana yang terkekeh. Gadis itu pun menggamit lengan Arthur agar mereka semakin berjalan bersisihan. Beberapa saat kemudian, mereka hanya berjalan dalam diam. Sampai akhirnya, mereka sudah tiba di depan aula. Sambil melepas sandal, Shana bertanya pada Arthur, "Ar, bayangin deh kalau misal kita terdampar di pulau ini terus nggak bisa balik. Kira-kira bakal jadi kaya apa?" "Mungkin mirip game survival?" tebak Arthur sembari mengedikkan bahu. Shana mengangguk kecil. Ia pun mulai berandai-andai, "Kalau kejadiannya kaya gitu, orang-orang nggak mungkin peduli sama orang lain lagi. Yang mereka pikirin cuma gimana caranya bertahan hidup—" Ucapan Shana tak selesai karena fokus gadis itu terpecah oleh suara yang memanggil namanya dan nama Arthur secara bergantian. Dan rupanya, itu adalah suara Agatha. Agatha melambaikan tangan, memberi isyarat agar Shana dan Arthur bergabung dengan ia dan Verrel yang memang sudah berada di aula itu. "Kalian dari mana aja, sih?" tanya Agatha. Verrel menebak, "Dari ruang kesehatan?" Shana dan Arthur kompak mengangguk. Mereka pun duduk di sebelah Agatha dan Verrel yang sudah mulai menyantap makan pagi mereka. "Buruan antre," perintah Agatha. "Ntar lo nggak selesai-selesai lagi makannya." "Ar," panggil Shana saat Arthur bangkit berdiri dan bersiap pergi mengantre. Arthur menanggapi, "Mau nitip sekalian?" Shana meringis lebar sambil menganggukkan kepala antusias, "Tolong ya, hehe, makasih." "Oke," balas Arthur dengan tampangnya yang datar-datar saja. Tapi itu bukan berarti ia keberatan karena direpotkan Shana, memang tampang Arthur saja yang flat. Setelah Arthur beranjak pergi, tinggal lah Shana dengan Agatha dan Verrel saja. Ia lantas bertanya, "Kalian tadi ke mana?" "Jalan-jalan bentar terus ke sini," jawab Verrel. Shana ber-oh-ria. Gadis itu pun mempersilakan agar Verrel melanjutkan kegiatan makannya saja. Namun seolah teringat akan sesuatu, pemuda itu meletakkan nasi kotaknya dan bicara serius dengan Shana. "Tadi waktu gue sama Agatha jalan-jalan, kami dengar ada peserta yang bilang kalau mereka melihat orang mencurigakan berkeliaran di sekitar tenda glamping peserta. Katanya orang itu berjalan mengendap-endap terus sambil nyari sesuatu." "Hah?" Shana semula tak benar-benar mendengarkan. Namun lama-lama dia tertarik juga. "Jangan-jangan dia orang yang bikin kerusuhan di hari kemarin. Dia yang masukin ikan ke sup buat sarapan. Dia juga yang mempengaruhi si cewek itu buat gantung diri dengan memanfaatkan kesempatan kalau cewek itu lagi sedih setelah putus dari pacarnya." Verrel bicara dengan semangat empat lima. Tapi kemudian Shana jadi merasa ragu akan kebenaran dari apa yang Verrel dengar itu. "Jangan-jangan cuma sekadar rumor, Rel," ujar Shana lalu tersenyum miris. Verrel menggaruk kepalanya. Ia pun melontarkan desahan kecewa. "Iya juga ya? Jangan-jangan cuma rumor. Bisa-bisaan aja mereka bikin bahan buat diobrolin." Agatha yang mulutnya masih dipenuhi makanan tampak hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala beberapa kali. Kali ini ia tak bisa ikutan mengoceh seperti sebelum-sebelumnya. Hingga akhirnya, Arthur kembali. Pemuda itu mengaku sudah tak ada antrean hingga ia bisa langsung mengambil makanan. Arthur meletakkan satu kotak makan di hadapan Shana dan satu lagi di hadapannya sambil bertanya, "Kalian ngomongin apa?" Verrel berdecak sembari mengibaskan tangannya. "Bukan apa-apa. Kemungkinan hanya rumor belaka." "Ohh," gumam Arthur kemudian menenggak air mineral dalam kemasan. Verrel juga memilih fokus saja melahap makanan yang tersisa sedikit saja di kotak makan paginya. Ia tak ingin disalip oleh Agatha yang sejak tadi memang hanya fokus makan saja. Shana memulai makan paginya dengan perlahan. Meski ia tidak punya alergi seperti Widya, namun ia merasa perlu berhati-hati. Khawatirnya nanti di dalam makanannya ada bahan beracun atau justru kemasukan benda-benda yang tak seharusnya ada di dalam makanan. "Kudu hati-hati ya, Beb?" tegur Agatha sambil merasa geli melihat Shana yang sibuk memilah dan memilih isi kotak makannya. Arthur yang melihat itu pun segera berbisik di telinga Shana dengan suara super lirih hingga orang lain tak ada yang akan mendengarnya, "Nggak apa-apa, Sha, lanjutin aja. Nanti gue tunggu kok." Jadilah Shana tampak tak terusik dengan celetukan Agatha. Ia tetap melanjutkan aktivitasnya dengan asyik. *** Seberes makan pagi, panitia mengumumkan agenda kegiatan makrab hari itu yang tak lain dan tidak bukan adalah pertandingan olahraga. Mengingat matahari sudah berada cukup tinggi dan area pantai mulai panas, tak semua peserta makrab antusias mengikuti kegiatan dari panitia itu. "Kalian bebas mau berenang, mau main voli pantai, main pasir, atau apapun itu. Kami udah sediain banyak peralatan termasuk pelampung, silakan digunakan. Lalu kami juga sudah memesan kelapa muda ke pengelola resort ini. Cuma belum dibuka aja. Jadi kalian harus buka dulu kalau mau minum. Selamat bersenang-senang!" Setelah pengumuman itu, para peserta makrab pun meninggalkan aula. Beberapa dari mereka bergerak menuju tenda untuk berganti pakaian atau sekadar mengambil sesuatu sebelum turun ke tepi pantai. Tak terkecuali Arthur dan ketiga sobatnya, mereka juga sedang berdiskusi sembari berjalan kembali ke tenda. "Jadi enaknya habis ini kita ngapain?" tanya Verrel yang berjalan santai sembari merangkul Agatha. Sementara Agatha yang merasa Verrel bergelayut di pundaknya pun memprotes, "Berat, Rel. Awas deh!" Verrel meringis dan menjauh dari Agatha dan amukannya. Ia pun kembali bertanya soal rencana mereka guna mengalihkan perhatian Agatha. "Mau ikut pertandingan voli?" "Ogah, ah, yang ikut ciwi-ciwi semua. Pasti yang ada cuma drama," balas Agatha, "gue mau renang aja." "Gila ya lo? Panas-panas gini mau berenang?" Shana tampak keberatan dengan ide Agatha itu. Sementara tak seperti biasanya, kali ini Arthur justru ambil peran dalam memberi usul, "Di sebelah sana ada tebing batu karang. Di tengah-tengahnya lumayan teduh kalau mau berenang." "Nah, cocok ini!" seru Agatha riang. Sementara Arthur justru dihadiahi cubitan ringan di perutnya oleh Shana sampai pemuda itu mengaduh kecil. "Gimana sih, lo kok malah mendukung Agatha? Harusnya kalau tahu tuh diam aja, Ar." Shana mengomeli Arthur. Bahkan gadis itu jadi teringat soal janji Arthur yang akan membawanya kembali ke ruang kesehatan. "Lo janji ke gue kalau setelah sarapan kita bakal balik ke ruang kesehatan buat nemuin Manda." Arthur diam-diam memutar bola mata. Itu alasannya tadi membeberkan soal keberadaan tempat untuk berenang agar Shana tidak ingat soal ruang kesehatan. Kalau sudah begini, Arthur akan diam terlebih dahulu dan pura-pura tak dengar saja. "Ar," rengek Shana sambil menghadang langkah Arthur. Namun Agatha juga dengan sigap merangkul Shana dan menyeret gadis itu untuk melanjutkan langkah mereka menuju ke tenda. "Itu bisa nanti, Sha. Lagian ini kan bagian dari kegiatan makrab. Masa lo mau seenaknya aja nggak ikut apa yang panitia agendakan?" Akhirnya Shana tak bisa berkata-kata. Satu lawan tiga, Shana benar-benar kalah telak. "Oke, berenang. Tapi jangan lama-lama!" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN